Setelah membongkar siasat licik Delia, ada fakta baru yang membuat Firman menjadi lebih syok. Septi, mantan istrinya berkata jika Faisya bukan anak kandung Firman. Selama ini Septi sengaja menyembunyikan fakta itu untuk menyakiti hati Firman di saat yang tepat. Ternyata bukan soal ayah kandung Faisya saja yang menjadi rahasia Septi. Masih ada pengakuan yang membuat Firman hampir gila. Pengakuan apa lagi ya? Lalu bagaimana kelanjutan pernikahan Delia dan Firman?
View More“Pokoknya Mas harus pulang minggu ini!” tukas Delia setengah menjerit.
Dalam layar telepon genggam Delia, Firman tampak tersenyum-senyum. Berbanding terbalik dengan wajah Delia yang cemberut. Bola mata Delia menatap ke arah lain, tidak mau memandang Firman.
Memang begitu setiap kali Delia punya keinginan, tetapi Firman senang membiarkan hal itu lebih lama dengan terus menggoda. Baginya Delia bertambah cantik kalau sedang merajuk, lagi pula lelaki itu tahu jika istrinya hanya sedang berpura-pura marah.
“Iya deh, Mas usahain pulang minggu ini ya.” Akhirnya Firman mengucapkan kalimat yang sedari tadi diminta Delia.
Seketika senyum Delia merekah, mata bulatnya berbinar menatap gambar Firman. “Bener loh ya, jangan bohong. Pokoknya kalau bohong, aku marah.”
“Iya, besok Mas kabari kamu, Sayang. Mas izin dulu ke—”
“Ah … pokoknya pulang, Mas. Apa Mas enggak kasihan sama aku?” Delia menukas, tetapi nadanya dibuat manja. “Udah enggak kuat nahan kangen, Mas ….”
“Iya, iya, Sayang. Udah larut malam ini, bobok yuk!” sahut Firman, lagi-lagi tersenyum lebar.
“Cium dulu dong, Mas …,” Delia mendesah genit, “biar aku mimpiin Mas.”
Firman tersenyum bahagia. “Muach. Udah sana bobok.”
Panggilan video itu ditutup setelah mereka saling memberi salam. Delia melemparkan teleponnya ke atas ranjang, kemudian perempuan berkulit sawo matang itu berjoget kecil untuk beberapa waktu.
“Yes!” Delia meninju udara seraya memekik pelan.
“Del … Delia ….” Terdengar suara lirih memanggil dari kolong tempat tidur.
Eh, iya, karena terlalu senang Delia sampai melupakan Galang. “Keluar, Bang, udah aman,” sahut Delia berbisik.
Sejurus kemudian Galang muncul dengan gerakan pelan, setelah berdiri dia menepuk-nepuk lembut badannya yang bertelanjang dada.
“Ampun … lama banget, sampai aku digigitin nyamuk,” sungut Galang.
“Maaf, Bang, denger sendiri kan, Mas Firman tadi susah dibujuk.”
“Tapi akhirnya mau kan?” Galang bertanya sambil mulai memakai bajunya.
“Ssst, jangan keras-keras, nanti Faisya bangun,” kata Delia sambil melirik ke pintu.
Galang mencebik, tetapi satu tangannya meraih tangan Delia. Sekali sentak perempuan itu sudah berada dalam pelukannya lagi. Ya, sebelum Delia melakukan panggilan telepon dengan suaminya, mereka berdua sedang berpelukan setelah hampir dua puluh menit menyatu. Menggenapi dosa besar yang sering mereka lakukan.
“Kamu belum jawab, Del. Firman jadi pulang enggak minggu ini?” bisik Galang.
“Tenang aja, Bang. Kan udah kubilang suamiku itu bodoh, dia akan melakukan apa pun yang aku minta,” sahut Delia.
Galang menyembur lega. “Syukurlah. Pokoknya jangan buang waktu, begitu dia sampai rumah harus kamu ajak gituan.”
“Iya, Bang, tenang aja kalau soal itu. Eh, kenapa Abang enggak cemburu sih? Berarti Abang enggak cinta sungguhan dong sama aku?”
“Tentu aja cemburu lah, Del,” tukas Galang, “tapi mau gimana lagi. Situasi belum tepat kan? Kita harus sabar dan main cantik.”
Galang melayangkan kecupan kecil, setelah itu dia bergerak melepaskan Delia dari pangkuannya. “Ya udah ya, kayaknya udah sepi, aku pulang dulu.”
“Enggak mau nambah?” Tiba-tiba Delia membuat gerakan menggoda. “Mumpung Mas Firman belum di rumah loh.”
“Astaga … emang kamu enggak ada puasnya ya, udah dua kali,” Galang menyahut gemas. Laki-laki berambut ikal itu berjalan ke arah jendela. “Cukup, besok lagi ya, Sayang.”
Delia meringis. Dia memang hanya bermaksud menggoda saja. Galang membuka jendela dan melompat keluar, cara yang sama seperti ketika dia datang tadi.
Delia mematikan lampu dan bersiap tidur. Dua hari lagi suaminya akan pulang. Kalau biasanya Delia yang mengulur waktu untuk berduaan dengan berbagai alasan, khusus lusa dia tidak segan-segan untuk meminta terlebih dulu kepada Firman. Pokoknya dia harus menjalankan rencana Galang, yakni membuat sang suami berhubungan badan dengan dirinya sesegera mungkin.
Ah … Delia menarik napas lega seraya memejamkan mata. Galang memang cerdas. Ketakutannya kini telah sirna, Galang sudah memberikan dia solusi atas masalah yang timbul dan Delia yakin semuanya akan berjalan sesuai rencana. Tanpa sengaja dia mengelus perutnya, meski masih rata, tetapi di dalamnya telah bersemayam benih Galang.
“A-aku terpaksa, a-aku terpaksa demi kamu, Sep,” tutur Ratri terbata-bata. “A-aku memang tidak suka sama kamu, sedari awal Firman mengenalkan kamu … tapi aku bukan perempuan yang jahat, aku tidak akan membiarkan Eko berbuat keji sama kamu.”“Jadi benar kamu bunuh suamimu?” Rahmat melotot tidak percaya.Septi tertawa ringan. “Pergilah kalian dari sini. Jangan pernah ganggu hidupku lagi. Aku betul-betul tidak peduli dengan Faisya, jadi tolong jangan sertakan aku ke dalam masalah keluarga Anda lagi, Bu Ratri. Anggap saja kita tidak pernah punya hubungan apa-apa.”“Sep, tunggu!” cegah Ratri saat melihat Septi hendak membalik badan dan menuju ke dalam rumah. “Tapi Faisya itu anakmu.”“Pergilah, Bu, pergilah! Cukup semuanya, aku tidak ingin melihat Faisya, sebab setiap aku melihat anak itu aku selalu terbayang perbuatan bejat ….”“Tapi Faisya itu
“Apa yang Ibu lakukan di sini?” Delia berseru melihat Ratri tengah menggedor-gedor pintu kamar mandi sekolah.Sementara anak-anak dan beberapa orang tua murid dan guru telah berkerumun di sekitar Ratri.“Ibu, Ibu Delia!” Faisya segera berteriak saat mendengar suara Delia.“Ya, Sayang. Ini Ibu Delia!” seru Delia.“Fa takut, Bu.”Delia merangsek, mendorong Ratri untuk mundur. “Buka, Fa, enggak apa-apa, ini Ibu.”Pintu kamar mandi segera terbuka. Faisya dengan gesit melesat ke arah Delia. Dia berhasil berkelit ketika tangan Ratri hendak menjamah tubuh kecilnya.“Aku enggak mau ikut Mbah Ratri ke Jakarta, aku mau sama Ibu!” teriak Faisya sembari memeluk pinggang Delia dengan erat.“Faisya, Ibu Delia itu bukan ibumu!” Ratri tak kalah berseru.“Bu, tolong jangan berteriak-teriak di sini. Setidaknya hormati diri Ibu sendiri,&rd
“Ayo, Del!” Mbah Barid menarik tangan Delia.“A-aku takut kalau nanti jadi ribut, Mbah,” jawab Delia pelan. Langkahnya sudah terhenti sedari tadi, sebelum akhirnya seperti sekarang, ditarik-tarik oleh Mbah Barid.“Kan ada Mbah di sini. Ayo!”Delia terpaksa melangkah lagi. Mengekor sang nenek yang jalan di depan, memasuki halaman rumah Astuti. Jenasah Galang sudah dimakamkan semalam, dan rumah Astuti menjadi lebih sepi. Konon kemarin sore pun tidak banyak pelayat yang datang. Hanya beberapa kerabat dan sedikit warga sekitar.Astuti sedang duduk di sofa ruang tamu seorang diri. Matanya bengkak akibat terlalu banyak menangis. Dia terlihat kaget saat mendengar salam dari mulut Mbah Barid, apalagi setelah melihat ada Delia di belakang orang tua itu. Astuti spontan berdiri, badannya siap siaga. Entah mengapa kedua tangannya terkepal kuat.“Mau apa kamu ke sini, Del? Mau mensyukuri musibah yang Bibi terima?
“Maafkan kami, Bu, Pak Firman tidak bersedia untuk menemui Anda.”Delia merespon dengan anggukan lemah. Matanya bersitatap dengan milik Rena.“Betul kan, Ren? Mas Firman enggak akan mau melihat aku lagi,” bisik Delia sembari melangkah keluar, berjejeran dengan Rena.“Iya, Mbak. Yang penting Mbak Delia udah coba,” hibur Rena.Sejak kemarin sore, Rena memang mengajak Delia untuk membezuk Firman di kantor polisi, tempat lelaki itu ditahan sementara. Delia sudah menolak, sebab dia tahu Firman sekarang sangat membencinya. Perlakuan-perlakuan pada dirinya dan Galang sudah mengindikasikan semua itu.Akan tetapi Rena seperti tidak lelah untuk membujuk kakaknya menjenguk sang suami, atau sekarang sudah mantan? Ah entahlah. Yang pasti, akhirnya Delia berangkat juga ke kantor polisi setelah mengantar Faisya ke sekolah. Lagi-lagi Rena yang memaksanya.“Delia!”Spontan kakak beradik itu menoleh
“Jadi Fa bobo di sini?” Mata Faisya membulat. Dia mengedar pandangan lagi, entah sudah yang ke berapa kali.Sejatinya gadis kecil itu sudah melihat-lihat rumah Mbah Barid dengan detail tadi, bahkan sampai masuk ke kamar Mbah Barid. Jika tidak akan tinggal di sini sudah pasti Delia akan melarang Faisya, sebab itu sangat tidak sopan. Namun Delia membuat pengecualian kali ini supaya Faisya merasa lebih nyaman.“Bobo-nya sama Ibu kan?” tanya Faisya lagi.Delia tersenyum. “Iya dong, kita bobo sama-sama.”“Kalau bobo bareng Ibu Delia, aku mau,” sahut Faisya seraya memeluk Delia, lalu menarik tangan ibu tirinya itu agar telinga Delia dekat ke mulutnya. Faisya lantas berbisik, “Rumah Mbah agak horor.”“Oh iya?” Delia memasang mata jenaka.“Sst ….” Faisya mengangkat telunjuk ke depan bibirnya yang mengerucut, lalu matanya melirik ke arah luar. Seaka
“Del, apa maksudmu melibatkan Mbah Barid dalam permasalahan kita? Pakai mengancam segala. Kalau aku enggak memenuhi permintaan dari kamu, aku mau kamu sant3t, begitu?” seru Galang.“Sant3t?”Delia tertawa. Dia baru sadar sekarang, bahwa orang-orang selalu menganggap Mbah Barid sebagai orang yang mempunyai ilmu hitam. Mentang-mentang dia tinggal nyempil sendirian di ujung desa, warga berasumsi si Mbah dekat dengan mistis. Mungkin itu yang menyebabkan Astuti begitu ketakutan melihat sosok si Mbah.“Ya, pasti akan aku lakukan, Bang. Aku akan sant3t kamu biar enggak ada lagi orang yang bisa kamu sakiti. Lebih enak sih kalau burungmu aku bikin letoy!” Delia terbahak. Ekor matanya menangkap Faisya dan Mbah Barid menoleh dengan cepat di kejauhan. Namun perempuan itu tidak peduli, dia tetap saja menyaringkan derai tawanya.“Kita kan melakukan itu suka sama suka. Emang ada aku maksa kamu? Kalau akhirnya kamu ha
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments