Share

2. Pesona Pria Asing

“Terima kasih atas kerjasamanya, Pak, karena sudah mau memperlihatkan rekaman CCTV yang ada di dalam bus.”

“Sama-sama, Bu Velindira. Kewajiban kami juga ikut menyelesaikan masalah ini, karena kejadiannya berada di dalam bus perusahaan kami.”

Velindira Aeera Gunawan yang biasa dipanggil Elin, tersenyum manis pada salah seorang pimpinan perusahaan bus yang sore ini ia naiki. Elin bersyukur di dalam kabin bus yang dinaikinya tadi dilengkapi CCTV.

Karena masalah seorang wanita yang menuduh seorang pria sembarangan di dalam bus tadi, Elin jadi geram dan akhirnya memilih menceburkan diri ke dalam masalah tersebut. Mungkin kebiasaannya juga dan profesinya sebagai pengacara, yang tidak bisa melihat ketidak adilan di depan mata.

Elin tidak bisa tinggal diam saat ia melihat pria tadi jelas-jelas tidak bersalah. Pria yang sangat tampan dengan alis tebal dan sorot mata meneduhkan. Tubuhnya tinggi dan atletis. Bibirnya tipis dan merah. Suaranya berat, terkesan errr… seksi? Kalau kata anak-anak jaman sekarang, suara pria itu benar-benar LAKIK!

Pria itu, pria asing yang tadi sempat menatapnya tanpa berkedip di dalam bus. Elin tidak tahu apakah ada sesuatu di wajahnya, sampai pria itu menatapnya seperti tadi? Saat pria tersebut mengalihkan pandangan darinya, tiba-tiba saja pipi pria tersebut ditampar kencang setelah tubuhnya dibalik ke arah yang berlawanan dengan Elin.

Pria yang malang. Sepertinya pria itu sedang kena apes.

“Mohon maaf juga untuk Bapak Raja, karena perjalanan Anda menjadi tidak nyaman.” Kali ini, sang pemimpin bus mengatakannya pada pria kena apes tersebut.

“Untuk Mbak Erika, saya harap Anda puas mengetahui faktanya. Di dalam video terbukti jika bukan Mas-nya yang menepuk ehm… bagian belakang Mbak Erika.” Elin mengatakannya dengan canggung di akhir kalimat.

Wanita yang tadi menuduh sembarangan pria berkaos hitam dipadu jaket jeans belel over size tersebut bernama Erika. Elin menebak jika usian si wanita sebaya dengannya. Wanita itu langsung mengalihkan pandangan setelah Elin mengatakan hal tersebut. Wajahnya memerah. Mungkin terlalu malu karena menuduh orang sembarangan.

“Bukan sepenuhnya salah saya kalau saya nuduh Mas ini!” Erika sudah mengalihkan pandangan ke arah pria yang dituduhnya tadi sambil menunjuk pria tersebut.

Elin mendengus geli setengah kesal. Sudah jelas-jelas salah menuduh orang, masih saja tidak mau disalahkan. Tidak bertanggung jawab sekali! Sudah menuduh, bicara kasar pula. Sampai mengatakan pria itu tidak punya uang untuk mencari wanita penghibur.

Sudah terlanjur membuat malu, masih tidak mau mengaku?

“Namanya ‘Mas Raja’. Bukankah tadi kita semua sudah perkenalan, Mbak Erika?” sindir Elin.

Erika mendengus kasar. “Ya, saya tahu! Kalau begitu, saya akan tuntut anak yang tadi nyenggol pantat saya! Saya akan mencari anak itu sampai dapat!” desis Erika. Mengingat jika di dalam CCTV tersebut, ternyata yang menyenggol bokongnya adalah tas sekolah seorang siswa SMA yang ingin turun di halte bus selanjutnya.

“Anak itu terlihat tidak sengaja melakukannya. Lagi pula kondisi bus sedang penuh. Pasti akan sangat sulit walau untuk bergerak satu langkah.” Kali ini Raja, pria korban tuduhan tersebut membuka suara setelah bungkam lama.

Sepertinya pria itu baru benar-benar tersadar dan merasa lega setelah sekian lama berada di dalam kantor halte bus ini. Sejak tadi, wajahnya menegang setelah ia dan dua orang wanita diturunkan dari bus untuk menyelesaikan masalah yang terjadi tadi di dalam bus. Masalah yang ternyata hanya kesalahpahaman.

“Tapi gara-gara anak itu, saya jadi nuduh kamu sembarangan! Mana harus ada di sini sampai malam! Buang-buang waktu berharga saya!” desis Erika membalas ucapan Raja yang jelas-jelas membela siswa di dalam rekaman CCTV tersebut.

“Di dalam rekaman CCTV, anak tersebut tidak sadar telah menyenggol Anda. Lagi pula, kalau Anda mengatakan ‘buang-buang waktu berharga’ Anda, bukankah Anda melakukan hal yang sama pada saya, Mbak Erika?”

Wanita bernama Erika tersebut membelalak. Tak menyangka jika pria yang dia tuduh, membalik ucapannya. Sejak tadi pria itu hanya diam, dan tidak terlihat seperti pria yang bisa bermulut pedas. “S-saya… Kan saya sudah katakan, itu semua terjadi karena anak tadi!”

“Mbak tahu artinya ‘tidak sengaja’? Apa Mbak tidak pernah melakukan kesalahan ‘tanpa sengaja’? Saya yakin semua orang pernah melakukan hal itu,” balas Raja kembali.

“Ya tapi kenapa dia tidak minta maaf?! Enak saja malah jadi penonton saat saya menuduh Mas-nya!”

Raja mengusap wajah kasar. Entah terbuat dari apa pikiran wanita ber-dress orange ini.

“Anak tadi tidak menyadari jika melakukan kesalahan, Mbak Erika. Bukankah tadi kita sudah melihat setidaknya empat kali rekaman CCTV tersebut diputar? Tidak perlu memiliki penglihatan yang tajam untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi tadi. Rekaman itu memiliki kualitas gambar yang sangat baik,” jelas Raja. “Mau melihat lagi CCTV-nya? Mungkin kali ini akan terlihat lebih jelas,” tawar Raja yang sebenarnya tidak benar-benar menawari. Bisa dikatakan sindiran berbalut penawaran. Sumpah demi apa pun, biasanya Raja paling tidak suka mendebat wanita. Raja sudah biasa mengalah. Terlebih pada sang ibu. Namun, wanita ber-dress orange di depannya ini memaksa Raja melakukan hal itu untuk pertama kali.

Sementara itu, Elin bersedekap. Senyum tipis muncul dari bibirnya. Pria bernama Raja tersebut boleh juga dalam hal berdebat.

Tapi… bukankah tadi di dalam bus ia bahkan tidak bisa membela diri sendiri? Kenapa untuk membela orang lain sepertinya lancar-lancar saja?

Elin mengalihkan pandangan ke arah wanita bernama Erika itu. Wajahnya semakin memerah setelah mendengar ucapan Raja.

“Saya yakin dia pura-pura enggak sadar! Masih bocil saja sudah senggol-senggol sembarangan! Mau jadi penjahat kelamin—”

“Mbak Erika, saya harap Anda tidak bicara sembarangan sebelum menyesali ucapan Anda.” Kali ini Elin kembali bersuara. Geram sekali ia pada si Erika ini. Sepertinya Erika sangat suka menuduh orang dan bermulut pedas. Bicara tidak diayak. Seperti beras yang banyak kutu saja.

“Saya bicara sesuai kenyataan loh! Anak tadi nyenggol—”

“TAS-nya yang menyenggol, Mbak, bukan anak tadi,” potong Elin kembali. Kali ini lebih tegas. “Apa perlu kita lihat lagi rekaman CCTV-nya seperti yang Mas Raja katakan? Biar sekalian kita melihat sampai lima kali.”

Pimpinan bus dan dua orang karyawan di ruangan ini hanya mampu terbengong melihat perdebatan Elin, Raja dan wanita bernama Erika tersebut. Mungkin mereka juga kebingungan untuk melerai. Terlebih Erika masih saja menggebu tidak ingin mengaku salah.

“Mau liat sampai seribu kali pun, tetap saja sumber masalahnya adalah bocil itu! Saya tetap ingin menuntut anak tadi!”

“Maka saya akan maju—"

“Mohon maaf sekali, Mbak Erika, jika Anda ingin menuntut anak tadi, saya juga akan menuntut Anda atas tindakan pencemaran nama baik.”

Elin terbengong saat Raja kembali bersuara, memotong ucapannya. Wajah pria itu menatap Erika dengan serius.

Elin berdecak kagum di dalam hati. Pria itu… terlihat jelas pria yang baik.

Suasana di ruangan ini hening seketika. Wajah Erika langsung pucat pasi. Apakah setelah ini wanita tersebut akan menyerah? Atau benar-benar minta dituntut Raja?

***

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status