“Di saat kepala berada di dalam air, peserta boleh menendang lawan di sebelah dengan syarat tidak boleh menendang gentong. Jika ada tepukan tiga kali, berarti dialah pemenangnya. Jika peserta mengeluarkan kepalanya dari dalam air sebelum tiga tepukan, dianggap gugur!” seru Lulala menyebutkan aturan mainnya.Ardo Kenconowoto menyimak dan mengingat-ingat dengan baik aturan pertandingan. Dari teras rumah yang menjadi tribun kehormatan, Kenanga tidak henti-hentinya melirik kepada Ardo yang kalem. Ketika Ardo sesekali memandang ke tribun, Kenanga cepat pura-pura mengedarkan pandangannya.“Lima peserta pertama! Aling Kimaaa!”“Yaaa…!” sorak para penonton lelaki menyambut disebutnya nama itu oleh Lulala.Ternyata yang naik ke atas panggung adalah wanita tinggi besar yang sempat Ardo lihat. Dengan penuh semangat wanita itu naik ke panggung lalu menyapa para penonton dengan mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. Dia menghadap ke semua arah. Sepertinya wanita bernama Aling Kima itu jadi pese
“Tarik napaaas!” teriak Lulala sambil mengangkat tinggi tangan kanannya yang memegang pemukul gong.Kelima peserta pun menarik napas sebanyak-banyaknya, membuat dada-dada mereka mengembang dan membusung.Jika tadi kaum lelaki mendominasi kehebohan, kali ini kaum hawa yang mendominasi kebisingan, meski mereka adalah penonton minoritas. Fenomena itu tidak lain karena kehadiran Ardo Kenconowoto sebagai peserta.Gong!Lulala memukul gong dengan kencang. Maka kelima peserta itu serentak membungkuk, memasukkan seluruh kepalanya hingga leher ke dalam air gentong.Dak! Dak!Belum sampai tiga hitungan, Ardo merasakan paha kanannya ada yang menendang. Dia langsung menduga bahwa yang menendangnya adalah Terong Ireng yang berposisi di sebelah kirinya.Namun, Ardo bergeming. Dia sudah siapkan strategi, yaitu menguatkan kuda-kudanya.“Awas, Aldooo!” teriak Kenanga dan para wanita lainnya, ketika Pulung Ungut yang berkaki panjang bergerak menendang Ardo.Totor Gema dan istrinya terkejut. Ini pertama
Akhirnya, semua peserta Pertandingan Kepala Mati sudah menjalani pertandingan dengan berbagai insiden di atas panggung yang menghibur. Ada sebanyak 26 peserta yang menjadi pemenang di fase penyisihan. Semua pemenang itu otomatis masuk 20 besar, meski jumlahnya lebih dua puluh. Untuk pertandingan antar pemenang, babak dua puluh besar memiliki format satu lawan satu. Jadi akan ada tiga belas pertandingan berikutnya yang akan memperebutkan 13 kemenangan lagi. Sebelum pertandingan one to one dilaksanakan, panitia harus mengumpulkan dulu modal pertarungan 20 besar. Masing-masing peserta harus membayar 15 kepeng. Lulala mengabsen para pemenang satu per satu untuk naik ke panggung menyerahkan pembayarannya. Para pemenang yang dipanggil segera naik ke panggung, menyerahkan 15 kepeng ke sebuah ember kayu, sehingga di dalam ember itu menumpuk kepeng yang banyak. “Anger Jogo!” panggil Lulala. Pemuda tampan yang bernama Anger Jogo segera naik ke panggung. Pemuda itu adalah kakak dari Kenanga
Dak!Blek!Hantaman cukup keras di punggungnya mengejutkan Ardo, sampai-sampai tubuhnya terhentak kaget. Semua penonton jadi ikut terkejut, menyangka Ardo akan gagal bertahan.Di dalam air gentong, ada sedikit air yang menyusup masuk ke dalam mulut Ardo, tetapi itu tidak membuatnya tersedak dan wasit pun tidak melihat adanya kondisi yang dianggap melanggar.Kenanga dan para pendukung Ardo jadi cemas melihat serangan yang kena sasaran itu.Jika lawan bisa menjangkau punggungnya, Ardo sendiri bingung harus berbuat apa. Jika kaki yang kena, dia masih bisa menjauhkan kakinya dari lawan, tetapi punggung, jelas tidak bisa. Dia pun bingung cara melindungi punggungnya karena dia tidak bisa melihat lawannya.Akhirnya, tidak ada cara lain bagi Ardo selain bertahan dengan diam-diam mengalirkan tenaga dalam ke punggungnya, demi mengantisipasi jika ada hantaman lagi.“Haaah!” pekik Aling Kima sambil mengangkat kepalanya keluar dari air gentong. Itu menunjukkan bahwa wanita itu menyerah.“Aduuuh!”
Senangnya Ardo Kenconowoto mendapat hadiah kepeng yang banyak. Gelar Juara Kepala Hidup tidak berarti apa-apa baginya. Itu hanya sekedar gelar tanpa mahkota atau sekedar tulisan pun di dahi. Yang paling penting adalah kepengnya.Setelah puas mengelu-elukan Ardo, para penonton dan penggemar dadakan bagi Ardo membubarkan diri. Mereka juga sadar diri, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan setelah ditinggalkan demi menonton Pertandingan Kepala Mati.Setelah menerima hadiah kepeng sebesar 120 kepeng, Ardo segera menemui Totor Gema.“Maaf, Kepala Desa. Aku mau bayal utang,” ujar Ardo.“Hahaha!” tawa Totor Gema mendengar kata-kata Ardo. Sementara sang istri hanya tersenyum lebar.Di belakang, Kenanga dan Kalini berbisik-bisik.“Benar, dia orang yang menolongku tadi subuh. Aku ingat sekali bicaranya. Dia cadel,” bisik Kenanga kepada Kalini.“Kalau begitu, seharusnya kau berterima kasih kepadanya, Kenanga,” kata Kalini, berbisik pula.“Aku malu jika bicara di depan orang banyak. N
Karena Kepala Desa Totor Gema bertanya terus, jadi Ardo Kenconowoto menceritakan motifnya dalam mengikuti Pertandingan Kepala Mati.Ardo menceritakan bahwa dirinya mendapat tugas dari gurunya untuk membeli nasi bungkus, tapi dia tidak memiliki kepeng. Dia sempat bermalam di pinggir sungai, lalu terbangun oleh jeritan perempuan yang ternyata adalah Kenanga.Ardo tidak menyangka jika demi mendapatkan sekepeng uang membutuhkan perjuangan yang tidak mudah.Karena sudah punya kepeng dan urusan kepeng sudah selesai, Ardo pun berpamitan kepada Totor Gema. Dia harus segera menjalankan tugas dari gurunya, yaitu membeli nasi bungkus.“Baju Kenanga aku pinjam dulu. Aku beljanji, aku akan mengembalikannya nanti. Aku akan cuci sampai belsih,” ucap Ardo sebelum pergi meninggalkan rumah besar itu.“Tidak usah, Aldo. Biarkan jadi kenangan. Dengan demikian, kau akan selalu mengingatku,” kata Kenanga yang dengan berat hati melepas Ardo. Masalahnya, jika Ardo pergi, sulit akan ada lagi pemuda setampan A
“Bangun!” perintah Ardo Kenconowoto kepada Jumadi yang tertelungkup.Seperti orang yang dicocok hidungnya oleh sapi, Jumadi menurut. Dia bangun berdiri dengan wajah lurus tanpa sedikit pun menengok. Namun ada yang aneh, ekspresi wajah Jumadi datar dengan pandangan yang kosong, makasudnya tidak memiliki objek pandang.“Siapa namamu, Kang?” tanya Ardo kepada Jumadi.Warga yang menonton hanya memandangi apa yang dilakukan oleh Ardo, termasuk Juragan Rekso dan putrinya yang bernama Uni Priwangi, yang katanya lebih cantik dari Kenanga.“Jumadi,” jawab Jumadi jujur.Ardo lalu menyingkap sedikit leher baju Jumadi dengan maksud melihat dada Jumadi. Ardo tidak bermaksud melakukan perbuatan asusila. Dia bukan tipe apel makan apel.Dia melihat dada kanan Jumadi bengkak karena memar agak gelap. Ardo yakin bahwa luka itu adalah bekas pukulannya saat kejadian di gelapnya subuh pinggir sungai.“Apakah Kakang yang ingin mempelkosa Kenanga?” tanya Ardo.Mendengar pertanyaan Ardo itu, terkejutlah semua
Di saat pemilik warung makan sederhana membungkuskan nasi, Ardo Kenconowoto melirik kepada Uni Priwangi yang berdiri bersandar di ambang pintu.Uni tersenyum ketika Ardo memandangnya, memaksa Ardo juga balas tersenyum. Sebenarnya Ardo ingin bertanya, tetapi dia belum akrab dengan Uni yang meposisikan dirinya sebagai gadis mahal.Ardo kemudian menerima bingkisan nasi panasnya yang lengkap dengan lauk pauknya. Setelah membayar, Ardo segera keluar dan harus melewati Uni Priwangi.“Silakan, Uni,” ucap Ardo yang menyangka Uni Priwangi berniat memesan juga.“Tidak. Aku menunggumu, Aldo,” kata Uni Priwangi sembari tersenyum dan bergerak keluar mengiringi Ardo keluar.“Kau sepelti cucu Tabib Juku Getil saja,” kata Ardo yang menilai kemiripan karakter Uni Priwangi dengan Semuri.“Siapa? Cucu Tabib Juku Getir? Cucunya wanita?” tanya Uni Priwangi.“Iya,” jawab Ardo sambil naik ke kudanya.“Pasti jelek,” kata Uni Priwangi.“Cantik,” kata Ardo, membuat wajah cantik Uni Priwangi merengut. Lalu tany