Home / Pendekar / Pendekar Tombak Matahari / Hilangnya Tenaga Dalam

Share

Hilangnya Tenaga Dalam

Author: Rana Semitha
last update Last Updated: 2022-02-04 21:59:00

Mata Surya Yudha masih terpejam, tetapi tubuh pemuda itu menggelinjang dan mulutnya tak berhenti meraung. Kepanikan semakin menjadi tatkala Dewi Mayangsari masuk ke ruangan itu, karena keluar darah dari telinga, hidung dan mulut Surya Yudha. 

Luka-luka di tubuh Surya Yudha yang awalnya sudah menutup, kini kembali terbuka.

"Apa yang terjadi?" Ki Arya Saloka menggeleng, masih belum memahami dengan kondisi cucunya. 

"Aliran tenaga dalamnya kacau, organ dalamnya juga mulai hancur. Padahal aku hanya memberinya ilalang emas untuk meningkatkan tenaga dalam." Dewi Mayangsari roboh seketika. Bibirnya bergetar tak dapat mengeluarkan kata-kata yang menumpuk di kepalanya.

"I-ilalang emas? Ayah memberikan ilalang emas?" tanya Dewi Mayangsari tak percaya. Air mata mengalir derastak bisa ia bendung lagi.

"Ya dewa ... kenapa harus terjadi?" lirih Dewi Mayangsari dalam tangisnya. Ki Arya Saloka yang masih sibuk meracik ramuan obat tak menggubris ucapan putrinya.

"Ramuan mahkota dewa, ramuan ini harusnya bisa menghentikan pendarahannya." Ki Arya Saloka meminumkan ramuan itu kepada Surya Yudha, akan tetapi tidak ada perubahan apa pun.

"Surya ... Surya Yudha diberkati dewa matahari. Ilalang emas menjadi sumber kelemahannya." 

"Dewa Matahari? Kenapa aku tidak pernah tahu? Ilalang emas bisa dinetralkan dengan kencana wungu, tapi aku tidak sanggup memberikannya." Ki Arya Saloka menyalurkan hawa murninya kepada Surya Yudha. Walau cara ini belum tentu berhasil, namun Ki Arya Saloka tidak ingin menyerah begitu saja.

"Ayah ... aku mohon. Surya adalah anakku satu-satunya. Asal dia hidup, aku tidak masalah." Dewi Mayangsari terus memohon kepada Ki Arya Saloka. Namun, Ki Arya Saloka tak mendengarkannya dan terus menyalurkan tenaga dalam. "Ayah ... aku mohon."

"Tidak."

"Baik. Jika Surya mati aku akan mengikutinya. Dengan tanggung jawab yang dipikul suamiku, dia pasti bisa hidup walau dalam penderitaan." Ancaman Dewi Mayangsari nyatanya mampu menyentuh hati ayahnya. 

"Kalau kamu dan Surya pergi, apa gunanya ayah hidup? Ayah juga akan ikut kalian," lirih Ki Arya Saloka. Orang tua yang biasanya selalu tegar dan hangat itu, saat ini mengalir air mata penyesalan.

"Ayah akan memberikan ramun kencana wungu. Walau cara ini akan menghancurkan masa depannya, tapi dia masih bisa memperbaiki jika ada niat." Dewi Mayangsari mengangguk dan memeluk ayahnya.  

"Panggilkan beberapa perwira tinggi untuk membantu menyalurkan tenaga dalam. Kamu sudah terlalu lelah, jangan memaksakan diri." Dewi Mayangsari mengangguk dan memanggil beberapa perwira lewat tabib muda yang sedang berjaga.

Beberapa orang berzirah perak dan satu orang menggunakan zirah emas memasuki ruangan dengan wajah cemas. Dalam susunan militer Kerajaan Nara Artha, Surya Yudha adalah seorang anak emas yang tidak boleh mati muda.

Sifat keras kepala namun setia, otak cerdas dan sigap mengambil keputusan, dan kekuatan fisik yang begitu baik membuat Surya Yudha perlu dilindungi.

"Apa yang dapat kami bantu?" tanya Wirmo, prajurit yang menggunakan zirah emas.

"Salurkan tenaga dalam kalian. Aku harus membuat sebuah ramuan penting, tak bisa menyalurkan hawaku kepada Surya. Aku mohon bantuannya."

"Tidak perlu memohon, Ki Arya. Surya sudah seperti anak kami." Ki Arya Saloka mengangguk dan menyingkir dari sisi Surya Yudha.

Wirmo dan lima orang lainnya segera mengambil pisisi dan bersiap menyalurkan tenaga dalam.

Ki Arya Saloka duduk di sudut ruangan. Di hadapannya ada meja kecil dan tempayan serta lumpang kecil dan alu. Dari ruang kosong Ki Arya Saloka mengeluarkan sebuah tanaman bunga yang memiliki kelopak berwarna ungu.

Di petiknya beberapa kelopak bunga itu kemudian ia masukan ke dalam lumpang. Ki Arya Saloka juga mencampurkan beberapa tetes madu hitam dan air laut kemudian menumbuk semua bahan itu.

Sebuah ramuan hitam pekat dengan aroma menyengat tercipta dari kombinasi bahan-bahan tersebut. Dengan tangan bergetar Ki Arya Saloka memindahkan ramuan itu ke dalam mangkuk.

"Wirmo, aku minta tolong. Minumkan ramuan ini pada Surya Yudha. Setelah itu tahan tubuhnya agar tetap duduk. Aku akan mengerjakan sisanya." 

"Baik, Ki." 

Wirmo menerima mangkok itu kemudian meminumkannya kepada Surya Yudha. Wirmo merasakan sesuatu yang aneh dalam diri Surya Yudha setelah ramuan itu memasuki tubuhnya. Gelombang tenaga dalam yang awalnya terpancar kuat perlahan meredup dan hilang sepenuhnya setelah beberapa saat.

"Ki Arya, apa Surya baik-baik saja?" tanya Wirmo ketika melihat tubuh Surya Yudha melemah.

"Dia akan baik-baik saja. Tapi ... perlu waktu lama untuk menyembuhkannya." Wirmo mengangguk tanpa curiga. Luka di tubuh Surya Yudha memang parah. Jika penyembuhannya memerlukan waktu lama, maka pria itu menganggapnya hal yang wajar.

"Apa yang harus kami lakukan setelah ini?"

"Aku akan menangani Surya Yudha, terima kasih sudah membantuku. Setelah bangun nanti cucuku akan membutuhkan banyak waktu untuk bisa ditemui."

"Aku mengerti. Luka separah itu memang perlu banyak istirahat. Semoga Surya Yudha bisa segera pulih," ucap Wirmo tulus. Pria itu pamit kepada Ki Arya Saloka karena harus mengawasi pelatihan para prajurit.

Ki Arya Saloka hanya mengangguk dan memandangi punggung para perwira yang semakin jauh sebelum hilang terpisah pintu.

'Jika mereka memahami maksudku, entah apa reaksi mereka.'

Waktu cepat berlalu, sudah tujuh hari Surya Yudha tak sadarkan diri semenjak meminum ramuan ilalang emas. Indra Yudha yang baru selesai menjalankan misi langsung menjenguk putranya yang masih belum sadar.

Ki Arya Saloka dan Dewi Mayangsari menemani Indra Yudha yang masih dirawat di balai pengobatan. Mereka berdua menceritakan semua tanpa menutupi satu apa pun.

Indra Yudha terlihat marah dan kecewa. Tidak pada putranya, tetapi pada orang yang membuat putranya seperti ini.

"Jika seperi ini, aku akan menulis surat pengunduran diri untuknya."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Ruby Camden
Dia Memang perempuan... lebih jauh lagi dia masih seorang bocah
goodnovel comment avatar
Djisamsoe
Dari bab ini, aku menduga Authornya perempuan ......
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 121

    Bab 121Surya Yudha menatap ayahnya dengan lembut. Dia sudah memprediksi hal ini akan terjadi dan dia juga sudah menyiapkan jawaban untuk ini. Dengan tenang dia berkata pada Indra Yudha. “Ayah, maaf, untuk saat ini aku belum ingin kembali.”“Kenapa?”“Aku ingin berkelana lebih lama. Ada banyak hal yang ingin aku lihat.”Indra Yudha mengerutkan keningnya hingga alisnya tertaut. “Kau yakin? Dengan kemampuanmu sekarang, kau bisa mendapatkan jabatan yang tinggi.”Surya Yudha mengangguk. “Tentu saja. Aku sudah memikirkan semua ini, Ayah.”“Kau tidak ingin kembali? Kenapa? Jika kau ingin melihat dunia, kau juga bisa melihat dunia saat menjalankan misi, kan?”Surya Yudha menatap Gendon sejenak, lalu tersenyum tipis. “Aku ingin pergi bersama Gendon. Menjelajahi dunia dan menambah pengalaman. Di Nara Artha, aku memang mendapatkan banyak pengalaman bertarung, tetapi tidak untuk pengalaman hidup.”“Kau sudah memikirkannya matang-matang?”“Aku sudah memikirkannya, Ayah. Sejak melihat bagaimana

  • Pendekar Tombak Matahari   bab 120

    Bab 120Surya Yudha membeku mendengar ucapan Ki Arya Saloka. Dia menatap Ki Arya Saloka dengan tatapan memohon. Namun, bukannya diam, ki Arya Saloka malah mengatakan sesuatu yang membuat situasi semakin panas.“Wanita pertama yang mengenal Surya mungkin adalah Rengganis. Wanita pertama yang dilamar secara resmi oleh Surya mungkin adalah Ningrum. Namun, aku jamin, wanita pertama yang membuatnya tidak bisa tidur nyenyak adalah Sekar.”Wajah Surya Yudha memerah, dia kembali membayangkan bagaimana moleknya tubuh Sekar saat gadis itu dikelilingi para bandit. Namun, bayangan itu tidak bertahan lama karena Surya Yudha merasakan tatapan mengintimidasi ke arahnya. Dia menoleh dan melihat Rengganis dan Ningrum yang kompak memberikan tatapan tajam.“Kalian jangan salah paham. Aku … aku tidak melakukan apa pun.”Ningrum mendengus. “Kau pikir aku akan percaya?”“Apa kau pikir aku akan percaya setelah kau melakukan hal itu padaku?” ucap Rengganis dengan tatapan tajam.Surya Yudha menunduk, dia ingi

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 119

    Bab 119Pintu ruang terbuka dengan keras, sosok Ki Arya Saloka yang menggunakan jubah coklat tanah kini berdiri di ambang pintu dengan tatapan tajam jatuh pada Gendon.Gendon yang tidak menyangka gurunya mendengar ucapannya, ketakutan setengah mati. Jika biasanya dia bisa mengalihkan pembicaraan saat gurunya sedang marah, kali ini dia tidak bisa berkutik.“Kau tidak mau menuruti perkataanku, dan kau membicarakanku di belakang, apa kau masih pantas menjadi muridku?”Gendon bisa merasakan kemarahan di setiap ucapan Ki Arya Saloka. Dia bergegas menghampiri gurunya dan menjatuhkan lututnya ke lantai.“Guru, maafin Gendon. Bukan maksud Gendon mau membantah.”Ki Arya Saloka mendengus. “Apa kau pikir berlututmu ini cukup untuk membuatku memaafkanmu?”Gendon mengangkat wajahnya, berusaha bersikap setenang mungkin meski suaranya kini bergetar. “Guru, gendon nerima ajian lumut ini juga bukan tanpa alasan. Kalo gendon punya jatah hidup tak terbatas kan bisa buat bantu-bantu guru juga.”“Kau piki

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 118

    Bab 118Pasar budak menjadi begitu ramai setelah berita tentang kehancuran kelompok Harimau Besi menyebar ke beberapa kerajaan sekitar. Banyak di antara mereka yang dulu keluarganya diambil paksa oleh kelompok Harimau Besi, datang dengan harapan keluarga mereka menjadi salah satu budak yang masih selamat.Di tengah keramaian tersebut, pasar budak kembali digemparkan dengan kelompok iring-iringan yang membawa bendera kerajaan Nara Artha. Panji-panji pasukan putting beliung berkibar, tanda jika kelompok tersebut berasal dari militer Nara Artha, yaitu pasukan putting beliung.Kuda perang berwarna cokelat berjalan dengan gagah, di atasnya seorang pria patuh baya duduk dengan tenang, tatapan matanya tajam memindai sekitarnya. Hanya dalam sekali lihat, orang-orang isa tahu jika dia bukan sosok biasa.Sementara itu, di dalam penginapan, Surya Yudha sedang duduk bersama Ningrum dan Rengganis. Kedua wanita itu tampak baik-baik saja di permukaan, tetapi di belakang, mereka berdua tidak bisa ber

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 117

    Bab 117Begitu kalimat tersebut terucap, Maung Bodas mengembuskan napas terakhirnya dalam posisi duduk. Gendon melotot tak percaya, segera bangkit dan mengguncang tubuh Maung Bodas. Namun, tidak ada jawaban, dan saat Gendon memeriksa nadi di pergelangan tangan, tidak ada denyut yang terasa.Gendon menghela napas panjang dan menatap Surya Yudha. “Yah, Den, gimana ini? Padahal belum dibunuh tapi udah meninggal duluan.”Ki Antasena yang awalnya terkesan dengan tindakan Gendon, tidak bisa tidak mendengus kesal.“Kupikir kau peduli dengannya. Ternyata oh ternyata.”“Ya kan perjanjiannya kalo Gendon udah nurunin ajian lumut ini den Bagus bakal bunuh Ki Maung, lha ini belum diapain kok udah meninggal duluan, kan ingkar janji namanya.”Surya Yudha menggelengkan kepala. Dia bahkan sudah kehilangan keinginan untuk membunuh Maung Bodas, bagaimana mungkin Gendon yang mendapat pertolongan dari sosok tersebut malah sangat bersemangat? Dia benar-benar kehabisan kata-kata.“Eh, tapi kita jangan bany

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 116

    Bab 116Apa yang baru saja Gendon katakan seperti petir di telinga Ki Arya saloka. Tubuhnya gemetar karena marah. Dia menoleh, menatap muridya itu dengan mata memerah.“Apa yang kau katakan?”Gendon menunduk, lalu kembali menatap gurunya dengan ragu-ragu. “Gendon mau, Guru. Gendon harus hidup untuk mencapai cita-cita Gendon.”Ki Arya Saloka menggertakkan giginya. “Kau adalah murid tunggal Arya Saloka, tabib terbaik di tanah majapura, kau masih khawatir tidak bisa mencapai cita-citamu itu?”Gendon mencoba mengubah posisi duduknya menjadi bersimpuh. “Guru, Gendon sudah pernah baca tentang racun tulang putih. Gendon tau kalo racun itu sangat berbahaya meski tidak langsung matiin Gendon.”“Kau meragukan kemampuanku?”“Gendon mana berani, Guru?”“Lalu kenapa kau mengatakan itu?”Gendon mengangkat wajahnya, matanya sudah memerah. “Gendon … Gendon Cuma takut. Gendon tau efek racun itu. tulang-tulang Gendon akan serapuh kapur, kalo apes, Gendon bakal mati dengan tubuh lemes tanpa bentuk. Kal

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status