Share

Rumah di tengah hutan

Setelah selesai makan dan cukup kenyang, Abisatya membersihkan sisa sisa makanannya dan juga memberikan bekas Bakaran di belakang rumah.

Saat di belakang rumah Abisatya teringat dengan Bena, burung yang kemarin mengikuti nya pulang.

Dia berniat akan menceritakan hal semalam pada istrinya karena istrinya belum mengetahui kalau Bena sudah mati dan bangkai nya dikubur di halaman belakang rumah.

"Istriku, kamu ingat burung kemarin yang mengikuti ku sampai rumah? Tadi pagi aku melihatnya mati di atas perut mu. Aku tidak tahu apa sebabnya ia tiba tiba mati. Yang lebih anehnya selama semalaman Bena terlihat mencium ciumkan paruhnya pada perutmu sampai akhirnya aku melihat Bena sudah tak bernyawa."

Istrinya terlihat sangat kaget saat itu, karena semalaman dia tidak merasakan apa apa, bahkan semalam adalah tidurnya yang paling nyaman menurut nya.

"Aku semalaman tidak merasakan apa apa di perutku, bahkan menurut ku semalam adalah waktu tidurku yang paling nyaman dan lelap."

"Yasudah lupakan saja, lagian juga cuma burung." Abisatya mengira kalau burung itu adalah burung biasa seperti pada umumnya.

Mereka berdua segera membersihkan dirinya masing masing dan bergegas untuk tidur.

Keesokan paginya, Abisatya berniat untuk segera berangkat ke hutan, tempat dia bertemu kakek Byakta kemarin.

Sebelum berangkat seperti biasa, Abisatya berpamitan dengan istrinya terlebih dahulu.

"Istriku, aku mau pergi kehutanan dulu, ingin menemui kakek yang kemarin aku temui."

"Yasudah, kamu hati hati ya, jangan pulang terlalu larut."

Abisatya hari itu memang  sengaja tidak membawa senapan miliknya nya, karena ia ingin berburu dengan cara yang seperti kemarin.

Abisatya telah berdiri di tempat yang sudah di janjikan oleh Kakek Byakta kemarin, ia mulai menunggu kakek Byakta datang.

Tak lama kemudian Kakek Byakta datang sembari membawa batang kayu miliknya.

"Hai nak... Kamu sudah sampai disini rupanya."

"Iyha kek, kan aku sudah bilang kemarin ingin menemui mu lagi." Jawab Abi.

"Ayo kita langsung saja kerumah kakek,"

Mereka berdua mulai berjalan menuju rumah kakek Byakta sambil sedikit berbincang bincang.

"Oh iyha kek, aku kemarin lupa menanyakan nama kakek, nama kakek siapa?" Tanya Abisatya pada Kakek Byakta.

"Panggil saja aku kakek Byakta. Kamu sendiri siapa namanya?"

"Baik kakek Byakta, namaku Abisatya."

"Nama yang bagus, memilik arti kalau kamu orangnya jujur."

"Kakek bisa aja.." sembari tersenyum kearah Kakek Byakta.

Akhirnya mereka berdua sampai di rumah Kakek Byakta, rumah itu terlihat sangat amat sederhana, hanya terbuat dari kayu yang di ikat dengan ranting ranting pohon, atapnya hanya menggunakan dedaunan.

Kemudian Abisatya bertanya pada Kakek Byakta.

"Kakek sudah berapa lama tinggal di sini?"

"Baru 90 tahun nak." Sambil tersenyum kearah Abisatya.

Abi sangat kaget saat itu, karena awalnya Abi mengira kalau umur kakek ini masih 60 tahunan, tapi ternyata lebih dari 90 tahun.

"90 tahun kek? Sedangkan umur kakek Sekarang berapa tahun?"

"Umur kakek 99 tahun lebih nak."

"Wah kakek hebat sekali ya, udah umur segitu tapi badan masih segar, fisik juga masih kuat."

"Kakek hanya menjalani aktivitas kehidupan seperti biasanya nak, dan juga setiap hari kakek melakukan latihan bela diri."

Abisatya semakin takjub dengan kakek Byakta ini, namun Abisatya penasaran apa alasannya bisa hidup di hutan selama 90 tahun. Akhirnya Abisatya memberanikan diri untuk bertanya pada Kakek Byakta.

"Kakek? maaf sebelumnya apa alasan kakek memutuskan untuk hidup di hutan selama 90 tahun, dan selama 9 tahun kakek tinggal dimana sebelumnya?"

"Sebenarnya kakek tak mau mengingat ini lagi nak, tapi kamu sudah terlanjur bertanya, yasudah tapi ini sedikit panjang ceritanya, apa kami mau mendengarkan?"

"Mau kek, aku juga penasaran dengan kakek ini."

"Jadi awalnya begini nak, waktu kakek masih kecil keluarga kakek tinggal di desa sebrang hutan sana, tapi sekarang desa itu sudah di kuasai dengan para pendekar yang sangat kejam dan jahat pada semua orang.

Selama 9 tahun kakek hidup dengan kedua orang tua kakek. Tapi suatu hari tiba tiba ada sekumpulan pendekar jahat yang mengambil alih desa kakek. Orang tua kakek saat itu berusaha menyelamatkan kakek dari para pendekar jahat itu, kakek di suruh berlari kedalam hutan dan kedua orang tua kakek berusaha menghalangi mereka agar tak mengejar kakek. Tapi kakek sempat melihat mereka telah membunuh orang tua kakek dengan sangat kejam. Mangkanya sekarang kakek memutuskan untuk tetap tinggal di dalam hutan dan juga berlatih bela diri, berharap suatu saat kakek bisa membalaskan dendam kakek pada para pendekar pendekar jahat tersebut."

Mendengar semua cerita dari kakek Byakta, Abisatya merasa prihatin atas kondisi Kakek Byakta dahulu.

"Owh begitu ya kek, maafkan aku ya sudah bertanya tentang ini pada Kakek, aku juga turut berdukacita atas meninggalnya kedua orang tua kakek. Sekali lagi maafkan aku kek."

Kesedihan mulai nampak di wajah sang kakek, terlihat sekali kalau kakek sedang membendung air matanya.

"Sudah nak tidak apa apa, kakek juga sudah mengikhlaskan orang tua kakek pergi. Yang kakek masih belum terima adalah cara meninggal nya orang tua kakek, kenapa harus dengan cara di bunuh." Kakek Byakta kemudian mengeluarkan air matanya karena sudah tidak bisa membendung nya.

Abisatya kemudian berusaha menenangkan Kakek Byakta.

"Sudah kek jangan menangis, masa sudah tua nangis gini, hehehe..."

"Kamu itu nak, malah ngatain kakek." Sembari tersenyum ringan.

"Hehehe... Maaf kek, bercanda doang."

Setelah itu, Abisatya memutuskan untuk segera pulang kerumahnya.

"Kek.. maaf ya aku harus pulang dahulu, kakek jangan sedih sedih lagi, aku akan sering datang kesini untuk menemui kakek."

"Iya nak, terimakasih sudah mau bertamu di rumah kakek yang jelek ini, kamu juga hati hati saat pulang."

Abisatya berjalan pergi dari rumah kakek Byakta dan segera menuju pulang kerumahnya dengan membawa ayam hutan yang cukup besar.

Tapi Abisatya juga penasaran dengan pendekar jahat yang di sebutkan Kakek Byakta tadi. Dia berniat untuk membalaskan dendam nya kakek Byakta tapi dia sadar, kalau dirinya tidak bisa bela diri sama sekali.

Akhirnya Abisatya sampai di rumah, istrinya saat itu sedang duduk santai di depan rumah sembari menunggu suaminya pulang.

Dewi Suhita, itu adalah nama istri Abisatya. Dewi Suhita sudah melihat suaminya dari kejauhan. Dia segera berdiri dan menyambutnya.

"Suamiku, kamu bawa apa itu? Terlihat seperti ayam tapi kok besar sekali."

"Ini memang ayam istriku, terlihat besar karena ini ayam hutan, tadi aku memburunya."

Kemudian mereka berdua segera masuk rumah dan bersiap untuk memasak ayam tersebut menjadi sup.

Abisatya mulai membersihkan ayamnya, dan Dewi Suhita istrinya menyiapkan bumbu bumbunya.

Mereka berdua selalu memasak bersama, Karena Abisatya tak mau istrinya terlalu capek, itu akan berdampak pada calon bayinya.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Rohman Abdul
Aku suka ceritanya
goodnovel comment avatar
Muslimah Mus
ya mantap ceritanya aku suka
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status