Share

Bab 7

Author: Ana j
last update Last Updated: 2025-07-02 21:56:45

Ayasa menatap kosong langit-langit kamarnya. Matanya membengkak karena menangis semalaman. Regas benar-benar keterlaluan. Pria itu bak monster yang membuatnya bergidik ngeri.

"Kamu sudah bangun?" Regas baru saja keluar dari kamar mandi, dia bersedekap dada, menatap Ayasa dengan wajah datar. Pria ini sangat santai, seolah tak ada rasa bersalah sedikit pun pada sang istri.

Ayasa bergeming, sama sekali tidak mengindahkan ucapan Regas. Saat ini dia benar-benar sakit, baik fisik maupun hati.

"Kita sudah menjadi suami istri. Lantas, apa salahnya? Kamu juga menikmatinya," ujarnya datar. "Satu lagi, jangan lupa minta maaf pada Laluna, akibat kecerobohanmu, kakinya sampai membengkak dan merah."

Ayasa yang sejak tadi membisu perlahan menolehkan kepalanya. "Apa maksud Mas Regas?" tanyanya dengan napas memburu.

"Saya tidak suka mengulangi perkataan yang sama, saya harap kamu segera meminta maaf pada Laluna," ujar Regas sambil berjalan santai dengan hanya mengenakan handuk.

Wanita itu memalingkan wajahnya. Alih-alih meminta maaf, Regas justru menyuruhnya melakukan hal yang sebaliknya, padahal itu jelas-jelas bukan salah Ayasa.

Setelah Regas pergi, Ayasa bangkit dari tidurnya. Badannya seakan remuk, tapi dia tetap memaksakan diri untuk ke kamar mandi dan bersiap berangkat kerja.

***

"Nyonya, ini sarapannya," kata Nina. Walau wajah wanita itu datar, tapi Ayasa bisa menangkap kekhawatiran darinya. Apakah semalam Nina mendengar keributan di kamarnya?

"Terima kasih, tapi saya akan sarapan di kantor," balas Ayasa sembari melangkah pelan, walau sesekali meringis dan menggigit bibir bawahnya kuat-kuat.

Nina hanya memperhatikan, tiba-tiba wanita itu mendekat dan menyerahkan sebuah botol kecil.

"Minum ini agar sakit yang Anda rasakan mereda."

Mata Ayasa membelalak, pipinya langsung memerah.

"Anda tidak perlu malu, Nyonya. Itu hal wajar," ungkap Nina santai.

Kalimat itu justru membuat Ayasa semakin tak tahu harus menaruh wajahnya di mana.

Dia mengambil obat itu dengan cepat. "Terima kasih," katanya singkat, lalu pergi sambil meringis di setiap langkahnya.

Saat sampai di kantor, Ayasa mengernyit bingung melihat teman-teman satu divisinya yang heboh sembari menatap layar komputer.

"Ada apa?" tanya Ayasa pada Dina.

"Ini, loh! Regas Tenggara, dia baru putus tunangan sama Bella. Eh, masa udah gandengan lagi! Mana upload di story pula! Kamu bayangin aja, Regas yang anti sosial media, tiba-tiba posting kayak begini!" Bukan Dina yang menjawab, tapi salah satu rekan kerjanya.

Ada juga yang menimpali, “Kalau ceweknya sekelas Laluna sih, ya tidak heran Regas cepat move on. Tapi disayangkan sih, hubungannya sama Bella udah lama.”

Ayasa yang mendengar itu hanya tersenyum datar. Dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Akan tetapi, matanya terarah pada layar komputer yang menampilkan akun sosial media milik Regas, lengkap dengan beberapa story yang menampilkan wajah Laluna serta pria itu sendiri.

"Apa jangan-jangan akun Mas Regas dipegang sama Laluna ya?" Dina ikut berkomentar.

"Mas, Mes, Mas, Mes! Kamu kayak kenal aja, Din," canda dua gadis itu kepadanya.

Dina gelagapan dan tersenyum canggung, tak lupa melirik ke arah Ayasa.

Dia memang kenal Regas, tapi itu pun setelah berteman sama Ayasa dan sering ke rumah wanita inj. Namun, hanya sebatas itu. Mengingat Regas itu orangnya sangat datar dan dingin—kecuali pada orang tertentu. Contohnya, Bella dan Laluna.

Ayasa berjalan ke arah mejanya, lalu mendudukkan dirinya ke kursi. Karena penasaran, dia membuka akun sosial media milik Regas, tapi sayangnya terkunci. Tidak mungkin dia meminta pertemanan pada pria itu.

"Ayasa, nanti jangan lupa ke ruangan Pak Malvin, ya. Mungkin ada proyek yang harus kalian bahas, soalnya beliau cari kamu tadi," ujar Dina.

Ayasa mengangguk ke arah Dina, lantas mengambil sebungkus roti dari lacinya, untuk mengisi perut karena ingin meminum obat pereda nyeri yang diberikan oleh Nina.

Tiba-tiba terbesit perasaan takut dalam diri Ayasa. Bagaimana reaksi orang-orang kantornya jika mereka tahu bahwa dirinya adalah istri dari Regas Tenggara? Apakah mereka akan menatapnya penuh kebencian, atau justru tak percaya akan fakta itu? Mengingat dia bukan siapa-siapa, dan tiba-tiba saja bersanding dengan seorang model terkenal.

"Ayasa, itu ponsel kamu bunyi terus dari tadi. Kamu ngelamun, ya?”

Ayasa tersentak mendengar ucapan salah satu rekan kerjanya. Dia segera melihat ke layar ponselnya yang menampilkan panggilan dari sang ibu.

"Halo, Bu?"

"Ayasa! Tolong ayahmu! Ayasa, tolong!" seru ibunya panik dari seberang sana.

Ayasa terlihat khawatir. "Ada apa, Bu? Ayah kenapa?"

"Ayahmu kecelakaan dan harus segera dioperasi! Cepat ke rumah sakit! Biayanya benar-benar besar!”

Napas Ayasa tercekat mendengarnya. "Bu—"

Belum sempat dia membalas, panggilan itu sudah dimatikan oleh ibunya.

Ayasa langsung bangkit dari duduk dan menatap ke arah rekan-rekannya. "Ayahku kecelakaan, aku izin ke rumah sakit dulu ya, nanti aku juga akan izin lewat pesan ke HRD."

Dia buru-buru mengambil tasnya dan pergi, bahkan sebelum teman-temannya memberikan reaksi.

Sesampainya di rumah sakit, Ayasa melihat ibunya menangis di ruang tunggu.

"Bu," panggil Ayasa lirih dengan mata berkaca-kaca.

Rima mendongak, lalu tiba-tiba menyentak tangan Ayasa yang menyentuhnya. "Gara-gara kamu lama datang! Jadi anak seharusnya jangan lelet, begitu Ibu telepon, kamu harus langsung ke sini!"

Ayasa mundur selangkah, padahal dia sudah secepat mungkin. Tapi apa daya, lalu lintas Jakarta sangat padat, apalagi di jam kerja seperti ini.

"Bu, aku—"

"Jangan banyak alasan, Ayasa! Ibu tahu kamu memang lelet dari dulu!"Rima mengusap kasar air matanya, menatap tajam sang putri. "Sekarang pikirkan! Dari mana kita mendapatkan uang ratusan juta untuk biaya operasi ayahmu!"

"Operasi apa sampai ratusan juta, Bu? Apakah keadaannya sangat parah?" tanya Ayasa, mencoba mengesampingkan sifat ibunya yang selalu menyalahkannya dalam situasi apa pun.

"Cedera kepala berat, bahkan sampai patah kaki! Kamu pikir biaya pengobatan setelah operasinya sedikit?" dengkusnya sinis. "Untuk itu, cepat hubungi suamimu! Minta uang yang banyak, Ibu tunggu segera!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pengantin Dadakan sang Casanova    Bab 7

    Ayasa menatap kosong langit-langit kamarnya. Matanya membengkak karena menangis semalaman. Regas benar-benar keterlaluan. Pria itu bak monster yang membuatnya bergidik ngeri."Kamu sudah bangun?" Regas baru saja keluar dari kamar mandi, dia bersedekap dada, menatap Ayasa dengan wajah datar. Pria ini sangat santai, seolah tak ada rasa bersalah sedikit pun pada sang istri.Ayasa bergeming, sama sekali tidak mengindahkan ucapan Regas. Saat ini dia benar-benar sakit, baik fisik maupun hati."Kita sudah menjadi suami istri. Lantas, apa salahnya? Kamu juga menikmatinya," ujarnya datar. "Satu lagi, jangan lupa minta maaf pada Laluna, akibat kecerobohanmu, kakinya sampai membengkak dan merah."Ayasa yang sejak tadi membisu perlahan menolehkan kepalanya. "Apa maksud Mas Regas?" tanyanya dengan napas memburu."Saya tidak suka mengulangi perkataan yang sama, saya harap kamu segera meminta maaf pada Laluna," ujar Regas sambil berjalan santai dengan hanya mengenakan handuk.Wanita itu memalingkan

  • Pengantin Dadakan sang Casanova    Bab 6

    Ayasa merasa bersalah karena selalu mematikan ponselnya, sehingga dia tidak tahu bahwa Nina sudah menghubunginya mengenai kedatangan sang mertua. Ayasa menggigit bibir bawahnya resah. Dia bahkan hanya mengenakan dress sederhana yang dimilikinya.Wajahnya hanya dipoles sedikit untuk menyamarkan wajah kusutnya dan menutupi kesedihannya. Ayasa turun tergesa-gesa dan hampir jatuh dari tangga jika dia tidak berpegangan.Dia kembali menuruni undakan tangga, takut jika mertuanya sudah sampai, dan—langkah Ayasa tiba-tiba terhenti. Dia menelan ludah susah payah saat melihat Laluna dan ibu mertuanya sedang bercanda ringan, sementara Regas duduk tenang sambil menerima telepon.“Hai! Sini Ayasa, duduk di sini.” Sambutan Laluna membuat Ayasa tersenyum. Kini dia yang seperti tamu.Ayasa melihat ke arah Marissa–mama mertuanya. "Selamat malam, Ma."Marissa hanya mengangkat sebelah alis, lalu kembali berbincang bersama Laluna.Ayasa tersenyum kikuk, dia ingin mencium punggung tangan Marissa, tapi wani

  • Pengantin Dadakan sang Casanova    Bab 5

    Ayasa memijat pelipisnya. Wajahnya pucat pasi dan keringat dingin mulai mengalir dari pelipisnya."Ayasa, kamu tidak apa-apa?" tanya Dina, sahabat sekaligus rekan kerjanya. "Astaga, badanmu hangat! Istirahat saja dulu, atau kamu mau izin pulang? Nanti aku infokan ke HRD."Ayasa menghembuskan napas pelan. Sejak sampai di kantor, dia memang merasa tidak enak badan, tapi tetap memaksakan diri. Puncaknya pada siang ini, ketika jam istirahat, dia langsung ke kamar mandi untuk memuntahkan semua isi perutnya."Tidak usah, aku hanya butuh tidur. Nanti juga sembuh." Dina langsung membawa Ayasa menuju salah satu ruangan tempat istirahat. "Sebentar, aku ambil obat dulu." Selang beberapa saat, Dina muncul membawa sepotong sandwich dan obat. "Buat ganjel perut ya, baru minum obatnya."Ayasa mengangguk lemah, setelah meminum obatnya dia mencoba memejamkan mata, tapi Ayasa tidak kunjung tidur. Dia menghembuskan napas berat, membuka mata perlahan dan menatap langit-langit ruangan itu dengan mata ber

  • Pengantin Dadakan sang Casanova    Bab 4

    Ayasa terbangun pukul 06.00 pagi. Dia bergegas membersihkan diri dan bersiap-siap untuk bekerja. Jujur saja, dia masih teringat ucapan Regas semalam.“Kamu tahu, aku masih tidak menyangka jika akan itu booming. Ternyata foto pas kita kolaborasi sama brand yang kemarin itu lucu juga ya. Bisa-bisanya mereka bilang kita sepasang suami istri.”Ayasa yang sudah di lantai bawah memelankan langkahnya ketika mendengar suara itu. Dia penasaran siapa yang bertamu sepagi ini. Dia pun sampai di meja makan, dan orang yang berada di sana sontak menoleh kepadanya. Ayasa tersenyum kikuk melihat tatapan tajam dan dingin yang Regas layangkan padanya.Lain halnya dengan seorang wanita cantik itu, dia sontak bangkit dari duduknya dan menghampiri Ayasa. "Halo, Ayasa! Aku Laluna, sahabat sekaligus rekan kerja Regas." Belum sempat Ayasa bersuara, Laluna langsung memeluk Ayasa. "Astaga, kamu sangat cantik, sepertinya seumuran dengan adikku."Ayasa terpaku. Dia tidak terbiasa menerima perlakuan seperti ini,

  • Pengantin Dadakan sang Casanova    Bab 3

    Bella Lovanka, wanita cantik yang selalu menjadi pusat perhatian, berbanding terbalik dengan sang adik, Ayasa Respati, pendiam dan tidak suka keramaian. Walaupun mereka saudara, entah mengapa Ayasa merasa dirinya tak ada mirip-miripnya dengan Bella. Bukan berarti Ayasa jelek, tapi jika dibandingkan dengan Bella, tentu dia kalah telak.Kenyataan bahwa Bella kabur di hari pernikahannya dan menikah dengan laki-laki lain membuat orang tuanya terpukul. Mengapa Bella bertindak sedemikian rupa? Bukankah selama ini hubungannya dengan Regas baik-baik saja? Lantas, yang menanggung segala hukuman atas kelakuan Bella adalah Ayasa sendiri.“Kamu di sini?” tanya Rima kaget, tidak menyangka Ayasa akan mendatanginya setelah kepulangannya dari luar kota. “Kenapa malam-malam ke sini? Apa yang akan dikatakan suamimu, Ayasa!”Ayasa menggeleng tak percaya. "Aku tidak peduli, Bu. Aku hanya ingin bertanya mengapa Ibu dan Ayah melakukan semua ini padaku? Kalian mengorbankanku dalam sebuah pernikahan yang ba

  • Pengantin Dadakan sang Casanova    Bab 2

    Ayasa merasakan perih pada perutnya ketika terbangun. Dia melihat ke arah luar yang sudah sangat gelap. Entah berapa lama dia tertidur setelah perdebatannya dengan Regas. Ayasa melihat sekeliling kamarnya, begitu luas dengan segala furniture mewah."Nyonya, Anda harus makan malam." Ayasa tersentak kaget ketika melihat seorang wanita berdiri di ambang pintu, menatapnya tanpa ekspresi. "Saya bukan hantu, ini sudah pukul sembilan malam. Sebaiknya Anda membersihkan diri dan berganti pakaian, lalu bergegas ke meja makan."Ayasa melihat ke arah pakaiannya, dia masih mengenakan gaun pengantin sederhana, lalu menoleh ke arah wanita itu dengan tatapan bingung."Saya Nina, selaku kepala pelayan di sini. Bergegaslah karena Tuan tidak suka orang lelet."Ayasa berusaha menghilangkan rasa gugupnya sembari bertanya hati-hati. “Apakah Mas Regas ada di bawah?”Bibir Nina menipis, terlihat kesal melihat Ayasa yang terlalu lambat dan banyak bertanya. "Tidak, tapi biasanya Tuan Regas pulang sekitar pukul

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status