“Terima kasih, karena Mbak tadi sudah menyelamatkan hidup saya.”
Elin terkekeh geli. “Tidak perlu berterima kasih, Mas Raja. Saya harus mengatakannya karena saya benar-benar melihat kalau kedua tangan Mas Raja tidak ke belakang untuk menepuk—maaf—tubuh belakang wanita tadi.” Elin berbisik jenaka. Membuat Raja tertawa renyah.
Elin mengerjap beberapa kali.
Jantungnya tiba-tiba saja berdebar tak karuan. Pria di depannya ini memiliki wajah yang tampan, tapi setelah tertawa seperti ini, ketampanannya kenapa bisa bertambah berkali lipat?
Elin menelan saliva susah payah. Sudah lama sekali ia tidak merasakan jantungnya dag dig dug nyaris meledak seperti sekarang.
Rasanya seperti… jatuh cinta?
Masa iya kalau dia jatuh cinta? Secepat itu??
“Mbak Velindira… Halo… Mbak?”
Elin terkesiap saat merasakan sentuhan di lengannya. Manik matanya langsung bertatapan dengan manik mata Raja yang meneduhkan. Ternyata dia melamun ya?
Jantung Elin semakin berdebar kencang. Dengan refleks ia mundur beberapa langkah. Takut kalau Raja mendengar detakan itu.
Namun sayang, Elin malah tersandung kakinya sendiri. Untung saja Raja dengan sigap menarik sebelah lengannya sampai tubuh mereka nyaris bertabrakan. Beberapa orang yang sedang lalu lalang di halte tersebut tersenyum diam-diam, karena merasa pemandangan di depan mereka persis seperti adegan romantis film percintaan.
Elin dan Raja saling pandang dengan jarak wajah beberapa sentimeter saja. Elin mengerjap beberapa kali. Ia segera membebaskan tangannya dari pegangan Raja, dan kembali mundur beberapa langkah.
Jantungnya semakin kencang saja debarannya. Pria asing di depannya ini tidak boleh mendengarnya!
“Maaf, saya tidak bermaksud mengejutkan Mbak Velindira.”
Pria itu ikut mundur. Wajahnya tampak cemas. “M-maaf juga tadi lancang memegang tangan Mbak Velindira. S-saya tidak bermaksud kurang ajar.”
Elin menggeleng kencang. Pria ini pasti salah paham. Jangan sampai Raja berpikir jika Elin menganggap Raja adalah penjahat kelamin seperti apa yang tadi dilakukan Erika. “Oh… tidak apa-apa, Mas Raja. Justru saya berterima kasih pada Mas Raja. Kalau tidak, saya bisa jatuh dengan cara yang memalukan.” Elin meringis malu. “Maaf ya, saya tadi begong tidak jelas,” lanjut Elin, lalu tertawa kaku. “T-tiba-tiba ingat pekerjaan,” lanjut Elin kembali sambil mengusap tengkuknya gugup.
Ya ampun… gugup??
Rasa itu juga sudah lama ia tinggalkan. Entah sudah berapa tahun sejak ‘saat pertama kali’ Elin merasakan apa yang namanya ‘gugup’. Kenapa di depan Raja ia semudah itu gugup??
Pria ini penyihir ya?
“Ada pekerjaan yang belum selesai?”
Elin menggeleng, lalu mengangguk. “I-iya. Pekerjaan yang lumayan bikin pusing kepala.” Kali ini Elin memijat dahinya agar terlihat nyata.
‘Wah… Elin, mau jadi pemain sinetron ya? Aktingmu bagus sekali,’ sindir Elin pada diri sendiri di dalam hati.
“Kepala Mbak Velindira sakit??” tanya Raja perhatian. Entah sejak kapan pria ini sudah kembali mendekat. Yang pasti, wajah mereka kembali berjarak sangat dekat.
Elin kembali mengerjap-ngerjap. Wajahnya kini memanas.
Ya ampun, ada apa dengannya??
“Saya—”
Elin menghentikan ucapannya saat merasakan getaran di saku jas yang ia kenakan. Ponselnya bergetar lama. Menandakan ada seseorang yang menghubunginya.
“Maaf, sebentar. Saya angkat telepon dulu ya.”
Setelah melihat anggukan sopan Raja, Elin merogoh saku jasnya sambil berjalan sedikit menjauh dari Raja.
Bibirnya tersenyum riang saat melihat ID pemanggil. Membuat Raja yang berada tak jauh dari tempat Elin berdiri terpesona.
‘Wanita itu benar-benar cantik. Dan… siapa yang berhasil membuat wanita itu tersenyum senang seperti ini?’ pikir Raja.
“Halo, Bim.”
>> “Kamu di mana? Aku udah mau sampai.”
“Aku sudah di halte Fastbus. Tinggal turun tangga, aku sudah sampai di halte bus biasa.”
>> “Tunggu di sana ya. Aku bentar lagi nyampe.”
“Hmm.”
>> “Tunggu di tempat ramai!”
Elin memutar bola mata malas. “Apakah kamu takut aku diculik? Aku bukan anak kecil.”
>> “Memang kamu pikir cuma anak kecil yang bisa diculik? Orang dewasa juga bisa, tau! Lagian ya, kamu masih berharga lah buat diculik. Seribu rupiah kan lumayan kebuang kalau orangnya minta tebusan segitu.”
Elin mendelik galak walaupun sudah pasti seseorang di seberang telepon tidak akan tahu ia melakukan hal itu. “Kamu pikir aku gorengan?! Jangan tertawa, Bima!” kesal Elin setelah hanya mendapat balasan tawa terbahak.
Raja yang masih memperhatikan Elin, tersentak mendengar sebuah nama keluar dari mulut wanita cantik tersebut.
‘Bima? Bukankah itu nama yang biasa digunakan laki-laki?’
Hati Raja tiba-tiba terganggu saat nama itu keluar dari mulut cantik Elin.
Salahnya sih, mengapa mencuri dengar sejak tadi.
“Ya sudah aku matikan!”
Raja segera mengalihkan pandangan ke arah lain setelah mendengar wanita itu berucap kesal pada seseorang di seberang sana yang sudah pasti bernama Bima. Ia tidak ingin tertangkap basah memperhatikan wanita cantik itu.
“Apa?? Cepat sekali sudah sampai. Ya sudah. Hm. Ya-ya. Bye.”
Refleks Raja kembali menoleh ke arah Elin. Memperhatikan wanita itu menutup panggilannya, lalu memasukkan benda pipih yang sejak tadi menempel di telinga masuk ke dalam saku jas.
Raja memaksakan senyum kecil saat Elin kembali menatapnya.
“Maaf, Mas Raja, saya sudah dijemput.”
Raja terdiam.
Dijemput? Si Bima-Bima itu pasti. Kekasihnya kah?
Raja mengangguk ragu setelah beberapa saat terdiam. Ia berusaha mengenyahkan rasa tak nyaman di hati. Wanita di depannya ini baru pertama kali bertemu dengannya. Pantaskah ia seperti kekasih yang posesif?
Gila!
Apa yang dia pikirkan?!
Mau wanita bernama Velindira itu sudah punya kekasih atau belum, apa hubungannya dengan dirinya?
“Sekali lagi, terima kasih atas bantuannya, Mbak Velindira.”
Wanita cantik di depannya ini tertawa renyah. Membuat darah Raja berdesir.
“Sekali lagi berterima kasih, Mas Raja bisa dapat hadiah hiburan,” canda Velindira dengan memamerkan senyum cantiknya.
Raja menelan saliva susah payah. Matanya memejam sesaat. Mengingat jika wanita ini bisa saja sudah punya kekasih. Memang tidak ada salahnya menyukai orang. Kita bahkan tidak bisa mengendalikan hati jika sudah terpesona. Hanya saja, Raja ingin mengembalikan kewarasannya ke awal, sebelum bertemu wanita menawan ini. Ia tidak ingin menyiksa diri menyukai milik orang lain.
Mata Raja kembali membuka, ia balas dengan senyum. “Saya dengan senang hati menerima hadiah hiburannya,” balas Raja. Berusaha membalas candaan Velindira sewajarnya.
Kedua tangan Raja mengepal kuat saat tawa Velindira kembali terdengar.
Beberapa saat berlalu, Velindira kembali pamit, dan benar-benar pergi dari hadapannya.
Raja menatap punggung indah wanita itu yang perlahan menjauh dari pandangan. Wanita yang benar-benar menarik. Membuatnya benar-benar tertarik ke dalam pesona seorang Velindira.
Raja yakin wanita itu memiliki banyak penggemar pria. Salah satunya, adalah dirinya.
Sial!
Dia benar-benar sudah tak waras. Baru kali ini Raja terpesona pada wanita yang benar-benar baru pertama kali dilihatnya.
Love at first sight?
Deg!
Tubuh Raja membeku saat Velindira tiba-tiba saja menoleh ke belakang. Dari kejauhan Raja dapat melihat jika Velindira menyunggingkan senyum padanya untuk yang terakhir kali. Wanita itu kembali melanjutkan langkah sampai bayangannya pun sudah tak dapat Raja lihat.
Raja mengarahkan tangannya ke atas dada. Jantungnya masih berdetak dengan kencang. Ia semakin menyadari, jika dirinya telah mengalami yang namanya ‘cinta pada pandangan pertama’.
Sementara itu, Elin yang berjalan menuruni tangga jembatan penyebrangan pun melakukan hal yang sama. Ia memegang dadanya sendiri dengan wajah yang memanas. Dadanya berdetak kencang.
Elin memukul kepalanya kesal.
“Masa jatuh cinta sih?! Tidak-tidak! Mungkin jantungku yang sedang kurang baik!” monolog Elin, mengelak dugaannya sendiri di sela langkah kakinya yang semakin cepat.
Dari kejauhan, dapat Elin lihat keberadaan seorang pria tampan yang sudah tersenyum dan melambai ke arahnya. Di samping sang pria, sudah ada mobil hitam yang terparkir. Pria itu pasti sudah menunggu kehadirannya. Elin balas tersenyum, dan langkahnya semakin cepat untuk sampai ke hadapan pria tersebut.
***
Raja mengerjap-ngerjap terkejut. Elin terdengar posesif. Tapi kenapa Raja senang mendengarnya? “Sayang… tidak menganggap mas sedang tebar pesona kan? Sayang pasti tahu secinta apa mas sama Sayang. Tidak mungkin mas melakukan itu. Jadi, Istri mas Raja tidak perlu peduli sama siapa pun. Bisa, hm?” pinta Raja lembut. Mencoba menenangkan sang istri yang sedang mode posesif ini. Meski Raja suka, tapi Raja tidak ingin suasana hati sang istri jadi terganggu. Ini hari bahagia mereka loh. Harus yang senang-senang saja.“Kalau aku bilang tidak bisa, apa Mas akan marah? Aku tidak mau mereka semakin masuk ke dalam pesona Mas. Senyum Mas Raja manis sekali. Aku tidak rela berbagi.” Elin melihat dengan nyata wajah Raja merona saat ia mengatakan hal itu. Seandainya mereka sedang tidak bicara ‘cukup serius’ seperti ini, mungkin Elin akan terkekeh geli melihat ekspresi pria kalem ini. Tapi sayangnya Elin sedang diliputi rasa cemburu yang berlebih. “Mas… aku tidak tahu kenapa aku seperti ini. Tapi jujur,
“Pelan-pelan, Sayang.” Raja mengusap bibir bawah Elin yang terkena sedikit bumbu dari makanan yang baru saja dia suapkan pada sang istri. Setelah itu, ia menyuapkan makanan yang sama, di piring yang sama, dengan sendok yang sama ke dalam mulutnya sendiri. Pandangan tak lepas dari sang istri satu detik pun.Istri?? Ugh! Jantungnya berdetak tidak karuan setiap kali kata itu keluar dari kepala.Istri… istri cantiknya yang selalu cantik. Miliknya. Ratu di hidupnya.Senyum Raja tak pernah pudar dari sejak selesai akad. Ini bahkan sudah lebih dari lima jam berlalu, tapi Raja tampaknya tidak kehilangan tenaga untuk tersenyum. Rasanya melegakan pada akhirnya berada di titik ini setelah hubungan mereka sering kali diterpa badai yang padahal sebenarnya, hanya karena minimnya pengalaman keduanya dalam hubungan percintaan. Tapi Raja berjanji di dalam hati, tidak akan membiarkan masalah yang mereka hadapi kelak berlarut.“Istri mas Raja, makan lagi ya…”Istri mas Raja? Elin pasti terkejut dengan p
Penghulu tiba sepuluh menit kemudian. Semua keluarga dan orang-orang terdekat kini telah berkumpul untuk menyaksikan acara sakral tersebut. Untuk akad, kedua belah pihak telah memutuskan suasana lebih privasi. Elin berada di salah satu kamar tamu ditemani para sahabatnya. Menanti proses ijab kabul selesai, baru sang pengantin wanita akan keluar. Gema yang meminta hal itu. Ia takut Raja tidak dapat berkonsentrasi dengan baik jika melihat wajah Elin. Gema tahu rasanya berdebar menjelang Ijab kabul. Apalagi melihat bagaimana gugupnya Raja tadi. Disamping itu, Gema juga memikirkan kondisi Daniel yang masih emosional. Takut saja nanti kalau melihat wajah putrinya, Daniel urung menyelesaikan proses sakral ini. Jangan sampai proses tertunda karena tangis Daniel yang baru berhenti beberapa menit lalu. Tentu saja setelah mendapat pencerahan dan omelan darinya.Raja melangkah ke luar memakai beskap putih dan celana panjang putih. Tak lupa juga peci putih menambah kesan gagah. Pria itu melangkah
“Santai, Ja. Tarik napas dalem-dalem. Jangan lupa keluarin. Terserah lo mau keluarin dari atas atau bawah. Yang penting harus keluar kalo gak mau kembung tuh perut,” celetuk Ares untuk mencairkan ketegangan sang sahabat yang sebentar lagi akan mempunyai status baru.“Jangan semaput sebelum Ijab. Kalo udah Ijab gak pa-pa deh lo mau semaput kek, guling-guling kek. Ato puter-puter badan kayak film India juga boleh banget. Perlu lo merosot juga nih di pegangan tangga rumah calon binik lo ini?”Ares tertawa dengan candaan Azam si master biang kerok. Jadi ingat masa-masa sekolah saat ketiganya kena teguran keras guru karena main perosotan di tangga sekolah. Ia kembali menatap wajah Raja yang tampan, tapi sayangnya pucat. Mata Ares beralih pada kedua kaki Raja yang bergetar hebat dengan kedua tangan menopang dagu. Raja duduk di depan cermin yang berada di salah satu kamar tamu rumah Daniel Gunawan. Menunggu Pak Penghulu yang sedang kejebak macet karena Si Komo lewat. Ya, keluarga Raja dan El
"Lo meragukan kenormalan gue, Kus? Enggak lupa kan kalo buntut gue udah dua?" sindir Azam."Lo enggak lupa kan kalo gue mantan playboy, Ja?""Cih! Si paling playboy tapi nyatanya cupu! Tiap pacaran, kalo ceweknya udah mau mesra-mesraan, langsung minta putus. Apa itu bisa dikatakan normal? Udah paling bener gue yang paling normal. Udah ada buktinya. Real!"Raja tertawa renyah mendengar sindiran Azam ke Ares. Memang sahabatnya yang satu itu unik. Ares bukan seperti playboy pada umumnya. Pacaran pun karena kasihan sama wanita-wanita yang menyatakan cinta padanya, bukan ia benar-benar cinta. Jadi setiap kali wanita-wanita itu mulai agr*sif, Ares akan langsung ngibrit minta putus. Pria itu mengatakan tidak ingin merugikan calon istrinya kelak. Ya kali biniknya nanti dapat sisa orang. Kalo konteksnya dia duda sih tidak masalah. Bukan sok suci, tapi itu pemikiran Ares sendiri kok. Terserah orang lain mau sependapat atau tidak. Ares hanya ingin menghargai dirinya sendiri dan calon jodohnya. P
"Tangkep, Kus!"Dug!"Aduh!""Kus!!""Kus!!"Ares dan Azam kompak berteriak menyerukan nama sahabatnya. Segera keduanya menghampiri Raja yang kepalanya baru saja terkena bola basket yang Ares lempar."Lo gak pa-pa??" tanya Ares khawatir dengan raut cemas. Ia berjongkok di sisi kiri Raja yang sudah mendudukkan diri di lapangan bola basket yang tersedia di halaman belakang rumah keluarga Jagapati."Gue siapa, Kus?" tanya Azam yang sudah ikut berjongkok. Di sisi kanan Raja.Ares mengernyit tak mengerti. "Maksud lo apaan sih? Kan lo Kodok.""Gue nanyanya sama si Tikus, bukan lo!""Ya maksud gue apaan nanya begitu, Kodoook!""Takut si Tikus tiba-tiba amnesia. Lo gak lupa kan kalau tiga hari lagi dia mau nikah? Tar malah gak jadi ijab gegara lupa nama calon biniknya. Lo gak kasian dia belom rasain nikmatnya kawin?"Ares terbengong dengan jawaban nyeleneh Azam. Ya kali langsung amnesia. Iya kalau kepala Raja sudah kena bola basket, terus ketiban tiang ring. Masih masuk di akal. Ini tadi Ares