Raja mengerjap-ngerjap terkejut. Elin terdengar posesif. Tapi kenapa Raja senang mendengarnya? “Sayang… tidak menganggap mas sedang tebar pesona kan? Sayang pasti tahu secinta apa mas sama Sayang. Tidak mungkin mas melakukan itu. Jadi, Istri mas Raja tidak perlu peduli sama siapa pun. Bisa, hm?” pinta Raja lembut. Mencoba menenangkan sang istri yang sedang mode posesif ini. Meski Raja suka, tapi Raja tidak ingin suasana hati sang istri jadi terganggu. Ini hari bahagia mereka loh. Harus yang senang-senang saja.“Kalau aku bilang tidak bisa, apa Mas akan marah? Aku tidak mau mereka semakin masuk ke dalam pesona Mas. Senyum Mas Raja manis sekali. Aku tidak rela berbagi.” Elin melihat dengan nyata wajah Raja merona saat ia mengatakan hal itu. Seandainya mereka sedang tidak bicara ‘cukup serius’ seperti ini, mungkin Elin akan terkekeh geli melihat ekspresi pria kalem ini. Tapi sayangnya Elin sedang diliputi rasa cemburu yang berlebih. “Mas… aku tidak tahu kenapa aku seperti ini. Tapi jujur,
“Pelan-pelan, Sayang.” Raja mengusap bibir bawah Elin yang terkena sedikit bumbu dari makanan yang baru saja dia suapkan pada sang istri. Setelah itu, ia menyuapkan makanan yang sama, di piring yang sama, dengan sendok yang sama ke dalam mulutnya sendiri. Pandangan tak lepas dari sang istri satu detik pun.Istri?? Ugh! Jantungnya berdetak tidak karuan setiap kali kata itu keluar dari kepala.Istri… istri cantiknya yang selalu cantik. Miliknya. Ratu di hidupnya.Senyum Raja tak pernah pudar dari sejak selesai akad. Ini bahkan sudah lebih dari lima jam berlalu, tapi Raja tampaknya tidak kehilangan tenaga untuk tersenyum. Rasanya melegakan pada akhirnya berada di titik ini setelah hubungan mereka sering kali diterpa badai yang padahal sebenarnya, hanya karena minimnya pengalaman keduanya dalam hubungan percintaan. Tapi Raja berjanji di dalam hati, tidak akan membiarkan masalah yang mereka hadapi kelak berlarut.“Istri mas Raja, makan lagi ya…”Istri mas Raja? Elin pasti terkejut dengan p
Penghulu tiba sepuluh menit kemudian. Semua keluarga dan orang-orang terdekat kini telah berkumpul untuk menyaksikan acara sakral tersebut. Untuk akad, kedua belah pihak telah memutuskan suasana lebih privasi. Elin berada di salah satu kamar tamu ditemani para sahabatnya. Menanti proses ijab kabul selesai, baru sang pengantin wanita akan keluar. Gema yang meminta hal itu. Ia takut Raja tidak dapat berkonsentrasi dengan baik jika melihat wajah Elin. Gema tahu rasanya berdebar menjelang Ijab kabul. Apalagi melihat bagaimana gugupnya Raja tadi. Disamping itu, Gema juga memikirkan kondisi Daniel yang masih emosional. Takut saja nanti kalau melihat wajah putrinya, Daniel urung menyelesaikan proses sakral ini. Jangan sampai proses tertunda karena tangis Daniel yang baru berhenti beberapa menit lalu. Tentu saja setelah mendapat pencerahan dan omelan darinya.Raja melangkah ke luar memakai beskap putih dan celana panjang putih. Tak lupa juga peci putih menambah kesan gagah. Pria itu melangkah
“Santai, Ja. Tarik napas dalem-dalem. Jangan lupa keluarin. Terserah lo mau keluarin dari atas atau bawah. Yang penting harus keluar kalo gak mau kembung tuh perut,” celetuk Ares untuk mencairkan ketegangan sang sahabat yang sebentar lagi akan mempunyai status baru.“Jangan semaput sebelum Ijab. Kalo udah Ijab gak pa-pa deh lo mau semaput kek, guling-guling kek. Ato puter-puter badan kayak film India juga boleh banget. Perlu lo merosot juga nih di pegangan tangga rumah calon binik lo ini?”Ares tertawa dengan candaan Azam si master biang kerok. Jadi ingat masa-masa sekolah saat ketiganya kena teguran keras guru karena main perosotan di tangga sekolah. Ia kembali menatap wajah Raja yang tampan, tapi sayangnya pucat. Mata Ares beralih pada kedua kaki Raja yang bergetar hebat dengan kedua tangan menopang dagu. Raja duduk di depan cermin yang berada di salah satu kamar tamu rumah Daniel Gunawan. Menunggu Pak Penghulu yang sedang kejebak macet karena Si Komo lewat. Ya, keluarga Raja dan El
"Lo meragukan kenormalan gue, Kus? Enggak lupa kan kalo buntut gue udah dua?" sindir Azam."Lo enggak lupa kan kalo gue mantan playboy, Ja?""Cih! Si paling playboy tapi nyatanya cupu! Tiap pacaran, kalo ceweknya udah mau mesra-mesraan, langsung minta putus. Apa itu bisa dikatakan normal? Udah paling bener gue yang paling normal. Udah ada buktinya. Real!"Raja tertawa renyah mendengar sindiran Azam ke Ares. Memang sahabatnya yang satu itu unik. Ares bukan seperti playboy pada umumnya. Pacaran pun karena kasihan sama wanita-wanita yang menyatakan cinta padanya, bukan ia benar-benar cinta. Jadi setiap kali wanita-wanita itu mulai agr*sif, Ares akan langsung ngibrit minta putus. Pria itu mengatakan tidak ingin merugikan calon istrinya kelak. Ya kali biniknya nanti dapat sisa orang. Kalo konteksnya dia duda sih tidak masalah. Bukan sok suci, tapi itu pemikiran Ares sendiri kok. Terserah orang lain mau sependapat atau tidak. Ares hanya ingin menghargai dirinya sendiri dan calon jodohnya. P
"Tangkep, Kus!"Dug!"Aduh!""Kus!!""Kus!!"Ares dan Azam kompak berteriak menyerukan nama sahabatnya. Segera keduanya menghampiri Raja yang kepalanya baru saja terkena bola basket yang Ares lempar."Lo gak pa-pa??" tanya Ares khawatir dengan raut cemas. Ia berjongkok di sisi kiri Raja yang sudah mendudukkan diri di lapangan bola basket yang tersedia di halaman belakang rumah keluarga Jagapati."Gue siapa, Kus?" tanya Azam yang sudah ikut berjongkok. Di sisi kanan Raja.Ares mengernyit tak mengerti. "Maksud lo apaan sih? Kan lo Kodok.""Gue nanyanya sama si Tikus, bukan lo!""Ya maksud gue apaan nanya begitu, Kodoook!""Takut si Tikus tiba-tiba amnesia. Lo gak lupa kan kalau tiga hari lagi dia mau nikah? Tar malah gak jadi ijab gegara lupa nama calon biniknya. Lo gak kasian dia belom rasain nikmatnya kawin?"Ares terbengong dengan jawaban nyeleneh Azam. Ya kali langsung amnesia. Iya kalau kepala Raja sudah kena bola basket, terus ketiban tiang ring. Masih masuk di akal. Ini tadi Ares