Raja Buana Jagapati mengalami kejadian memalukan di dalam sebuah bus. Raja menyesal, mengapa ia tak mengendarai mobilnya saja di sore itu. Ingin sekali Raja memutar waktu. Sungguh! Namun, bagaimana jika karena kejadian itu, ia justru bertemu dengan Malaikat pelindung yang cantik? Akankah Raja tetap menyesal? Atau justru bersyukur?
View More“Huft…” Raja Buana Jagapati menghela napas panjang. Perjalanan menuju rumahnya belum juga separuh ia lewati, tapi tulang-tulang di tubuh sudah sangat letih. Entah sampai kapan ia harus berdiri di dalam sebuah bus berbasis sistem transit yang sangat terkenal dan sudah menjamur di kota ini. Salahnya juga memang, yang memilih menggunakan bus ketimbang pakai mobil yang biasa ia gunakan.
Niat hati mau mengurangi polusi udara sekalian menghindari lelah saat berkendara, tapi sepertinya hasilnya sama saja. Badannya tetap sama-sama tersiksa. Apalagi di jam-jam pulang kerja seperti ini. Kondisi bus penuh sesak. Orang-orang yang berdiri seperti Raja karena tak dapat tempat duduk, bersenggolan saat bus berjalan. Jalanan pun macetnya ampun-ampunan.
Tidak perlu heran sebenarnya. Ini kota besar yang kemungkinan tingkat kemacetannya di atas rata-rata. Banyak penduduk yang memiliki kendaraan pribadi dan memilih menggunakannya entah untuk tujuan mendukung fleksibilitas atau sekadar pamer. Bayangkan saja kalau di setiap rumah memiliki sepuluh anggota keluarga, dan mereka semua memiliki kendaraan dan menggunakannya dalam waktu yang bersamaan.
Raja, begitu biasa orang memanggilnya, mengalihkan pandangan ke arah dua kursi gandeng di depannya. Sisi kursi tepat di sampingnya diduduki seorang wanita paruh baya yang sudah terkantuk-kantuk nyaris tertidur. Tampaknya wanita tersebut menjalani hari yang berat. Sama seperti dirinya.
Raja mengalihkan pandangan ke arah sisi kursi yang berada di samping jendela.
Deg!
Tubuh Raja tiba-tiba menegang. Di kursi itu, duduk seorang wanita cantik berpakaian formal dengan setelah jas cokelat dipadukan celana bahan berwarna senada. Rambut yang baru saja ia gerai, berbentuk gelombang dan berwarna kecokelatan. Rambut panjang yang indah dengan poni yang sudah hampir menutupi mata. Wanita itu memiliki tubuh yang ideal. Hidungnya mancung dengan rahang tegas. Wajahnya dari samping saja sudah terlihat tegas tapi cantik. Bagaimana ya, wajah wanita itu jika terlihat dari depan?
Deg!
Jantung Raja semakin berdetak kencang saat tiba-tiba apa yang baru saja ia andai-andai di dalam hati, begitu cepatnya terwujud. Wanita itu menoleh ke arahnya.
Benar dugaan Raja. Wanita itu memiliki paras yang cantik luar biasa. Bulu matanya lentik. Sorot matanya sangat tajam dengan bola mata cokelat yang indah. Bibirnya berbentuk hati dan terlihat seksi dengan baluran lipstik warna baby pink. Terkesan natural.
Bagaimana ada wanita dengan wajah sesempurna itu? Dan… mengapa Raja baru menyadari keberadaan wanita itu? Sudah berapa lama wanita itu duduk di depannya?
Karena terlalu sempurnanya, Raja sampai tak dapat berpaling dari wajah itu.
Ia dan wanita asing itu saling pandang entah sudah berapa lama. Yang pasti, Raja tak dapat mengalihkan pandangan. Tatapan wanita itu benar-benar indah dan menenggelamkan. Seolah ada sesuatu yang membuatnya terpaku di sana. Perasaan yang tak asing. Jarang sekali Raja melihat pancaran mata seperti itu. Atau mungkin karena dia bukanlah tipe pria yang suka memperhatikan wanita asing?
Wanita itu mengernyit bingung ke arahnya. Membuat Raja langsung tersadar sampai salah tingkah.
Mungkin wanita itu berpikir jika dia adalah pria yang aneh.
Dengan susah payah setengah tak rela, Raja mengalihkan pandangan ke arah lain. Sepertinya melihat jalanan boleh juga.
Srett!
Plak!
Raja terkejut saat tiba-tiba ada yang menarik kaos hitam yang ia kenakan sampai memutar ke arah yang berlawanan dari tempat ia memandang, lalu sebuah tamparan mendarat di pipinya. Ia menatap heran sekaligus terkejut seorang wanita memakai dress orange yang sudah berdiri di depannya dengan wajah murka.
Ada apa?
Kenapa wanita itu melihatnya murka?
“Jangan kurang ajar ya, Mas!”
Raja mengerjap saat mendapat teguran keras seperti itu.
Kurang ajar?
Perasaan dia tidak pernah kurang ajar pada wanita di depannya ini. Apakah wanita ini adalah teman wanita asing yang sempat membuatnya terpesona?
Tapi kan dia tidak melakukan apa pun. Apakah hanya memandang saja tidak boleh?
“Saya… kenapa, Mbak?” tanya Raja bingung.
“Saya tahu saya cantik. Kalau mau kenalan, pakai cara yang benar dong! Jangan kurang ajar seperti tadi!”
Raja semakin terheran.
Kenalan?
Siapa yang mau kenalan sama wanita ini? Wanita ini bisa dibilang berpenampilan menarik dan punya wajah yang cantik. Tapi Raja benar-benar tidak ada niat untuk berkenalan. Apalagi ia baru melihat wanita ini setelah sang wanita menampar pipinya.
Raja mengalihkan pandangan ke sekitar. Tiba-tiba saja wajahnya memanas. Ia dan wanita yang berdiri di depannya ini sudah menjadi pusat perhatian.
“Saya tidak mengerti maksud Mbak apa. Saya juga tidak berniat berkenalan—”
“Jadi cuma niat mau tepok pantat saya?! Saya bukan cewek murahan ya, Mas!”
Raja membelalak. “M-menepok… apa???” tanya Raja terkejut.
“Mas tadi tepok pantat saya kan?!”
Raja segera menggeleng dengan sebelah tangan bergerak untuk menyangkal. “Saya tidak melakukan ‘itu’ sama Mbak-nya. Satu tangan saya sejak tadi ada di pegangan bus,” terang Raja sambil menunjukkan tangannya yang masih betah memegang handlegrib bus, “sementara satunya lagi berada di dalam saku celana saya, Mbak.”
“Alasan banget sih! Udah jelas-jelas Masnya yang ada di belakang saya! Ganteng sih, tapi kalau maniak esek-esek kayak kamu, saya ogah dideketin!”
“S-saya—”
“Saya bisa tuntut Mas loh!”
“Tuntut??” pekik Raja terkejut. “Mbak, saya benar-benar tidak—”
“Alasannya nanti aja deh Mas bilang sama polisi! Saya males dengar alasan penjahat kelamin! Enggak punya modal buat nyari wanita penghibur?” sindir wanita itu tajam. Memperhatikan penampilan sederhana Raja dari atas sampai bawah dengan jijik.
Raja menatap tak percaya wanita ini. Apakah dia terlihat seperti orang mesum?? Selama hidup, tidak pernah Raja berniat bermain-main dengan wanita penghibur atau semacamnya. Bagi Raja, wanita adalah makhluk mulia yang harusnya dilindungi, bukan dijadikan objek pemuas nafsu belaka.
“Saya—"
“Bisa-bisanya lakuin hal memalukan itu.”
“Udah biasa kali.”
“Amit-amit deh. Ganteng tapi nganu!”
Sayup-sayup terdengar bisikan-bisikan menghina yang dilontarkan untuk Raja. Beberapa ada yang menyorakinya. Mata Raja memejam. Rasanya akan sulit membela diri saat hampir semua orang di dalam bus ini ikut memojokkannya. Apakah setelah ini ia akan dikeroyok?
Bus masih berjalan. Kondektur bus yang berada di pintu depan sepertinya belum mengetahui perdebatan Raja dan wanita ber-dress itu. Posisi Raja saat ini berada di sisi belakang bus.
“Mending ngaku aja, Mas. Mungkin bisa diselesaikan dengan baik kalau Masnya ngaku.” Seorang penumpang ikut masuk ke dalam perdebatan Raja dan wanita di depannya. Mencoba memberi pendapat.
Mata Raja kembali membuka. Ia menatap penumpang yang baru saja bersuara. Penumpang itu tepat di sampingnya dan si wanita ber-dress orange.
“Saya berani bersumpah tidak melakukan hal—”
“Terus aja nyangkal. Percuma kamu nyangkal di sini. Saya enggak mau diselesaikan baik-baik! Kita ke kantor polisi sekarang—"
“Ehm, permisi. Maaf sekali kalau saya ikut campur. Tapi Mas-nya tidak berbohong.”
Tubuh Raja menegang. Sebuah suara asing kembali masuk ke dalam perdebatannya dan wanita yang menuduhnya sebagai ‘penjahat kelamin’. Jika tadi dia disuruh mengaku, berbeda dengan yang satu ini.
Suara itu membela Raja?
Suara itu… terdengar sangat merdu. Suara wanita terindah yang pernah Raja dengar.
Suara itu berasal dari belakangnya.
Raja membalikkan tubuh. Matanya membelalak mendapati jika suara itu adalah suara wanita yang tadi membuatnya terpesona.
Bola mata cokelat itu menatapnya sejenak, lalu mengalihkan pandangan ke arah belakang Raja.
“Kamu ikut-ikutan! Temannya ya?!” tuduh wanita yang berdebat dengan Raja.
Raja kembali mengalihkan pandangan ke arah sumber masalah yang menuduhnya sembarangan tersebut.
“Dia bukan—”
“Saya bukan teman Mas-nya. Tapi saya mengetahui dengan jelas jika yang dikatakan Mas-nya tadi benar. Kedua tangan Mas ini benar-benar berada di pegangan bus dan saku.”
“Kenapa kamu bisa yakin, Mbak?! Dia ada tepat di belakang saya loh. Saya yang ngerasain pantat saya dipegang—”
“Mohon jangan buat keributan di sini, Bapak-bapak dan Ibu-ibu. Sebentar lagi halte terdekat. Jika ada masalah, lebih baik diselesaikan di luar agar tidak mengganggu kenyamanan penumpang lain.”
“Kebetulan ada Mas kondektur. Saya mau buat pengaduan! Pria ini penjahat kelamin!”
Raja kembali membelalak saat wanita yang sejak tadi marah-marah itu menunjuknya dengan murka.
“Tandai mukanya kalau perlu, Mas! Biar wanita-wanita yang naik kendaraan umum tidak kena apes seperti saya—”
“Apa Mbak-nya tahu kalau menuduh orang sembarangan bisa kena hukum pidana?” tanya wanita cantik berpakaian formal itu. Matanya menatap tajam wanita di depan Raja. Namun bibirnya menyunggingkan senyum.
Senyum yang cantik, tapi juga terlihat menyeramkan.
Raja terpesona sekaligus merinding.
Wanita itu membelanya?
***
Raja mengerjap-ngerjap terkejut. Elin terdengar posesif. Tapi kenapa Raja senang mendengarnya? “Sayang… tidak menganggap mas sedang tebar pesona kan? Sayang pasti tahu secinta apa mas sama Sayang. Tidak mungkin mas melakukan itu. Jadi, Istri mas Raja tidak perlu peduli sama siapa pun. Bisa, hm?” pinta Raja lembut. Mencoba menenangkan sang istri yang sedang mode posesif ini. Meski Raja suka, tapi Raja tidak ingin suasana hati sang istri jadi terganggu. Ini hari bahagia mereka loh. Harus yang senang-senang saja.“Kalau aku bilang tidak bisa, apa Mas akan marah? Aku tidak mau mereka semakin masuk ke dalam pesona Mas. Senyum Mas Raja manis sekali. Aku tidak rela berbagi.” Elin melihat dengan nyata wajah Raja merona saat ia mengatakan hal itu. Seandainya mereka sedang tidak bicara ‘cukup serius’ seperti ini, mungkin Elin akan terkekeh geli melihat ekspresi pria kalem ini. Tapi sayangnya Elin sedang diliputi rasa cemburu yang berlebih. “Mas… aku tidak tahu kenapa aku seperti ini. Tapi jujur,
“Pelan-pelan, Sayang.” Raja mengusap bibir bawah Elin yang terkena sedikit bumbu dari makanan yang baru saja dia suapkan pada sang istri. Setelah itu, ia menyuapkan makanan yang sama, di piring yang sama, dengan sendok yang sama ke dalam mulutnya sendiri. Pandangan tak lepas dari sang istri satu detik pun.Istri?? Ugh! Jantungnya berdetak tidak karuan setiap kali kata itu keluar dari kepala.Istri… istri cantiknya yang selalu cantik. Miliknya. Ratu di hidupnya.Senyum Raja tak pernah pudar dari sejak selesai akad. Ini bahkan sudah lebih dari lima jam berlalu, tapi Raja tampaknya tidak kehilangan tenaga untuk tersenyum. Rasanya melegakan pada akhirnya berada di titik ini setelah hubungan mereka sering kali diterpa badai yang padahal sebenarnya, hanya karena minimnya pengalaman keduanya dalam hubungan percintaan. Tapi Raja berjanji di dalam hati, tidak akan membiarkan masalah yang mereka hadapi kelak berlarut.“Istri mas Raja, makan lagi ya…”Istri mas Raja? Elin pasti terkejut dengan p
Penghulu tiba sepuluh menit kemudian. Semua keluarga dan orang-orang terdekat kini telah berkumpul untuk menyaksikan acara sakral tersebut. Untuk akad, kedua belah pihak telah memutuskan suasana lebih privasi. Elin berada di salah satu kamar tamu ditemani para sahabatnya. Menanti proses ijab kabul selesai, baru sang pengantin wanita akan keluar. Gema yang meminta hal itu. Ia takut Raja tidak dapat berkonsentrasi dengan baik jika melihat wajah Elin. Gema tahu rasanya berdebar menjelang Ijab kabul. Apalagi melihat bagaimana gugupnya Raja tadi. Disamping itu, Gema juga memikirkan kondisi Daniel yang masih emosional. Takut saja nanti kalau melihat wajah putrinya, Daniel urung menyelesaikan proses sakral ini. Jangan sampai proses tertunda karena tangis Daniel yang baru berhenti beberapa menit lalu. Tentu saja setelah mendapat pencerahan dan omelan darinya.Raja melangkah ke luar memakai beskap putih dan celana panjang putih. Tak lupa juga peci putih menambah kesan gagah. Pria itu melangkah
“Santai, Ja. Tarik napas dalem-dalem. Jangan lupa keluarin. Terserah lo mau keluarin dari atas atau bawah. Yang penting harus keluar kalo gak mau kembung tuh perut,” celetuk Ares untuk mencairkan ketegangan sang sahabat yang sebentar lagi akan mempunyai status baru.“Jangan semaput sebelum Ijab. Kalo udah Ijab gak pa-pa deh lo mau semaput kek, guling-guling kek. Ato puter-puter badan kayak film India juga boleh banget. Perlu lo merosot juga nih di pegangan tangga rumah calon binik lo ini?”Ares tertawa dengan candaan Azam si master biang kerok. Jadi ingat masa-masa sekolah saat ketiganya kena teguran keras guru karena main perosotan di tangga sekolah. Ia kembali menatap wajah Raja yang tampan, tapi sayangnya pucat. Mata Ares beralih pada kedua kaki Raja yang bergetar hebat dengan kedua tangan menopang dagu. Raja duduk di depan cermin yang berada di salah satu kamar tamu rumah Daniel Gunawan. Menunggu Pak Penghulu yang sedang kejebak macet karena Si Komo lewat. Ya, keluarga Raja dan El
"Lo meragukan kenormalan gue, Kus? Enggak lupa kan kalo buntut gue udah dua?" sindir Azam."Lo enggak lupa kan kalo gue mantan playboy, Ja?""Cih! Si paling playboy tapi nyatanya cupu! Tiap pacaran, kalo ceweknya udah mau mesra-mesraan, langsung minta putus. Apa itu bisa dikatakan normal? Udah paling bener gue yang paling normal. Udah ada buktinya. Real!"Raja tertawa renyah mendengar sindiran Azam ke Ares. Memang sahabatnya yang satu itu unik. Ares bukan seperti playboy pada umumnya. Pacaran pun karena kasihan sama wanita-wanita yang menyatakan cinta padanya, bukan ia benar-benar cinta. Jadi setiap kali wanita-wanita itu mulai agr*sif, Ares akan langsung ngibrit minta putus. Pria itu mengatakan tidak ingin merugikan calon istrinya kelak. Ya kali biniknya nanti dapat sisa orang. Kalo konteksnya dia duda sih tidak masalah. Bukan sok suci, tapi itu pemikiran Ares sendiri kok. Terserah orang lain mau sependapat atau tidak. Ares hanya ingin menghargai dirinya sendiri dan calon jodohnya. P
"Tangkep, Kus!"Dug!"Aduh!""Kus!!""Kus!!"Ares dan Azam kompak berteriak menyerukan nama sahabatnya. Segera keduanya menghampiri Raja yang kepalanya baru saja terkena bola basket yang Ares lempar."Lo gak pa-pa??" tanya Ares khawatir dengan raut cemas. Ia berjongkok di sisi kiri Raja yang sudah mendudukkan diri di lapangan bola basket yang tersedia di halaman belakang rumah keluarga Jagapati."Gue siapa, Kus?" tanya Azam yang sudah ikut berjongkok. Di sisi kanan Raja.Ares mengernyit tak mengerti. "Maksud lo apaan sih? Kan lo Kodok.""Gue nanyanya sama si Tikus, bukan lo!""Ya maksud gue apaan nanya begitu, Kodoook!""Takut si Tikus tiba-tiba amnesia. Lo gak lupa kan kalau tiga hari lagi dia mau nikah? Tar malah gak jadi ijab gegara lupa nama calon biniknya. Lo gak kasian dia belom rasain nikmatnya kawin?"Ares terbengong dengan jawaban nyeleneh Azam. Ya kali langsung amnesia. Iya kalau kepala Raja sudah kena bola basket, terus ketiban tiang ring. Masih masuk di akal. Ini tadi Ares
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments