Kioda pun memperhatikan kitab yang ada di ranjang Zero. Ia juga menantikan penjelasan Zero tentang kitab itu.
"Em..., ini..., aku juga tidak tahu Guru. Tadi ketika aku sedang duduk di halaman belakang, tiba-tiba saja aku mendengar suara seseorang yang mengatakan bahwa ia memberikan kitab ini padaku." Zero menjelaskan kepada gurunya apa yang ia alami tadi dengan jujur.Akhirnya Kioda meraih Kitab itu. Kemudian Kioda mencoba untuk membuka kitab itu. Namun ia tidak melihat ada tulisan apapun, hanya ada lembaran-lembaran kosong saja."Zero, apakah kau yakin kitab ini diberikan padamu?" Kioda kembali bertanya pada Zero."Guru, aku pun masih belum mengerti semuanya. Yang jelas, aku sudah menceritakannya padamu tentang bagaimana aku mendapatkan kitab ini tadi. Dan lagi, aku juga tidak tahu siapa orang yang berbicara dan memberikanku kitab ini," jawab Zero dengan jujur."Tapi ini aneh. Kenapa kitabnya kosong?" tanya Kioda."Guru, jangan bercanda! Kitab ini tidak lah kosong semuanya kok. Lihatlah ini, tiga lembar pertama ada isinya." Zero membalikkan halaman kitab itu dan menunjukkannya pada Kioda.Pada penglihatan Zero, kitab itu hanya tiga lembar pertama yang memiliki isi. Namun berbeda pada penglihatan gurunya. Gurunya justru tidak melihat apapun."Jadi begitu ya? Hem..., Zero, selamat! Berarti Kitab ini benar-benar memilihmu! Ini adalah Kitab Langka," ujar Kioda dengan mata yang berbinar.Setelah itu Kioda menjelaskan sedikit pengetahuannya kepada Zero tentang kitab itu. Kioda teringat dengan adanya cerita legenda yang menceritakan tentang beberapa kitab langka. Dan sesuai dengan legenda yang ada, kitab itu hanya akan bisa dibaca oleh orang yang terpilih saja. Kioda juga menjelaskan kepada Zero bahwa halaman selanjutnya akan terbuka secara bertahap setelah Zero menguasai bagian demi bagian jurus yang ada di setiap lembarnya."Guru, apakah aku benar-benar boleh berlatih sesuai yang diajarkan dalam kitab ini?" Wajah Zero juga langsung terlihat ikut berbinar. Ia merasakan ada harapan bahwa dirinya akan benar-benar menjadi Master Pedang seperti ayahnya."Benar, sejujurnya Ayahmu juga dulu memiliki kitab Dua Pedang. Ia pernah menunjukkannya padaku. Akan tetapi, kalau aku ingat-ingat lagi, sampul kitab itu berbeda dengan kitab milikmu ini. Dan juga, memiliki ketebalan yang lebih sedikit dibanding milikmu. Oh iya Zero, aku minta padamu untuk merahasiakan tentang kitab ini. Apakah kau mengerti?" ujar Kioda dengan tatapan serius."Em..., baik Guru. Aku tidak akan memberitahu siapapun tentang hal ini, aku berjanji padamu," jawab Zero.***Keesokan harinya Zero kembali berlatih seperti biasa di aula latihan. Zero juga terkenal sebagai anak yang rajin dan giat berlatih. Namun perkembangan kemampuan berpedangnya terbilang sangat lambat dibanding murid lainnya."Kakak lihat, itu adalah Zero." Saniji berbisik pada Yuji."Iya, aku tahu. Aku merasa ada yang aneh dengan pecundang itu kemarin," jawab Yuji yang juga berbisik."Kakak, bukankah semalam ia terlihat seperti orang yang sangat kuat? Jangan-jangan ia menjalani pelatihan terlarang?" tanya Erji berbisik pula."Aku juga berpikiran seperti itu. Tapi sudahlah, kita diam saja dulu. Nanti jika ada yang mendengar, kita bisa jadi bahan ejekan dan merasa malu karna kejadian kemarin." Yuji menyuruh diam kedua adiknya kemudian mengajak kedua adiknya itu pergi.Beberapa saat kemudian terdengar suara pelatih yang berteriak."Semuanya, ayo segera berkumpul...!"Semua murid pun berkumpul, termasuk Zero. Dan setelah itu mereka mulai menjalani pelatihan rutin.Setelah selesai latihan rutin, pada sore harinya Zero kebetulan mendapat giliran pergi ke pasar untuk membeli bahan dapur. Namun Zero dicegat oleh segerombolan anak nakal dari perguruan lain."Hey, kau! Kau dari Perguruan Aslah kan? Cepat kemari! Serahkan semua koin yang kau miliki!" Salah satu anak berteriak pada Zero, namanya adalah Beiji."Eh? Ada apa ini? Kalian berniat merampas koinku?" tanya Zero."Apa kau tuli?! Tentu saja! Cepat berikanlah koin perak yang kau miliki!" teriak Beiji kesal.Namun Zero tidak mau memberikan koin perak yang ia miliki. Sebab koin perak itu diberikan padanya untuk digunakan berbelanja ke pasar untuk membeli kebutuhan dapur di perguruannya."Ternyata kau keras kepala! Baiklah, hajar saja dia!" Beiji menyuruh teman-temannya maju.Sring, sring, sring!Kedua mata Zero terbelalak ketika melihat pedang yang digunakan orang-orang itu adalah pedang sungguhan. Di Perguruan Aslah anak seusia mereka hanya diperbolehkan memiliki pedang yang terbuat dari kayu saja."Hentikan!" Terdengar ada suara seorang anak perempuan yang seusia dengan mereka dari belakang, namanya adalah Vivi. Semua mata sontak tertuju ke arah Vivi."Kau lagi ternyata. Cih! Apa kau berniat menghalangi kami lagi?! Jangan ikut campur!" ujar Beiji."Kalau iya, memangnya kenapa? Apa kau tidak ingat terakhir kali aku menghajarmu?" Dengan santainya Vivi berjalan mendekati Zero."Em..., itu..., sebaiknya kau pergi saja. Biarkan aku saja yang menghadapi mereka," ujar Zero."Tidak! Aku memang sengaja mencari mereka. Mereka ini sekumpulan anak nakal. Biarkan aku yang memberi pelajaran pada mereka. Kau hanya perlu diam dan lihat saja," jawab Vivi.Zero melihat bahwa pedang yang dipegang oleh Vivi adalah pedang kayu yang sama seperti miliknya. Zero tidak yakin kalau Vivi akan mengalahkan anak-anak dari Perguruan Pedang Pendek itu hanya dengan menggunakan pedang kayu."I-ini...," Zero sempat bingung ingin berbuat apa."Ayo kita hajar saja mereka berdua!" teriak Beiji semakin kesal. Beiji yakin kali ini tidak akan kalah dengan Vivi karena ia telah giat berlatih."Baik, ayo kita hajar!" Teman-teman Beiji setuju dengan perintah Beiji.Slash..., slash, slash!Pedang Pendek ditebaskan ke arah Vivi.Namun Vivi bergerak dengan sangat lincah ke sana kemari menghindari tebasan itu."Hebat!" Zero merasa kagum melihat Vivi yang mampu menghadapi orang-orang itu.Dan Zero semakin kagum lagi dengan Vivi karena melihat Vivi yang dengan mudahnya menghajar semua anak nakal itu."Kalian ini kenapa?! Ayo, bangun! Cepat hajar lagi!" Beiji kembali berteriak meneriaki teman-temannya yang kalah oleh Vivi.Namun tetap saja, Vivi kembali mengalahkan mereka hingga akhirnya orang-orang itu banyak yang kabur dan meninggalkan Beiji seorang diri."Kalian sekumpulan orang bodoh! Cih!" Beiji akhirnya terpaksa maju dan langsung menyerang Vivi.Slash!Pedang sungguhan milik Beiji menebas ke sana kemari namun tidak berhasil mengenai Vivi yang menjadi targetnya.Yang tak disangka oleh Vivi, ternyata Zero ikut maju dan memukulkan pedang kayunya ke punggung Beiji dari belakang."Aku juga bisa berpedang," ucap Zero dengan sangat percaya diri."Hem..., kalau begitu kau lawan saja dia. Dia hanya seorang diri. Aku akan melihat seberapa hebat kemampuanmu berpedang," ujar Vivi kesal."Eh? Tu-tunggu...," Zero terkejut mendengar ucapan Vivi.Zero mengira Vivi akan mau bersama-sama untuk menghadapi Beiji. Namun Zero tidak menyangka ternyata Vivi malah membiarkannya menghadapi Beiji seorang diri. Zero merasa sedikit gentar karena musuhnya menggunakan pedang sungguhan. Ini adalah pengalaman pertamanya melawan orang yang menggunakan pedang sungguhan."Sialan! Jangan remehkan aku!" Beiji pun akhirnya semakin marah dan berbalik menyerang Zero.Zero mencoba menghindari serangan Beiji. Zero benar-benar tersudut karena ia hanya bisa menghindar dan terus menghindar. Zero tidak mau mengadu pedang kayunya dengan pedang sungguhan milik Beiji. Karena tentu saja pedang kayu itu pasti akan patah jika menahan tebasan dari pedang sungguhan.'Sial! Kenapa malah jadi begini?!' Dalam hatinya Zero terus mengumpat kesal dengan Vivi."Bukankah tadi kau berkata kau bisa berpedang? Mengapa hanya terus menghindar? Ayo serang dia, cepat...!" ujar Vivi.Zero benar-benar tidak diberi kesempatan sedikitpun untuk menyerang balik. Nafas Zero mulai terengah karena terus bergerak menghindari tebasan pedang dari Beiji. Tebasan pedang Beiji itu bisa saja merenggut nyawa Zero jika mengenai lehernya.Gedebugh!Tubuh Zero akhirnya terjatuh karena tersandung batu."Kena kau!" teriak Beiji.Namun ketika Beiji ingin menebaskan pedangnya pada Zero, tubuhnya malah terpental. Ternyata Vivi lah yang dengan cepat maju dan menusukkan pedang kayunya ke perut Beiji. Bukan hanya itu, Vivi juga menebaskan pedang di tangan kirinya pada pergelangan tangan Beiji yang memegang pedang sungguhan. Alhasil, pedang itu terlempar dari tangan Beiji.Vivi kemudian menginjak tubuh Beiji yang terjatuh dan memukulkan pedang kayu ke bagian kepala Beiji.Suara pedang kayu yang menyentuh kepala Beiji terdengar sangatlah keras. Kemudian Vivi mengarahkan kedua pedang kayunya tepat ke ke arah mata Beiji."Apakah kau masih belum mengerti juga? Hem?" tanya Vivi."Ba-baiklah, baikl
"Sebenarnya siapa dia? Apa yang dia inginkan dariku?" Zero menggaruk tengkuk kepalanya karena bingung.Ternyata Vivi masih berada di sekitar sana dan bersembunyi.'Apakah dia benar-benar anak Master Odin?' gumam Vivi dalam hati sambil mengintip Zero yang sedang berlatih.Akhirnya, karena langit mulai terlihat gelap Zero pun kembali ke tempat tinggalnya. Zero merasa sangat senang karena ia akhirnya berhasil menguasai jurus pertama yang ada pada kitab miliknya itu. Hari ini, di akhir latihannya Zero mampu menebaskan pedangnya yang menghasilkan kekuatan hebat. Tebasan pedang itu mampu menebas beberapa batang pohon berukuran sedang.Setelah Zero selesai membersihkan dirinya, ia berniat mencari keberadaan gurunya. Ia ingin menceritakan hasil latihanya hari ini.Tak lama kemudian Zero bertemu dengan gurunya di salah satu kedai. Sambil makan malam bersama di kedai kecil, Zero sangat antusias menceritakan pengalamannya hari ini pada Kioda. Kioda awalnya tidak percaya, dan akhirnya ia mengajak
Keesokan harinya, Zero kembali sadarkan diri. Ia melihat keadaan sekitar ternyata tubuhnya berada di ruang perawatan. Zero pun mencoba mengingat kejadian terakhir yang ia alami.'Oh iya, sepertinya kemarin aku pingsan karena kehabisan stamina. Hem..., tapi apakah aku berhasil memenangkan pertarungan kemarin?' gumam Zero."Oh, ternyata kau sudah bangun. Zero, aku membawakanmu sarapan." Suara Kioda membuat lamunan Zero buyar."Eh? Guru...?" Zero bangkit dan memberikan salam pada gurunya. Namun tubuhnya masih terasa lemas."Sudahlah, tubuhmu masih belum pulih seutuhnya. Sebaiknya kau berbaring saja terlebih dahulu. Pulihkan dulu semua tenagamu." Kioda membantu menopang tubuh Zero yang hampir terjatuh."Baik Guru, maafkan aku sudah merepotkanmu. Sekali lagi, aku sangat berterima kasih padamu," ucap Zero."Hey, ini sudah tugasku sebagai seorang Guru untuk membantu muridnya," ujar Kioda.Pagi ini, setelah selesai serapan Zero bersikeras mengatakan kepada gurunya agar diijinkan keluar dari r
Dan ternyata, di sidang malam ini Zero akan mendapat hukuman yang setimpal karena dikatakan bahwa Zero telah melakukan pelatihan terlarang. Awalnya Zero sempat membantah tuduhan itu. Bahkan Kioda yang sebagai gurunya pun sudah sekuat tenaga membela dan mengatakan tuduhan itu tidaklah benar. Tapi sayang, orang-orang yang hadir dalam persidangan itu tidak ada yang mau mendengarkan pembelaan Zero dan gurunya.Keputusan akhir dari sidang malam ini memutuskan bahwa Zero dan gurunya harus diusir dari Perguruan Aslah. Sebelumnya Zero sempat diberikan dua pilihan yang sangat sulit. Pilihan pertama, kalau ia memang masih ingin tetap tinggal di perguruan ini, maka ia tidak boleh lagi berlatih berpedang selamanya. Itu tandanya Zero tidak akan pernah meraih mimpinya untuk menjadi pendekar pedang terhebat.Setelah mempertimbangkannya, akhirnya guru Zero memutuskan untuk memilih diusir bersama Zero dari Perguruan Aslah. Dan dengan berat hati Zero harus mengikuti apa yang dikatakan oleh gurunya. Kare
Para bandit yang tengah dihadapi oleh Vivi ternyata berjumlah sepuluh orang. Dan lagi, para bandit itu memiliki tubuh yang terlihat kuat. Sedangkan Vivi, ia hanyalah seorang anak perempuan yang usianya sebaya dengan Zero.Gubrak!Satu orang bandit kembali tersungkur karena bagian perutnya tertusuk oleh pedang kayu dengan sangat kuat.Kioda kagum dengan kehebatan Vivi karena mampu mengalahkan dua orang bandit.Untuk anak seusia Vivi, dapat mengalahkan dua orang dewasa dapat dikatakan sangat hebat.'Boleh juga. Gaya berpedang bocah itu cukup terampil. Padahal ia masih mengunakan pedang kayu. Tapi ia dapat memperkirakan semua arah serangannya pada lawan.'"Ada apa dengan kalian?! Mengalahkan satu bocah saja tidak mampu! Cepat, tangkap dia! Nanti kita jual dia ke tempat penjualan budak!" Pemimpin kawanan bandit itu merasa kesal dengan anak buahnya."Jangan remehkan aku! Kalian para bandit memang harus diberi pelajaran!" Vivi tidak merasa takut sedikitpun.Lima belas menit kemudian, Vivi b
Vivi merasa bimbang. Apakah ia harus memberitahu kepada Kioda tentang identitasnya, atau tidak? Kalau ia beritahukan, apakah Kioda akan memberitahukannya pula kepada Zero?Kalau diperhatikan, penampilan Vivi malam ini sangatlah tertutup. Ia mengenakan pakaian serba hitam dan juga memakai sebuah topeng di wajahnya. Ia benar-benar ingin menyembunyikan identitasnya."Kalau kau ragu untuk memberitahukan siapa namamu, kau tidak perlu mengatakannya. Kalau begitu baiklah, aku akan memanggil muridku untuk membereskan barang-barang ini," ujar Kioda."Tunggu, Master! Bolehkah aku ikut dengan kalian? Aku akan jujur padamu, bahwa orang yang tadi memperhatikan kalian berbenah itu adalah aku." Akhirnya Vivi berkata jujur."Aku sudah tahu. Aku melihat aura pada tubuhmu. Aku tahu kau juga bukan orang jahat. Kalau memang kau ingin ikut dengan kami, ya silahkan saja," jawab Kioda.Vivi merasa senang karena Kioda membolehkannya ikut bersama mereka. Sebenarnya Vivi adalah salah satu penggemar berat Kioda
Melihat Zero yang akan kembali menyerang Vivi, akhirnya Kioda maju dan menahan Zero."Zero, sudahlah. Aku rasa kau sudah berlebihan untuk yang kali ini." Kioda meraih pedang kayu milik Zero dan mengambilnya untuk disimpan."Tapi Guru...," Zero ingin membantah tapi ia takut dengan Kioda lalu ia pun mengurungkannya.Lalu, malam ini Zero terpaksa harus tidur satu tenda bersama gurunya karena ada Vivi yang dipersilahkan untuk ikut beristirahat oleh Kioda bersama mereka malam ini. Hal ini membuat Zero semakin kesal dan timbul rasa sedikit tidak suka dengan kehadiran Vivi. Tapi Zero hanya bisa memendamnya saja dalam hati. Ia benar-benar tidak berani untuk melawan perintah gurunya. Begitu patuhnya Zero atas semua perintah gurunya.***Pagi harinya, mereka bertiga kembali berkemas dan Kioda juga mengatakan kepada Vivi kalau memang ia ingin mengambil beberapa harta milik para bandit semalam, Kioda tidak akan melarangnya. Sebab Vivi sudah berjuang sangat keras tadi malam."Tidak perlu, Master.
Kioda tidak bisa lagi menghindar dari pertarungan ini karena Zero yang dengan gegabah langsung maju dan menyerang kawanan Bandit itu."Jurus Pertama...!" teriak Zero.Tapi kali ini Kioda benar-benar terperangah ketika melihat Zero yang meliuk-liukkan tubuhnya dan terlihat seperti sedang menari dengan pedang. Gerakan yang Zero lakukan bukanlah seperti gerakan seorang pemula. Di setiap gerakan yang Zero lakukan itu, terlihat layaknya Master Pedang. Dan ternyata, Zero benar-benar berhasil mengalahkan lima orang sekaligus."Aku juga bisa!" Vivi tidak mau kalah dan ia pun ikut maju."Baiklah, kalian berhati-hatilah...!" Dengan pasrah, Kioda akhirnya ikut menyerang juga."Rasakan ini! Jurus Pertama!" Lagi-lagi Zero menggunakan jurus pertama yang benar-benar telah ia kuasai.Namun yang tak disangka oleh Zero bahwa ada seseorang yang mampu menahan serangan jurus pertamanya. Sejauh ini, baru kali ini Zero mendapati ada orang yang mampu menahan serangan jurus pertamanya.Pria yang mampu menahan