Share

Aku Pasrah

Author: Iyustine
last update Last Updated: 2024-05-02 13:38:02

“Jadi Faisya udah kasih tau Bapak kalau Ibu mau ke Jakarta?” Delia membelalakkan matanya.

Faisya yang kaget dengan reaksi Delia menjadi ciut. Kaki kecilnya mundur dua langkah, dan mulai bergetar. “Ibu jangan marah, Fa cuma takut Ibu kenapa-napa di jalan. Kan Ibu sakit.” 

Delia menghela napas, lalu menghembuskan kuat-kuat. “Astafirulloh, maaf Fa, maafin Ibu … Ibu cuma kaget aja.”

“Ibu enggak marah?” Mata Faisya menjadi lebih menyala. Delia menggeleng. Gadis cilik itu segera menghambur ke dalam pelukan Delia. “Ibu cepet sembuh ya. Nanti kalau udah sembuh, baru boleh ke Jakarta.”

Delia sekali lagi mengangguk. “Terima kasih tehnya ya, Fa memang anak pintar. Sekarang Ibu mau istirahat dulu boleh?”

“Iya, Bu. Ini baju-baju Ibu yang di koper Fa masukin ke lemari lagi ya?”

“Nanti aja, enggak apa-apa dibiarin di situ dulu.”

“Tapi Ibu jangan ke Jakarta ya.”

“Iya, Sayang. Sini peluk lagi, Fa mandi dulu, kan bentar lagi waktunya ngaji.”

“Fa pengen nungguin Ibu, jadi boleh enggak kalau Fa bolos mengaji hari ini?”

Delia menimbang sebentar, akhirnya mengangguk. “Tapi Fa keluar dulu boleh? Ibu mau nelpon sama Bapak.”

Setelah Faisya keluar dari kamarnya, Delia segera bangun. Nomor kontak Firman jelas yang menjadi tujuannya. Namun hingga dering ketiga habis, lelaki itu tidak juga merespon panggilannya. 

(Mas, aku mau bicara).

Delia mengirim pesan, dan langsung terlihat bahwa tulisannya telah terbaca. Namun hingga detik-detik berlalu Firman tidak ada tanda-tanda membalas. Hati perempuan dua puluh empat tahun itu kebat kebit gelisah.

Sambil menahan rasa tak karuan, dia mencoba melakukan panggilan lagi kepada suaminya. Berdering lama sebelum akhirnya mati. Delia tidak berputus asa, dia coba menelepon sekali lagi. 

“Halo ….”

Hati Delia menjadi lega begitu mendengar suara Firman.

“Mas, tadi Fa menelpon kamu ya?”

“Iya. Kenapa memangnya?” Suara Firman bernada kasar.

“Aku ….”

“Kamu pengen nyusul ke Jakarta, terus minta kita berhubungan supaya kamu bisa bilang bahwa kamu hamil anak aku kan?”

Nging.

Jantung Delia tersirap. Tubuhnya menjadi goyah. Dia perlu mundur dengan berlahan sampai menyentuh kasurnya kembali, dan duduk pelan di sana.

“Apa Faisya bilang begitu?”

Firman tertawa. “Bod*h! Tentu saja anak sekecil Faisya tidak tau apa-apa. Yang sebenarnya aku menemukan testpack di kloset kita waktu aku pulang itu. Aku sudah memata-mataimu, kamu hamil anak Galang kan?”

Spontan Delia menjerit. Dia luruh ke lantai, teleponnya terlepas.

“Ibu!” Faisya datang lagi. Bersusah payah dia berusaha mengangkat tubuh Delia yang sudah ambruk ke lantai. Melihat nama bapaknya di telepon Delia yang masih menyala, dia berinisiatif bicara kepada Firman.

“Pak, Bapak … Ibu Delia jatuh. Ini enggak bergerak. Bapak ….”

Firman terbengong. Membayangkan anaknya di sana sendirian, kebingungan. Seharusnya tadi dia bisa menahan diri untuk tidak langsung bicara begitu. Minimal menunggu besok, sampai Septi menjemput Faisya.

“Bapak!”

“Iya, Fa ….”

“Eh, ini, Ibu udah melek matanya, Pak.” Faisya meletakkan telepon genggamnya, membiarkan sambungan dengan Firman masih menyala.

“Ibu, Ibu enggak apa-apa?”

“Enggak apa-apa, Fa.”

“Jangan nangis ya, Bu. Nanti Fa bilang ke Bapak suruh cepat pulang.”

Delia meraung kencang. Faisya sigap menepuk-nepuk punggung ibu tirinya. Bukannya membaik, Delia justru bertambah kencang menangis.

Firman yang mendengar hal itu menjadi kebingungan sendiri. Pikiran-pikiran buruk melintas dalam otaknya, bisa jadi Delia berbuat jahat kepada Faisya. Sebab kepada dirinya pun dia tega mengkhianati.

“Halo, Fa, Faisya!”

Tapi sampai suara Firman serak, tidak ada yang menjawab panggilannya. Memang suara tangis Delia begitu kencang, mungkin itu yang menyebabkan Faisya tidak mendengar panggilannya.

Akhirnya Firman mematikan panggilan, setelah itu dia menelepon ulang kepada nomor Delia. Berhasil, suara Faisya hadir lagi di telinganya.

“Fa, bilang sama Ibu, Bapak pulang malam ini.”

“Iya, Mas. Kita bicarakan baik-baik masalah ini.” Suara Faisya berganti menjadi suara Delia. 

“Aku hanya minta sama kamu, Del. Jaga Faisya, kalau sampai sesuatu terjadi sama Faisya aku enggak akan mengampuni kamu.”

Delia tidak mampu menjawab, hanya tangisnya yang terdengar lagi.

Setelah berusaha menenangkan diri sendiri dan meyakinkan Faisya bahwa semua baik-baik saja, Delia menutup pintu kamarnya. Kini dia harus memberitahu Galang, namun hingga beberapa kali percobaan panggilannya, gawai itu masih bisu.

“Kemana sih Galang? Kok sekarang jadi susah banget untuk dihubungi. Dulu aja gercep minta ampun.”

Dengan perasaan tak karuan, Delia beralih untuk menghubungi Astuti. Untungya ibu Galang ini langsung merespon.

“Bi, Galang kemana?”

“A-ada kok di toko. Lagi agak ramai tokonya hehe, kenapa?” Astuti mengurai tawa palsu.

Delia mencebik. “Loh emang Bibi ini di mana?”

“Bibi lagi nonton TV.”

“Kok kalau toko ramai Bibi bisa nonton TV?”

“Eh, itu ….”

“Udahlah, Bi, jangan bohong. Aku itu pusing, harusnya ini ditanggung bersama sama Galang, kan aku hamil juga gara-gara dia. Kalau emang Galang mau lepas tanggung jawab, bilang aja terus terang, enggak menghindar begini.”

“Eh, Del … jangan gitu dong. Bentar ya Bibi panggilin Galangnya, dia tadi lagi—“

“Enggak usah, Bi. Udah enggak mood aku. Sampaikan aja, kalau Mas Firman udah tau. Dia mau pulang malam ini.”

“Hah! Terus gimana?” Suara Astuti berubah menjadi kalut.

“Aku pasrah, Bi.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pengakuan Istriku (Setelah siasat liciknya terbongkar)   Jalani Takdirmu

    “A-aku terpaksa, a-aku terpaksa demi kamu, Sep,” tutur Ratri terbata-bata. “A-aku memang tidak suka sama kamu, sedari awal Firman mengenalkan kamu … tapi aku bukan perempuan yang jahat, aku tidak akan membiarkan Eko berbuat keji sama kamu.”“Jadi benar kamu bunuh suamimu?” Rahmat melotot tidak percaya.Septi tertawa ringan. “Pergilah kalian dari sini. Jangan pernah ganggu hidupku lagi. Aku betul-betul tidak peduli dengan Faisya, jadi tolong jangan sertakan aku ke dalam masalah keluarga Anda lagi, Bu Ratri. Anggap saja kita tidak pernah punya hubungan apa-apa.”“Sep, tunggu!” cegah Ratri saat melihat Septi hendak membalik badan dan menuju ke dalam rumah. “Tapi Faisya itu anakmu.”“Pergilah, Bu, pergilah! Cukup semuanya, aku tidak ingin melihat Faisya, sebab setiap aku melihat anak itu aku selalu terbayang perbuatan bejat ….”“Tapi Faisya itu

  • Pengakuan Istriku (Setelah siasat liciknya terbongkar)   Terungkap

    “Apa yang Ibu lakukan di sini?” Delia berseru melihat Ratri tengah menggedor-gedor pintu kamar mandi sekolah.Sementara anak-anak dan beberapa orang tua murid dan guru telah berkerumun di sekitar Ratri.“Ibu, Ibu Delia!” Faisya segera berteriak saat mendengar suara Delia.“Ya, Sayang. Ini Ibu Delia!” seru Delia.“Fa takut, Bu.”Delia merangsek, mendorong Ratri untuk mundur. “Buka, Fa, enggak apa-apa, ini Ibu.”Pintu kamar mandi segera terbuka. Faisya dengan gesit melesat ke arah Delia. Dia berhasil berkelit ketika tangan Ratri hendak menjamah tubuh kecilnya.“Aku enggak mau ikut Mbah Ratri ke Jakarta, aku mau sama Ibu!” teriak Faisya sembari memeluk pinggang Delia dengan erat.“Faisya, Ibu Delia itu bukan ibumu!” Ratri tak kalah berseru.“Bu, tolong jangan berteriak-teriak di sini. Setidaknya hormati diri Ibu sendiri,&rd

  • Pengakuan Istriku (Setelah siasat liciknya terbongkar)   Korban

    “Ayo, Del!” Mbah Barid menarik tangan Delia.“A-aku takut kalau nanti jadi ribut, Mbah,” jawab Delia pelan. Langkahnya sudah terhenti sedari tadi, sebelum akhirnya seperti sekarang, ditarik-tarik oleh Mbah Barid.“Kan ada Mbah di sini. Ayo!”Delia terpaksa melangkah lagi. Mengekor sang nenek yang jalan di depan, memasuki halaman rumah Astuti. Jenasah Galang sudah dimakamkan semalam, dan rumah Astuti menjadi lebih sepi. Konon kemarin sore pun tidak banyak pelayat yang datang. Hanya beberapa kerabat dan sedikit warga sekitar.Astuti sedang duduk di sofa ruang tamu seorang diri. Matanya bengkak akibat terlalu banyak menangis. Dia terlihat kaget saat mendengar salam dari mulut Mbah Barid, apalagi setelah melihat ada Delia di belakang orang tua itu. Astuti spontan berdiri, badannya siap siaga. Entah mengapa kedua tangannya terkepal kuat.“Mau apa kamu ke sini, Del? Mau mensyukuri musibah yang Bibi terima?

  • Pengakuan Istriku (Setelah siasat liciknya terbongkar)   Syarat

    “Maafkan kami, Bu, Pak Firman tidak bersedia untuk menemui Anda.”Delia merespon dengan anggukan lemah. Matanya bersitatap dengan milik Rena.“Betul kan, Ren? Mas Firman enggak akan mau melihat aku lagi,” bisik Delia sembari melangkah keluar, berjejeran dengan Rena.“Iya, Mbak. Yang penting Mbak Delia udah coba,” hibur Rena.Sejak kemarin sore, Rena memang mengajak Delia untuk membezuk Firman di kantor polisi, tempat lelaki itu ditahan sementara. Delia sudah menolak, sebab dia tahu Firman sekarang sangat membencinya. Perlakuan-perlakuan pada dirinya dan Galang sudah mengindikasikan semua itu.Akan tetapi Rena seperti tidak lelah untuk membujuk kakaknya menjenguk sang suami, atau sekarang sudah mantan? Ah entahlah. Yang pasti, akhirnya Delia berangkat juga ke kantor polisi setelah mengantar Faisya ke sekolah. Lagi-lagi Rena yang memaksanya.“Delia!”Spontan kakak beradik itu menoleh

  • Pengakuan Istriku (Setelah siasat liciknya terbongkar)   Kepada Faisya

    “Jadi Fa bobo di sini?” Mata Faisya membulat. Dia mengedar pandangan lagi, entah sudah yang ke berapa kali.Sejatinya gadis kecil itu sudah melihat-lihat rumah Mbah Barid dengan detail tadi, bahkan sampai masuk ke kamar Mbah Barid. Jika tidak akan tinggal di sini sudah pasti Delia akan melarang Faisya, sebab itu sangat tidak sopan. Namun Delia membuat pengecualian kali ini supaya Faisya merasa lebih nyaman.“Bobo-nya sama Ibu kan?” tanya Faisya lagi.Delia tersenyum. “Iya dong, kita bobo sama-sama.”“Kalau bobo bareng Ibu Delia, aku mau,” sahut Faisya seraya memeluk Delia, lalu menarik tangan ibu tirinya itu agar telinga Delia dekat ke mulutnya. Faisya lantas berbisik, “Rumah Mbah agak horor.”“Oh iya?” Delia memasang mata jenaka.“Sst ….” Faisya mengangkat telunjuk ke depan bibirnya yang mengerucut, lalu matanya melirik ke arah luar. Seaka

  • Pengakuan Istriku (Setelah siasat liciknya terbongkar)   Mengamuk

    “Del, apa maksudmu melibatkan Mbah Barid dalam permasalahan kita? Pakai mengancam segala. Kalau aku enggak memenuhi permintaan dari kamu, aku mau kamu sant3t, begitu?” seru Galang.“Sant3t?”Delia tertawa. Dia baru sadar sekarang, bahwa orang-orang selalu menganggap Mbah Barid sebagai orang yang mempunyai ilmu hitam. Mentang-mentang dia tinggal nyempil sendirian di ujung desa, warga berasumsi si Mbah dekat dengan mistis. Mungkin itu yang menyebabkan Astuti begitu ketakutan melihat sosok si Mbah.“Ya, pasti akan aku lakukan, Bang. Aku akan sant3t kamu biar enggak ada lagi orang yang bisa kamu sakiti. Lebih enak sih kalau burungmu aku bikin letoy!” Delia terbahak. Ekor matanya menangkap Faisya dan Mbah Barid menoleh dengan cepat di kejauhan. Namun perempuan itu tidak peduli, dia tetap saja menyaringkan derai tawanya.“Kita kan melakukan itu suka sama suka. Emang ada aku maksa kamu? Kalau akhirnya kamu ha

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status