Pria berperawakan tinggi tegap berpakaian perlente ini berjalan santai menuju sebuah warung yang terletak di sebuah desa yang lumayan ramai. Badan atletisnya di bungkus jubah warna abu-abu di bagian luarnya, rambutnya terlihat rapi di ikat kuncir kuda, wajahnya tampan dan mulutnya selalu tersenyum simpatik, hingga kesan wibawa terpancar dari wajahnya itu.
Matanya tajam di topang alisnya yang tebal dan hidungnya mancung dengan bibir tipis di bagian atas dan agak tebal di bagian bawah dengan warna kemerah-merahan, seakan pakai lipstick, ditunjang kulitnya yang kuning langsat.
Di balik jubahnya terselip sebuah pedang pendek tapi anehnya bengkok bagian ujungnya, bentuk pedang dalam sarung itu tipis dan sangat tajam, dengan pedang itulah pria yang berusia 26 tahunan ini di kenal sebagai Pendekar Pedang Bengkok alias Pendekar Pekok, julukan itu diberikan karena pedangnya bengkok di ujung tersebut, kesaktiannya sangat menggiriskan musuh-musuhnya.
Malaki, sang pendekar Pedang Bengkok ini lalu sengaja memilih bangku yang agak di pojok di warung itu. Agar kehadirannya tak menyolok, Malaki juga sengaja memilih di pojokan, karena letaknya sangat strategis, yakni menatap langsung ke jalan utama dan dia bisa melihat aktivitas warga yang berlalu lalang menggunakan kuda, kereta kuda, sapi atau kerbau namun kebanyakan jalan kaki.
Kalau dia bersikap begitu, tak ada yang mengenalnya sebagai pendekar yang sangat di segani sekaligus di takuti di daerah itu. Penampilan Pendekar Pekok ini lebih cocok sebagai seorang bangsawan atau orang penting di kerajaan atau pemerintahan. Pendekar ini memang tak suka menonjolkan diri, dia hanya akan bertindak kalau sudah menolong orang, ataupun ada yang bermain-main dengannya.
Pandekar Pekok juga di ketahui bukanlah pendekar golongan putih, tapi bukan juga pendekar golongan hitam, karena dia tak pernah melakukan kejahatan, dia hanya bertindak semau gue dan diyakininya benar.
Pendekar Pekok sebetulnya sudah jenuh dengan kehidupannya yang bebas dan berkeliaran ke sana ke mari, sebagai pendekar dia tak pernah lepas dari kekerasan dan juga perkelahian mengadu nyawa. Untungnya dengan kesaktiannya yang sangat tinggi, Pendekar Pekok sampai detik ini belum pernah merasakan kekalahan.
Dengan jurus andalannya yang sangat terkenal di seantero dunia persilatan, yakni jurus Menari di Atas Awan, Elang Mematuk Mangsa dan Harimau Menerkam Mangsa, semua musuh-musuhnya jarang ada yang sanggup menaklukan dia. Ditambah jurus Menyedot Sukma yang sangat ditakuti, karena ilmu ini mampu menyedot tenaga dalam musuh-musuhnya hingga tewas. Pendekar Pekok secara tak langsung telah mensejajarkan diri sebagai salah satu tokoh pendekar nomor wahid, tak kalah dengan tokoh-tokoh pendekar besar lainnya .
Kini banyak musuh-musuhnya yang jerih dan pasti menghindar kalau bentrok dengannya, karena Pendekar Pekok juga terkenal sangat sadis dengan musuh-musuhnya. Kesadisannya inilah yang membuat dia sering di tegur para pendekar golongan putih dan dianggap mencemarkan nama baik golongan ini.
Namun inilah sifatnya yang justru tak disukai pendekar golongan putih, Pendekar Pekok kadang jengkel dengan kemunafikan kaum pendekar yang mengaku golongan putih ini. Sebab banyak dari pendekar ini yang diam-diam masih suka melakukan tindakan-tindakan tercela. Seperti menerima sogokan dan juga jadi centeng pejabat kerajaan dengan imbalan tertentu.
Selain di kenal sebagai pendekar sadis tanpa ampun, Malaki juga di kenal sebagai pendekar romantis, tak sedikit putri-putri bangsawan, bahkan istri-istri bangsawan yang cantik-cantik pernah merasakan kehangatan cintanya. Termasuk para pendekar golongan putih dan hitam, sehingga dia juga di juluki sebagai Pendekar Romantis.
Kelakuan ini juga sangat disesali pendekar golongan putih, karena Pendekar Pekok tak bisa mengendalikan nafsu. Inilah salah satu yang membuat dia tak pernah cocok dengan para pendekar golongan putih yang selalu dia sebut munafik.
Di usianya yang sudah 26 tahun lebih, Pendekar Pekok ingin istirahat dari dunia persilatan dan ingin hidup tenang, dia juga sudah berniat akan mencari seorang wanita yang dia cintai.
Bukan perkara sulit bagai Pendekar tampan ini mencari wanita cantik, baik dari kalangan priyayi ataupun kalangan pendekar, dengan kesaktian dan juga ketampanannya, dia mudah menaklukan wanita.
Tapi Pendekar Pekok ingin mencari wanita yang benar-benar tulus mencintainya, sebagai pria matang, dia sudah sangat berpengalaman dengan wanita. Sampai detik ini dia belum menemukan wanita tulus yang jadi idaman hatinya. Semuanya takluk berkat rayuan dan juga kesaktiannya, inilah yang membuatnya bosan dengan para wanita-wanita yang selama ini sudah dia taklukan.
Sebenarnya bukan dia tak mau, tapi pengalaman pahitnya dengan seorang wanita cantik dari golongan hitam, yang menjadi cinta pertamanya, membuat pendekar ini jadi patah hati dengan cinta tulus para wanita ataupun para gadis yang mendambakan cinta kasihnya.
Demikian gambaran sekilas tentang pendekar sakti nan perlente ini.
Pesanan minuman dan makanan ringan datang, Pendekar Pekok pun dengan tenang menikmati minuman arak dan juga teh harum dengan gula aren ini.
Pakaian perlente serta gayanya yang elegan membuat pelayan ini menunduk-nunduk dengan hormat pada Pendekar Pekok, pendekar ini paham dan tersenyum, dia merogoh kantung jubahnya, lalu melemparkan satu koin ke tangan pelayan ini secara lihai dan koin itupun kini langsung berada di tangan sang pelayan.
Demontrasi itu membuat si pelayan makin melongo dan ada rasa jerih di hatinya, dia membatin kalau pria perlente ini pasti pendekar sakti yang mampir ke warung milik bosnya, diapun menunduk makin dalam, lalu permisi untuk melayani pelanggan yang lain.
Demontrasi itu sekilas itu ternyata menarik perhatian dua muda-mudi yang kebetulan juga ada di warung itu. Warung ini terkenal rame dan merupakan salah satu warung favorit semua kalangan yang kebetulan singgah di daerah ini.
Tak lama kemudian, masuk tiga orang yang dari tampangnya sangat berangasan dan golok besar ada di pinggang mereka. Melihat kehadiran tiga orang ini, sang pemilik warung langsung menyambutnya dan menunduk-nunduk hormat.
Dia tahu siapa ketiga orang ini, karena ketiganya di juluki pendekar golok kilat, yang sangat terkenal di Kadipaten Pangsa ini, konon ketiganya juga merupakan tangan kanan sang Kepala Kadipaten Pangsa, sehingga siapapun akan jerih kalau berhadaapan dengan mereka.
“Hmmm…Tokek, warung kamu makin rame saja…carikan kami bangku dan meja yang enak buat mabuk hari ini,” kata Paro, salah satu dari tiga orang ini, yang agaknya dia pimpinan dari dua kawannya, sambil memilin-milin kumisnya yang lebat dan menatap tajam wajah Tokek, sang pemilik warung.
“Siappp Tuan Paro, buat Anda bertiga selalu tersedia meja dan bangku itu!” Tokek lalu memandang sekeliling warung yang lumayan rame dan matanya tertumbuk pada Pandekar Pekok yang duduk sendiri dan itulah meja dan kursi paling strategis. Tokek lalu mendekati Pandekar Pekok dan dengan sedikit menunduk pria yang memiliki perut agak gendut ini memasang senyum di wajahnya yang bulat.
“Tuan…mohon maaff…apakah tuan minum sendiri di meja ini!” sapa Tokek mencoba ramah, walaupun suaranya terdengar berat dan agak keras.
Pendekar Pekok memandang Tokek, lalu menoleh ketiga pria berangasan yang sikapnya tidak bersahabat itu, Pendekar Pekok ini lalu tersenyum dan mengangguk.
“Iya…kenapa?” sahut Pendekar Pekok.
“Bangku ini kan panjang dan kosong, sedang tuan hanya memakai satu bangku, bolehkah di bangku ini duduk tiga tuan yang itu, tak apa-apa kan bergabung!” Tokek lalu menunjuk tiga Pendekar Golok Kilat tersebut.
Pendekar Pekok tanpa banyak cincong lantas mengangguk sambil tersenyum kembali. Dengan wajah ceria Tokek di bantu 2 pembantunya sibuk membersihkan bangku di depan Pendekar Pekok lalu mempersilahkan ke tiga orang tadi duduk.
“Wowww…agaknya hari ini ada bangsawan yang menemani kita minum…siapa kamu dan berasal dari mana!” kata Paro sambil duduk dan malah meletakan goloknya di meja, persis di dekat minuman Pendekar Pekok, diikuti dua anak buahnya.
“Saya Malaki…saya bukan orang sini dan saya juga bukan bangsawan!” sahut Pendekar Pekok sambil terus minum pelan dengan santai, tanpa ada rasa takut ataupun jerih seperti para pengunjung warung lain yang mulai terlihat gelisah. Pendekar Pekok sengaja menyebutkan nama aslinya, agar tidak ada yang curiga.
“Waahh Kang…agaknya dia berani juga, ga takut dengan kita!” anak buah Paro yang ada codet di pipinya tertawa dan ikut meletakan goloknya di meja dan kini ketiga orang itu duduk mengelilingi meja itu, berempat dengan Pendekar Pekok.
*****
BERSAMBUNG
“Hehehe…anak muda yang berani…kamu berarti tak kenal siapa kami, kami bertiga adalah pendekar golok kilat dan penguasa daerah ini!” Paro langsung pasang nama, tujuannya agar Pendekar Pekok ketakutan dan cepat-cepat pergi dari warung ini. Julukan ini telah lama mengangkat mereka sebagai pendekar yang paling di takuti di kawasan ini. “Hebatttt…saya merasa terhormat sekali bisa duduk bersama tiga pendekar wilayah ini, mari saya traktir, kalian boleh minum sampai mabuk, saya yang bayar, kalian minum saja sepuasnya, tak usah khawatir, uang saya sangat cukup!” ucap Pendekar Pekok dengan cueknya. “Wahh Kang, dia ngejek kita, masa mau traktir kita…ga tahu dia kalau kita ga pernah bayar, perlu di kasih pelajaran ni orang kang!” pria yang satunya yang wajahnya ada bekas-bekas jerawat hitam nyolot, sambil menatap tajam Pendekar Pekok yang tetap santai di depan mereka. “Kimin, Pano, kasih salam perkenalan kita pada pemuda ga tahu diri ini!” perintah Paro pada dua anak bu
Kimin dan Pano yang kini sudah sadar dari nanarnya, secara kilat langsung melakukan serangan cepat ke tubuh pendekar ini. Tapi kembali mereka kecele, Pendekar Pekok masih tetap duduk dan hanya mengerakan sedikit tubuhnya, serangan-serangan maut itu dengan mudah dihindari.Merasa cukup main-main, Pendekar Pekok lalu berdiri dari kursinya dan dia menyemburkan arak yang tadi di minum ke wajah ketiga orang ini, ketiganya langsung berteriak kesakitan, karena mata mereka terasa sangat perih dan pandangan mereka tiba-tiba saja menjadi gelap.Saat itulah, secepat kilat Pendekar Pekok menendang ketiganya hingga terlempar keluar dari warung ini, saking kerasnya tendangan tadi, ketiganya terlemparke jalanan tanpa ampun, dengan tubuh saling bertumbukan satu sama lainnya, tak lama kemudian terlempar tiga golok mereka yang sudah bengkok di dekat mereka.Barulah kini ketiganya menyadari musuh yang dihadapi sangat sakti, sebab hanya segebrakan saja sudah membuat ketiganya lingk
“Siapa sebetulnya musuh guru kalian…masa kalian tak tahu?” Pendekar Pekok menatap Dusman, dengan wajah keheranan. “Guru hanya berpesan, kalau Abang sudah sampai di padepokan kami, guru sendiri yang akan bercerita!” jawab Dusman cepat. “Hmmm...Ki Jarong…ada rahasia apa sih berteka teki begitu!” Pendekar Pekok lalu terdiam dan termenung, di tatapnya keduanya orang muda ini bergantian. “Sebaiknya kita segera saja ke padepokan kalian, aku khawatir nyawa Ki Jarong dalam bahaya kalau sampai musuhnya itu datang lagi!” Pendekar Pekok lalu berdiri dan dia memanggil Tokek dan membayar semua minuman dan makanan. Awalnya Tokek menolak karena sangat kagum dan berterima kasih atas hajaran yang diberikan pada tiga begundal tadi. Tapi Pendekar ini tetap menyodorkan sepuluh keping uang perak dan berlalu diikuti Dusman dan Nalini. “Anggap uang ini pengganti tiga orang yang suka minum gratis di warung kamu!” “Makasih tuan pendekar…jangan sungkan-sungkan
Prabu Kerta yang lama mendambakan putra dan kini memiliki 2 pangeran sekaligus tentu saja tahu, ada persaingan panas antara sang permaisuri dengan selirnya. Itulah kenapa diam-diam sejak kecil Pangeran Dipa dia latih dengan cara mendatangkan ahli-ahli kanuragan hebat ke Istana, agar Pangeran Dipa kelak menjadi seorang yang kuat dan tangguh.Selir Selasih yang mengetahui ini tentu saja marah dalam hati, tapi dia tak berani terang-terangan menunjukan kemarahannya di depan suaminya yang juga Raja Hilir Sungai ini.Diam-diam dia juga mendatangkan pelatih kanuragan untuk Pangeran Kurna. Namun, Pangeran Kurna tak begitu berbakat dan sehebat Pangeran Dipa. Dia sangat lambat mengalami kemajuan dalam hal ilmu kanuragan.Putri Selasih bahkan sampai marah-marah mengetahui betapa tak berbakatnya putranya ini berlatih ilmu kanuragan. Namun dia akhirnya bisa tersenyum, Pangeran Kurna ternyata mempunyai bakat lain yang tak kalah mengagumkan. Pangeran Kurna punya
Raja Kerta sendiri yang mendengar hal ini tidak mempersoalkan, baginya itu lebih baik, daripada nanti dua anak kembarnya sama-sama dewasa dan berakibat fatal bagi kerajaaanya kelak.Sejak saat itu, hilanglah kisah soal Bik Selai dan bayi yang hilang misterius, tapi bagi Permaisuri Kirna, sampai detik ini dia tetap beranggapan salah satu bayi kembarnya itu masih hidup.Diam-diam dia menemui Panglima Perang Ki Parong yang merupakan kerabat dekat sekaligus orang yang sangat di percayanya, dia minta sang panglima menyelidiki kemana lenyapnya salah satu bayi kembarnya itu.Panglima pun bergerak dengan mengutus dua pengawalnya yang sangat dia percayai, yakni Ki Surai dan Ki Bidu. Tapi bertahun-tahun mencari, bayi itu tetap tak diketahui di mana berada alias hilang misterius.Ki Surai dan Ki Bidu sampai harus berkelana ke kerajaan tetangga, saking penasarannya kenapa satu bayi itu bisa lenyap begitu saja.Namun usaha itu tetap sia-sia, Panglima Ki P
“Terima kasih Malaki, andai kamu terlambat datang, mungkin umurku tak lebih dari 2 minggu lagi!” Ki Jarong menatap wajah Pendekar Pekok sambil menghirup kopi panas, yang juga otomatis menggugah selera makannya yang selama 2 bulanan terganggu.“Ki Jarong siapa musuh kamu itu?” tanya Pendekar Pekok, sambil memakan ubi yang di rebus dan baru saja di hidangkan Nalini, baunya tak kalah harumnya dari kopi tadi.“Namanya Ki Samut, dia merupakan musuh sejak kami sama-sama muda, dia marah karena dulu kalah bersaing denganku merebut seorang hati seorang wanita!” Ki Jarong menghela nafas.Ki Jarong menambahkan, kemarahan Samut saat muda karena dulu kalah di ajang perlombaan jodoh di sebuah kampung.“Saat itu kepala kampung yang sangat terkenal mengadakan lomba mencari jodoh bagi putrinya, aku yang masih muda tentu saja tertarik. Setelah melalui berbagai pertarungan yang semuanya ku menangkan, sampailah aku di pertandingan pu
Samut yang kini tinggal sendirian tak punya kesempatan melarikan diri, dia pun melakukan perlawanan sebisanya. Di saat kritis dan tinggal selangkah lagi nyawa Samut akan melayang, Jarong tiba-tiba terjengkang ke belakang, sebuah pukulan jarak jauh membuat dia tak mampu bertahan.Jarong pun ber salto menghindari serangans susulan, ia tak mau kalah, Jarong membalas serangan yang datang tiba-tiba ini, ia mengerahkan seluruh tenaga dalamnya menyerang orang yang baru datang itu.Tapi kembali serangannya bak membentur tembok keras, sampai-sampai tubuh Jarong terlempar hingga terguling-guling ke tanah, tapi Jarong yang sudah sangat marah kembali bangkit dan bersiap melancarkan serangan susulan kembali.Saat berbalik dan kembali berdiri, Jarong kaget karena tubuh Samut sudah lenyap dan dari kejauhan dia melihat musuh besarnya ini di gendong seseorang yang tak di kenalnya lalu menghilang cepat dalam hutan.Jarong menahan diri untuk mengejarnya, dia sadar orang yan
Dusman yang menyambut serangan Pendekar Pekok dari atas langsung terguling, dia seakan menerima ribuan pukulan yang susul menyusul menerpa wajah dan tubuhnya. Untungnya Pendekar Pekok membatasi tenaganya, sehingga Dusman tak cedera parah, hanya terkaget-kaget saja, tapi itu saja sudah membuktikan bagaimana hebatnya pendekar muda ini. “Kamu lebih fokus lagi Dusman, jangan sungkan, gunakan tendangan!” kata Pendekar Pekok memberi petunjuk. Dusman yang mulai ngos-ngosan mengikuti saran ini, dia pun fokus pada serangan, kali ini Pendekar Pekok kembali mulai membalas. Begitu Dusman melompat dan menendang dengan gaya memutar, kakinya langsung kena tendang secara kilat oleh Pendekar Pekok, Dusman yang baru mengangkat kaki langsung terjatuh ke tanah. Semua murid yang menyaksikan ini kaget bukan main, sebab jatuhnya Dusman tak terlihat di tendang oleh pendekar sakti ini. “Udah cukup Dusman, kamu segera berdiri!” Dusman langsung bangkit dan menunduk horm