Share

03. Jurus pertama

Zero benar-benar tidak diberi kesempatan sedikitpun untuk menyerang balik. Nafas Zero mulai terengah karena terus bergerak menghindari tebasan pedang dari Beiji. Tebasan pedang Beiji itu bisa saja merenggut nyawa Zero jika mengenai lehernya.

Gedebugh!

Tubuh Zero akhirnya terjatuh karena tersandung batu.

"Kena kau!" teriak Beiji.

Namun ketika Beiji ingin menebaskan pedangnya pada Zero, tubuhnya malah terpental. Ternyata Vivi lah yang dengan cepat maju dan menusukkan pedang kayunya ke perut Beiji. Bukan hanya itu, Vivi juga menebaskan pedang di tangan kirinya pada pergelangan tangan Beiji yang memegang pedang sungguhan. Alhasil, pedang itu terlempar dari tangan Beiji.

Vivi kemudian menginjak tubuh Beiji yang terjatuh dan memukulkan pedang kayu ke bagian kepala Beiji.

Suara pedang kayu yang menyentuh kepala Beiji terdengar sangatlah keras. Kemudian Vivi mengarahkan kedua pedang kayunya tepat ke ke arah mata Beiji.

"Apakah kau masih belum mengerti juga? Hem?" tanya Vivi.

"Ba-baiklah, baiklah. Aku mengaku kalah," jawab Beiji.

"Kalau begitu pergilah! Dan jangan lagi berani mengganggu orang lain di sini!" ucap Vivi dengan mata melotot.

Vivi memukulkan sekali lagi pedang kayu miliknya pada tubuh Beiji. Setelah itu Beiji berlari dan bergegas pergi dari tempat itu.

"Terima kasih. Oh iya, namaku adalah Koziki Zero." Zero mengulurkan tangannya.

"Namaku Vivi. Berhati-hatilah." Namun Vivi tidak menyambut uluran tangan Zero dan kemudian pergi begitu saja. Zero pun menggaruk kepalanya karena merasa malu.

'Tapi..., lihat saja. Aku juga pasti akan memiliki kemampuan hebat sepertimu, Vivi.' Zero mengepalkan kedua tangannya sambil menatap punggung Vivi yang menjauh pergi.

Setelah kembali dari pasar, Zero langsung mengambil kitab yang ia dapatkan kemarin. Zero memperhatikan isi dari lembaran pertama. Setelah itu Zero pergi ke pinggiran hutan berniat untuk berlatih dengan serius.

"Baiklah, aku akan mencobanya." Setelah merasa sudah mengerti, Zero mempraktikkan jurus pedang yang ia baca pada kitab itu.

Namun beberapa menit kemudian Zero berhenti.

"Tunggu, rasanya gerakanku ini ada yang salah." Zero merasa ada yang salah dengan caranya mempraktikkan gerakan yang digambarkan pada kitab dan kembali memperhatikan kitabnya.

Zero yang kembali memperhatikan kitabnya baru sadar kalau gambar pada kitab itu terlihat ada seseorang yang memegang dua pedang.

"Apakah aku juga harus menggunakan dua pedang? Tapi..., aku hanya memiliki satu pedang kayu saja," ujar Zero.

Zero berpikir seraya mengedarkan pandangannya ke area sekitar. Zero memikirkan sesuatu, bagaimana kalau sementara pedang yang satunya ia ganti dengan ranting kayu? Setelah memutuskan menggunakan ranting kayu, Zero pun kembali melanjutkan latihannya.

Sedangkan di dekat tempat Zero berlatih, ada seseorang yang mendekati Zero. Orang itu penasaran karena mendengar suara Zero yang berteriak beberapa kali ketika mengayunkan pedang kayunya.

'Dia? Bukankah dia orang yang tadi?' Ternyata orang itu adalah Vivi. Saat melihat siapa orang yang berisik itu, Vivi mengernyitkan alisnya.

Vivi juga tidak langsung mendekati Zero. Tapi Vivi penasaran lalu memperhatikan bagaimana cara Zero berlatih. Vivi juga kembali mengingat nama Zero. Setelah Vivi mengingatnya, kedua mata Vivi terbelalak.

'Tunggu! Bukankah namanya tadi adalah Koziki Zero?! Apakah dia...?' Vivi tidak asing dengan nama depan Zero yang tak lain adalah Koziki.

Prak!

Terdengar suara pedang dan kayu yang Zero gunakan menebas sebatang pohon besar.

Tiba-tiba terjadi sesuatu dengan sebatang pohon itu.

"Eh...? I-ini..., gawat...!" ujar Zero.

Boom!

Zero pun berlari. Ternyata pohon besar itu tumbang dan hampir saja menimpanya.

Tebasan terakhir yang Zero lakukan mampu menebas sebatang pohon besar itu. Alhasil, Zero merasa sangat terkejut. Ia tidak percaya kalau dirinya mampu melakukan itu.

"Apakah aku berhasil menguasai lembar pertama? Bukankah ini sangat mudah?" Kedua mata Zero berbinar.

Dari balik semak-semak, Vivi merasa terkejut.

'Hah?! Apakah dia sehebat itu?! Ini...?' gumam Vivi dalam hati.

Setelah itu Zero kembali melihat kitab miliknya. Ia masih penasaran apakah gerakannya sudah sama persis dengan yang ada dalam kitabnya. Namun saat Zero kembali melakukannya, ia tidak berhasil melakukan yang seperti tadi. Pohon yang ia tebas menggunakan pedang dan ranting kayu yang ia pegang tidak tumbang seperti tadi.

"Apakah ada yang kurang? Padahal tadi aku berhasil, huft!" Rasa lelah akhirnya menghampiri Zero. Dia pun duduk sejenak untuk beristirahat.

Namun Zero dikejutkan dengan kehadiran seseorang di hadapannya yang mengunakan topeng.

"Lawan aku!" Orang itu langsung menodongkan pedang kayu miliknya ke wajah Zero yang sedang duduk.

"Hah?! Siapa kau?!" Zero mundur karena terkejut. Lalu ia langsung berdiri.

"Lawan aku! Cepat ambil pedangmu!" Namun orang itu berteriak untuk mengajak Zero berduel.

"Apakah kita saling mengenal?" tanya Zero penasaran. Namun jawaban yang ia terima adalah sabetan pedang.

"Kau gila!" teriak Zero.

Zero langsung meraih pedang kayu di sampingnya. Dan Zero juga meraih ranting kayu yang ia gunakan untuk berlatih tadi.

Orang itu ternyata adalah Vivi. Tapi tentu saja Zero tidak mengenalinya. Sebab pakaian Vivi berbeda dengan yang ia lihat ketika pertama kali bertemu.

Kemudian Vivi kembali menyerang Zero. Kali ini, Zero tidak hanya menghindar. Ia mencoba mengingat apa yang ia pelajari pada kitabnya tadi. Namun gerakan yang Zero lakukan masih belum sempurna. Tapi itu sudah cukup membantunya saat melawan Vivi.

Vivi pun tidak mau berhenti dan berusaha terus menyerang Zero. Padahal Vivi sudah berhasil beberapa kali memukul Zero. Namun sepertinya Vivi masih merasa belum puas juga.

"Berhentilah, aku mengaku kalah! Hey!" teriak Zero.

Namun teriakannya itu tidak didengar oleh Vivi. Berulang kali Zero terjatuh dan bangkit, ia harus terus menerima semua serangan dari Vivi.

Karena merasa terdesak, Zero akhirnya memfokuskan daya ingatnya. Ia kembali mencoba melakukan jurus pertama yang ia pelajari dari kitabnya itu.

'Jurus Pertama!' gumam Zero.

Zero menebaskan pedangnya mengikuti gerakan terakhir yang ia pelajari dari kitab.

Dan ternyata, tubuh Vivi kali ini berhasil terpental oleh serangan Zero.

Tubuh Vivi tak sanggup menahan serangan Zero sehingga ia terpental dan menghantam sebatang pohon besar.

"Uhuk, uhuk...!" Vivi terbatuk seraya memegangi dadanya yang terasa sesak.

"Apakah kau baik-baik saja?" tanya Zero khawatir.

Zero justru merasa khawatir dan merasa bersalah terhadap Vivi. Yah..., begitulah Zero. Dia memiliki kebaikan hati yang luar biasa.

Namun ketika Zero berjalan mendekati Vivi, tanpa mengucapkan kata apapun Vivi langsung bergerak dan segera pergi meninggalkan Zero begitu saja. Zero benar-benar dibuat bingung oleh kehadiran Vivi yang secara tiba-tiba dan juga pergi begitu saja meninggalkannya.

"Sebenarnya siapa dia? Apa yang dia inginkan dariku?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status