“Aku akan berhati-hati.” Anna mencoba menenangkan Adam dengan senyum tipis. “Lagi pula aku tidak sendirian kan? Tuan Dawson pasti ada di sekitarnya.”Adam kebingungan. Otaknya bekerja keras mencari cara untuk mengalihkan perhatian Anna. Mendadak dia memiliki sebuah ide yang terdengar konyol bahkan di telinganya sendiri. “Oh, apa kau bisa mengajariku bermain game yang kau mainkan tadi? Itu terlihat sangat seru.”“COD Mobile?” Anna menaikkan alis, terkejut dengan permintaan yang tidak terduga itu.“Hah?” Adam tidak mengerti yang disebutkan Anna.“Nama gamenya.” Anna memberitahu dengan sabar, meski masih heran dengan minat mendadak Adam.“Oh, ya ya. COD Mobile.” Adam mengangguk-angguk dalam kebingungan, berusaha terlihat antusias. Selama ini dia sesekali bermain game juga di ponselnya. Jenis permainan bayi, ejek Felix di masa lalu. Entah sejak kapan anak itu menjadi musuhnya. Mereka sulit akur.“Apa kakek yakin? Akan ada senjata dan darah. Ini game terlihat realistis. Aku khawatir kau a
Kepala Anna dipenuhi pemikiran saat kembali dari ruang makan. Dia berjalan di koridor sambil melamun, langkah kakinya terasa ringan namun pikirannya berat.Felix membelanya di depan keluarga Dawson. Itu luar biasa. Seumur hidup Anna, tidak banyak yang berdiri untuk membelanya. Jika pun ada yang melakukannya, tentu saja ada pamrih yang harus dia bayar kelak. Di depan sebuah kamar dia hampir bertabrakan dengan seseorang.“Kakek!” Anna menghindar di saat yang tepat. Refleks tubuhnya bergerak cepat, menghindari tabrakan yang hampir terjadi. Orang tua itu juga sedang melamun dan tidak melihat orang lain yang berjalan berlawanan arah dengannya.Adam sendiri terkejut bukan main. Jantungnya berdegup keras. Dia lebih kaget dengan seruan nyaring Anna, bukan pada kenyataan mereka hampir bertabrakan. “Kau mengejutkanku.” Adam memegangi dadanya sambil menggerutu, napasnya masih belum teratur. Selalu penuh kejutan, pikirnya kesal.“Kakek, bukankah kau yang berjalan sambil melamun? Untunglah aku
Di meja makan telah berkumpul lima orang. Felix duduk di ujung meja. Wajahnya tanpa ekspresi seperti biasa. Sedangkan Anna diatur duduk di kursi sebelah kanannya, tidak sekali pun dia melirik ke arah suaminya. Adam duduk di sebelah kiri Felix, tangannya gelisah memainkan serbet di pangkuannya. Sisanya, Frans bersebelahan dengan Adam dan Viona di sebelah Anna.Ada suasana canggung yang terasa di antara mereka. Suara dentingan sendok dan garpu menjadi satu-satunya yang memecah keheningan. Saat mereka mulai menyantap makanan, Vionalah yang mulai bicara."Sepupu, apa kau sudah tahu yang terjadi pada ibu hari ini?" Dia melirik pada nyonya Harrison yang berpenampilan seperti gadis muda yang polos. Viona sangat ingin mencekiknya hingga tewas.Felix sedang mengiris sepotong daging di piringnya menjadi bagian kecil dengan gerakan elegan. Dia menyuapnya dan mengunyah tanpa suara, bahkan tanpa menoleh ke arah Viona. Ekspresinya datar saja saat mendengar ucapan sepupunya itu."Ibumu perlu terapi
Felix tidak berniat kembali ke rumah sore itu. Dia masih harus memeriksa pengiriman dari gudang di luar kota ketika pesan dari Adam masuk ke ponselnya. Dengan sigap, dia menekan layar dan membaca pesan singkat itu. Setelah membaca pesannya, kerutan di keningnya segera tercipta.Baru tadi pagi isterinya membuat masalah. Apakah dia akan mengacau lagi di rumah?Felix menghela napas panjang. Rasanya dia baru saja menyelesaikan satu masalah, dan sekarang ada lagi. Dia menatap keluar jendela mobil, melihat gedung-gedung tinggi yang berlalu lalang. Saat dia memutuskan pulang dan menyuruh supir memutar arah mobil, saat itulah Aurel mendapat serangan panik. Dia hanya menemukan Anna sendirian di ruang tamu tengah bermain game di ponselnya. Suara tembakan dan musik latar permainan memenuhi ruangan itu. Meski berisik, tapi terasa tenang. Jenis ketenangan yang aneh. Tidak ada tanda-tanda pernah terjadi pertarungan.Anna duduk bersila di sofa dengan santai, seolah tidak ada yang terjadi. Ponselny
“Ibu!” Viona berseru memanggil ibunya yang duduk di sofa dengan tubuh kaku. Wajahnya pucat pasi, mata melebar dengan tatapan kosong ke depan. “Apa yang terjadi?!” Viona bergegas menghampiri dan mengguncang tubuh ibunya dengan lembut. Tetapi Aurel hanya duduk tegak dengan dua tangan membekap mulutnya erat-erat. Dadanya naik turun tidak beraturan. Dia seperti tidak bernapas.Serangan panik.“Nyonya, bernapaslah.” Garret ikut menyadarkan wanita itu dengan suara tenang namun tegas. Dia menunduk di hadapan nyonya Dawson, mencoba menangkap tatapannya. “Bernapaslah perlahan. Tarik napas... buang napas...” Ketika melihat kondisi majikannya tidak membaik, Garret menoleh cepat ke arah pintu. “Panggil tuan Dawson!” Dia berteriak pada seorang pelayan yang berdiri bingung di dekat pintu ruang tamu.Pelayan itu segera berlari keluar dengan panik.Suasana ruang tamu yang semula tegang berubah riuh. Beberapa pelayan lain mulai berdatangan, berbisik-bisik dengan wajah cemas.“Ibu!” Viona terus meman
Anna memiringkan wajah seakan sedang mengingat sesuatu. Alisnya berkerut, matanya memandang ke atas seolah berusaha menggali memori yang tersimpan jauh. Tapi memang tidak ada yang diingatnya. Tepatnya, tidak ada sesuatu yang pernah didengarnya dari siapa pun di rumah ini tentang keluarga Felix.“Tidak pernah dengar,” ujar Anna jujur sambil mengangkat bahu. Nadanya santai, seolah hal itu sama sekali bukan masalah besar.“Felix tidak pernah bercerita?” Viona merasa tidak puas. Suaranya naik satu oktaf. Itu hanya menunjukkan dua hal, keluarga Dawson tidak penting hingga Felix merasa tidak perlu mengungkitnya pada sang istri, atau istrinya yang tidak penting hingga dia merasa tidak perlu mengenalkan gadis ini pada keluarganya.Ini pasti bukan pernikahan yang direncanakan. Entah dari pinggir jalan yang mana sang sepupu mengambilnya.Viona melirik sekilas pada ibunya, mencoba menangkap reaksi Aurel. Wanita yang lebih tua itu duduk tegak, wajahnya datar namun mata tajamnya tidak lepas dari A