Home / Pendekar / Pendekar Tombak Matahari / Matahari tertutup oleh rembulan

Share

Matahari tertutup oleh rembulan

Author: Rana Semitha
last update Last Updated: 2022-02-04 22:00:31

Panglima Besar Indra Yudha menulis surat pengunduran diri Surya Yudha dan menyerahkannya ke Raja Wirya Semitha. Hari itu juga, Panglima Besar Indra Yudha resmi mencopot Surya Yudha dari jajaran militer kerajaan Nara Artha.

Istana terlihat ramai karena banyak pejabat militer yang menolak keputusan Panglima Besar Indra Yudha mengenai pengunduran Surya Yudha yang masih dinilai sepihak.

Surya Yudha bahkan belum bangun dari tidur panjangnya, tetapi Panglima Besar Indra Yudha sudah menurunkan perintah untuk mencopot Surya Yudha dan meresmikannya.

"Maaf, Panglima besar, saya rasa pencopotan Surya Yudha adalah sesuatu yang berlebihan. Apalagi jika alasannya adalah karena gagal melindungi Putra Mahkota." Wirmo menjadi orang yang pertama menolak keputusan Panglima Besar Indra Yudha.

"Benar, Panglima. Tanpa kehadiran Surya Yudha, maka kekuatan generasi muda kita akan menurun banyak."

"Jangan karena Surya Yudha sudah melebihi temannya dalam segala hal maka kalian memandang tinggi pemuda itu," ucap Panglima Besar Indra Yudha.

  Panglima Besar Indra Yudha masih tidak mau mengatakan jika tenaga dalam Surya Yudha saat ini tersegel, karena membuat beberapa orang kecewa dan justru menyalahkan ayah mertuanya.

"Keputusan sudah dibuat. Bahkan jika yang mulia Raja Wirya Semitha yang meminta, aku tidak dapat berbuat banyak karena Ki Arya Saloka ingin membawa cucunya pergi dari kerajaan ini." Orang-orang yang mendengar ucapan Panglima Besar Indra Yudha semakin terkejut karena jika Ki Arya Saloka membawa Surya Yudha, maka kecil kemungkinan Surya Yudha kembali dalam dunia militer.

"Jika hal ini sudah menyangkut Ki Arya Saloka, maka saya tidak akan mendebatnya." Beberapa pejabat militer yang protes langsung kepada Panglima Besar Indra Yudha memilih mundur daripada memperdebatkan hal kosong.

Perdebatan juga terjadi dalam sidang di istana. Raja Wirya Semitha menolak pengunduran diri Surya Yudha. Pangeran Abimanyu juga tidak ingin mengganti Surya Yudha dengan siapa pun di kerajaan ini.

"Maaf, Panglima. Saya rasa mencopot Surya Yudha adalah tindakan yang berlebihan. Surya Yudha sudah melindungiku hingga terluka parah. Yang harus kita lakukan saat ini adalah membiarkannya istirahat dan memberinya lencana kehormatan. Bukan dengan mencopot jabatannya." 

"Maaf yang mulia, saat ini Surya Yudha sudah tidak layak menjadi pengawal Anda lagi. Saya mohon pangeran memahaminya dan memberikan kesempatan untuk dirinya berkembang."

 Pangeran Abimanyu masih ngotot mempertahankan keinginannya agar Surya Yudha tidak dicopot. Namun, keputusan Panglima Besar Indra Yudha tidak dapat diganggu gugat. "Bukankah Surya Yudha akan terus berkembang jika dia terus berlatih? Bahkan dia juga bisa menggantikan posisi Panglima Besar suatu saat nanti." 

Saat perdebatan alot terjadi, Ki Arya Saloka secara pribadi ingin bertemu dengan Pangeran Abimanyu dan Raja Wirya Semitha.

"Yang Mulia, anda berhutang padaku untuk minum teh bersama dan aku ingin menagihnya saat ini juga." Ki Arya Saloka menyerobot masuk dalam rapat kerajaan.

"Tentu saja, Ki Arya. Suatu kehormatan bagiku bisa meminum teh bersama Anda."

Ki Arya Saloka tersenyum tipis dan menggeleng pelan. "Jangan terlalu berlebihan, Yang Mulia. Orang tua ini takut jika jiwaku melayang." 

Raja Wirya Semitha kembali tertawa. "Pelayan! Siapkan jamuan di kediamanku!"

Beberapa pelayan menyiapkan jamuan kecil di kediaman pribadi Raja Wirya Semitha. Panglima Besar Indra Yudha juga turut diundang dalam jamuan kali ini.

"Terima kasih, Ki Arya Saloka sudah mau berkunjung ke kediamanku yang sederhana ini."

"Jika kediamanmu yang begitu bagus seperti ini dibilang sederhana, apakah Anda akan menyebut kediamanku sebagai gubug? Atau seonggok kayu yang ditumpuk rapi hingga bisa ditempati manusia bau tanah?" Ki Arya Saloka tampaknya kesal dengan sifat raja Wirya Semitha yang terlalu merendah.

"Maaf jika perkataanku menyinggung Anda, Ki Arya," ucap Raja Wirya Semitha tak enak hati.

"Tidak masalah. Hanya saja rasanya kurang pantas jika seorang raja terlalu merendah," balas Ki Arya Saloka cuek. "Baiklah, Yang Mulia. Aku ingin mengatakan satu hal tentang Surya Yudha kepada Anda. Aku juga ingin meminta satu hal kepadamu, Yang Mulia. Apa yang Mulia bisa memberikan hal itu padaku?"

"Jika saya mampu, Saya akan memberikannya. Tapi saya tidak bisa menjanjikan sesuatu yang diluar kemampuan saya." Ki Arya terlihat puas saat mendengar jawaban Raja Wirya Semitha.

"Baiklah, aku akan mengatakan tentang Surya Yudha di sini. Saya juga akan memberikan sebuah janji kepada Yang Mulia."

Ki Arya Saloka mulai menceritakan tentang kondisi Surya Yudha yang hampir mati, tenaga dalamnya yang tersegel dan tanaman ilalang emas yang membuat Surya Yudha melemah.

Raja Wirya Semitha mendengarkan dengan saksama dan sesekali mengangguk paham. Ki Arya Saloka berniat membawa cucunya pergi dari kerajaan Nara Artha agar bisa berguru di padepokan milik teman Ki Arya Saloka. Dengan begitu, kesempatan Surya Yudha menjadi kuat lebih besar.

"Janji saya adalah, di masa depan, Surya Yudha akan pulang jika kerajaan membutuhkannya dan hatinya tergerak. Namun, hal itu hanya berlaku sekali. Jika Anda sudah menggunakan kesempatan itu, sekali Surya Yudha pergi maka saya tidak bisa memastikan kapan dia kembali."

Raja Wirya Semitha terlihat berpikir keras. Ia tidak menyangka jika Surya Yudha akan berakhir seperti ini. Namun, ia yakin dengan tekad dan semangat Surya Yudha, pemuda itu bisa kembali bangkit. "Jika memang ini untuk kebaikan Surya Yudha, maka tidak ada yang boleh menghalanginya. Aku percaya jika Ki Arya dan Surya Yudha adalah orang yang menepati janji."

Raja Wirya Semitha menatap tajam panglimanya, terlihat kecewa saat tahu jika penglimanya tidak jujur dalam hal ini. "Hal sepenting ini kenapa kau sembunyikan dariku, Indra? Kita sudah bersahabat sejak kecil. Begitu pun anak kita. Aku akan melepasnya dengan ikhlas dan memberikan alasan yang masuk akal tanpa menjatuhkan harga diri Surya Yudha."

"Itu karena Indra Yudha kurang memahami kondisi anaknya. Dia adalah seorang prajurit. Wajar jika ada penyampaiannya yang salah tentang kondisi seseorang," ujar Ki Arya Saloka. 

Melihat Ki Arya Saloka membela Panglima Besar Indra Yudha membuat Raja Wirya Semitha diam tak mau memperpanjang masalah walau alasannya terdengar tabu. 

"Tehnya mulai dingin. Jika tidak segera diminum rasanya akan kurang enak." Ki Arya Saloka mencoba mencairkan kecanggungan yang terjadi. Panglima Besar Indra Yudha dan Raja Wirya Semitha kompak mengangkat gelasnya berniat mengajak bersulang.

"Hei. Ini hanyalah teh. Jika kalian ingin bersulang maka sebaiknya kita minum arak!" ucap Ki Arya Saloka.

Raja Wirya Semitha setuju dengan usulan Ki Arya Saloka. Dirinya nmeminta kepada pelayan agar membawakan beberapa guci arak terbaik. 

"Anggap saja sebagai arak perjumpaan," ucap raja Wirya Semitha yang diangguki dua rekan minumnya.

Saat Ki Arya Saloka hendak meminum araknya, seorang penjaga melapor jika Surya Yudha siuman. Ki Arya Saloka pamit untuk memeriksa kondisi Surya Yudha. 

Perjamuan itu akhirnya harus berakhir singkat karena baik Pangkima Besar Indra Yudha maupun Raja Wirya Semitha ingin melihat kondisi Surya Yudha.

***

Di ruangan Surya Yudha dirawat, Dewi Mayangsari selalu menemani Surya Yudha. Untuk beberapa hari ini wanita itu bahkan mengabaikan suaminya yang baru pulang dari misi. 

"Nak ... kenapa kamu tidak sadar juga?" ucap Dewi Mayangsari bersedih. Setetes air mata yang keluar menyusuri pipi mulusnya hingga jatuh di tangan Surya Yudha yang sedang ia pegang.

"I ... ibu." Suara yang begitu lirih, tetapi cukup jelas di telinga Dewi Mayangsari, membuat wanita itu menyeka airmatanya dan mengumbar senyum kebahagiaan. 

"Surya ... kamu sadar, nak?" ucap Dewi Mayangsari bahagia. "Penjaga! Panggilkan Ki Arya Saloka sekarang juga! Katakan padanya jika Surya Yudha telah sadar."

Penjaga itu mengangguk dan pergi meninggalkan Balai Pengobatan. Beberapa saat berlalu, si penjaga yang pergi sudah kembali bersama Ki Arya Saloka dan dua pria lainnya.

Senyum tipis terbit di bibir Ki Arya Saloka. Namun, senyum itu hilang ketika ia menemui Surya Yudha dan mendapat pertanyaan yang paling menyakitkan selama hidupnya.

"Eyang ... apa yang terjadi kepadaku?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 121

    Bab 121Surya Yudha menatap ayahnya dengan lembut. Dia sudah memprediksi hal ini akan terjadi dan dia juga sudah menyiapkan jawaban untuk ini. Dengan tenang dia berkata pada Indra Yudha. “Ayah, maaf, untuk saat ini aku belum ingin kembali.”“Kenapa?”“Aku ingin berkelana lebih lama. Ada banyak hal yang ingin aku lihat.”Indra Yudha mengerutkan keningnya hingga alisnya tertaut. “Kau yakin? Dengan kemampuanmu sekarang, kau bisa mendapatkan jabatan yang tinggi.”Surya Yudha mengangguk. “Tentu saja. Aku sudah memikirkan semua ini, Ayah.”“Kau tidak ingin kembali? Kenapa? Jika kau ingin melihat dunia, kau juga bisa melihat dunia saat menjalankan misi, kan?”Surya Yudha menatap Gendon sejenak, lalu tersenyum tipis. “Aku ingin pergi bersama Gendon. Menjelajahi dunia dan menambah pengalaman. Di Nara Artha, aku memang mendapatkan banyak pengalaman bertarung, tetapi tidak untuk pengalaman hidup.”“Kau sudah memikirkannya matang-matang?”“Aku sudah memikirkannya, Ayah. Sejak melihat bagaimana

  • Pendekar Tombak Matahari   bab 120

    Bab 120Surya Yudha membeku mendengar ucapan Ki Arya Saloka. Dia menatap Ki Arya Saloka dengan tatapan memohon. Namun, bukannya diam, ki Arya Saloka malah mengatakan sesuatu yang membuat situasi semakin panas.“Wanita pertama yang mengenal Surya mungkin adalah Rengganis. Wanita pertama yang dilamar secara resmi oleh Surya mungkin adalah Ningrum. Namun, aku jamin, wanita pertama yang membuatnya tidak bisa tidur nyenyak adalah Sekar.”Wajah Surya Yudha memerah, dia kembali membayangkan bagaimana moleknya tubuh Sekar saat gadis itu dikelilingi para bandit. Namun, bayangan itu tidak bertahan lama karena Surya Yudha merasakan tatapan mengintimidasi ke arahnya. Dia menoleh dan melihat Rengganis dan Ningrum yang kompak memberikan tatapan tajam.“Kalian jangan salah paham. Aku … aku tidak melakukan apa pun.”Ningrum mendengus. “Kau pikir aku akan percaya?”“Apa kau pikir aku akan percaya setelah kau melakukan hal itu padaku?” ucap Rengganis dengan tatapan tajam.Surya Yudha menunduk, dia ingi

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 119

    Bab 119Pintu ruang terbuka dengan keras, sosok Ki Arya Saloka yang menggunakan jubah coklat tanah kini berdiri di ambang pintu dengan tatapan tajam jatuh pada Gendon.Gendon yang tidak menyangka gurunya mendengar ucapannya, ketakutan setengah mati. Jika biasanya dia bisa mengalihkan pembicaraan saat gurunya sedang marah, kali ini dia tidak bisa berkutik.“Kau tidak mau menuruti perkataanku, dan kau membicarakanku di belakang, apa kau masih pantas menjadi muridku?”Gendon bisa merasakan kemarahan di setiap ucapan Ki Arya Saloka. Dia bergegas menghampiri gurunya dan menjatuhkan lututnya ke lantai.“Guru, maafin Gendon. Bukan maksud Gendon mau membantah.”Ki Arya Saloka mendengus. “Apa kau pikir berlututmu ini cukup untuk membuatku memaafkanmu?”Gendon mengangkat wajahnya, berusaha bersikap setenang mungkin meski suaranya kini bergetar. “Guru, gendon nerima ajian lumut ini juga bukan tanpa alasan. Kalo gendon punya jatah hidup tak terbatas kan bisa buat bantu-bantu guru juga.”“Kau piki

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 118

    Bab 118Pasar budak menjadi begitu ramai setelah berita tentang kehancuran kelompok Harimau Besi menyebar ke beberapa kerajaan sekitar. Banyak di antara mereka yang dulu keluarganya diambil paksa oleh kelompok Harimau Besi, datang dengan harapan keluarga mereka menjadi salah satu budak yang masih selamat.Di tengah keramaian tersebut, pasar budak kembali digemparkan dengan kelompok iring-iringan yang membawa bendera kerajaan Nara Artha. Panji-panji pasukan putting beliung berkibar, tanda jika kelompok tersebut berasal dari militer Nara Artha, yaitu pasukan putting beliung.Kuda perang berwarna cokelat berjalan dengan gagah, di atasnya seorang pria patuh baya duduk dengan tenang, tatapan matanya tajam memindai sekitarnya. Hanya dalam sekali lihat, orang-orang isa tahu jika dia bukan sosok biasa.Sementara itu, di dalam penginapan, Surya Yudha sedang duduk bersama Ningrum dan Rengganis. Kedua wanita itu tampak baik-baik saja di permukaan, tetapi di belakang, mereka berdua tidak bisa ber

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 117

    Bab 117Begitu kalimat tersebut terucap, Maung Bodas mengembuskan napas terakhirnya dalam posisi duduk. Gendon melotot tak percaya, segera bangkit dan mengguncang tubuh Maung Bodas. Namun, tidak ada jawaban, dan saat Gendon memeriksa nadi di pergelangan tangan, tidak ada denyut yang terasa.Gendon menghela napas panjang dan menatap Surya Yudha. “Yah, Den, gimana ini? Padahal belum dibunuh tapi udah meninggal duluan.”Ki Antasena yang awalnya terkesan dengan tindakan Gendon, tidak bisa tidak mendengus kesal.“Kupikir kau peduli dengannya. Ternyata oh ternyata.”“Ya kan perjanjiannya kalo Gendon udah nurunin ajian lumut ini den Bagus bakal bunuh Ki Maung, lha ini belum diapain kok udah meninggal duluan, kan ingkar janji namanya.”Surya Yudha menggelengkan kepala. Dia bahkan sudah kehilangan keinginan untuk membunuh Maung Bodas, bagaimana mungkin Gendon yang mendapat pertolongan dari sosok tersebut malah sangat bersemangat? Dia benar-benar kehabisan kata-kata.“Eh, tapi kita jangan bany

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 116

    Bab 116Apa yang baru saja Gendon katakan seperti petir di telinga Ki Arya saloka. Tubuhnya gemetar karena marah. Dia menoleh, menatap muridya itu dengan mata memerah.“Apa yang kau katakan?”Gendon menunduk, lalu kembali menatap gurunya dengan ragu-ragu. “Gendon mau, Guru. Gendon harus hidup untuk mencapai cita-cita Gendon.”Ki Arya Saloka menggertakkan giginya. “Kau adalah murid tunggal Arya Saloka, tabib terbaik di tanah majapura, kau masih khawatir tidak bisa mencapai cita-citamu itu?”Gendon mencoba mengubah posisi duduknya menjadi bersimpuh. “Guru, Gendon sudah pernah baca tentang racun tulang putih. Gendon tau kalo racun itu sangat berbahaya meski tidak langsung matiin Gendon.”“Kau meragukan kemampuanku?”“Gendon mana berani, Guru?”“Lalu kenapa kau mengatakan itu?”Gendon mengangkat wajahnya, matanya sudah memerah. “Gendon … Gendon Cuma takut. Gendon tau efek racun itu. tulang-tulang Gendon akan serapuh kapur, kalo apes, Gendon bakal mati dengan tubuh lemes tanpa bentuk. Kal

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status