Share

Bab 6

Author: Ana j
last update Last Updated: 2025-06-03 21:04:56

Ayasa merasa bersalah karena selalu mematikan ponselnya, sehingga dia tidak tahu bahwa Nina sudah menghubunginya mengenai kedatangan sang mertua. Ayasa menggigit bibir bawahnya resah. Dia bahkan hanya mengenakan dress sederhana yang dimilikinya.

Wajahnya hanya dipoles sedikit untuk menyamarkan wajah kusutnya dan menutupi kesedihannya. Ayasa turun tergesa-gesa dan hampir jatuh dari tangga jika dia tidak berpegangan.

Dia kembali menuruni undakan tangga, takut jika mertuanya sudah sampai, dan—langkah Ayasa tiba-tiba terhenti. Dia menelan ludah susah payah saat melihat Laluna dan ibu mertuanya sedang bercanda ringan, sementara Regas duduk tenang sambil menerima telepon.

“Hai! Sini Ayasa, duduk di sini.” Sambutan Laluna membuat Ayasa tersenyum. Kini dia yang seperti tamu.

Ayasa melihat ke arah Marissa–mama mertuanya. "Selamat malam, Ma."

Marissa hanya mengangkat sebelah alis, lalu kembali berbincang bersama Laluna.

Ayasa tersenyum kikuk, dia ingin mencium punggung tangan Marissa, tapi wanita seolah-olah tak melihatnya.

Ayasa menunduk malu, dia menggigit bibir bawahnya seraya meremas kedua tangan.

“Ayo, mulai saja makan malamnya,” ujar Marissa datar. Sesekali melirik Ayana, bak seorang yang sedang menila, lalu tersenyum dingin setelahnya. 

"Nina memang tahu kesukaanku, kalau makan malam di sini selalu disajikan seafood," seru Laluna. Menatap penuh binar makanan yang paling disukai itu.

"Tahu dong, Sayang. Tante juga pasti tahu apa yang kamu suka. Kapan-kapan makan malam di rumah Tante ya, kita masak bareng-bareng. Jangan lupa ajak anak Tante yang bandel ini. Susah sekali dia ke rumah orang tuanya, alasannya sibuk-sibuk terus," sindir Marissa pada Regas, sementara lelaki itu hanya terdiam kaku.

"Pasti, Tante! Tapi kalau masakan aku, biasanya Regas selalu suka kok. Makanya aku sering suruh dia pulang ke apartemen. Namun, karena sekarang dia sudah mempunyai istri, tentu dia harus makan masakan istrinya. Oh ya, Ayana. Apa kamu bisa masak?" tanya Laluna.

"Bisa," jawab Ayasa pelan, merasa kaget karena dirinya tiba-tiba diajak bicara.

"Nah, ide bagus tuh! Berhubung kamu bisa masak juga, nanti kita masak sama-sama di rumah Tante Marissa."

"Loh, bukan seperti itu, Sayang. Tante hanya mengajak kamu saja dan Regas. Karena Tante percaya masakan kamu sangat juara, selain itu juga karena Tante rindu kalian." Nada keberatan dari Marissa tentu membuat yang di meja makan mengerti.

Laluna tertawa pelan. "Ah, begitu. Okay, kalau begitu, nanti aku ambil libur biar bisa masak-masak sama tanteku tersayang ini."

Marissa tertawa, begitu pula dengan Laluna.

“Mas, mau makan pakai apa?” tanya Ayasa, memberanikan diri, membuat suasana meja makan langsung hening.

“Tidak usah, Ayana, biar aku saja. Ga, kamu mau sup iga sama ayam goreng bawang putih?” tanya Laluna pada Regas.

“Boleh,” balas Regas datar dan tenang, seolah tidak terusik oleh keadaan sekitar.

“Bilang ya kalau kurang, nanti aku ambilkan lagi.” Laluna menyodorkan piring berisi nasi dan lauk pauk pada Regas. Wanita itu terlihat sangat gesit dalam menyiapkan kebutuhan Regas.

“Belajar caranya menyiapkan makanan untuk suami ya. Kamu tidak bisa pasif seperti itu. Coba contoh Laluna yang gesit dalam segala hal, baik ketika bekerja bahkan saat urusan rumah tangga. Saya lihat kamu juga tidak ada usaha untuk mengakrabkan diri. Jika seperti ini terus, siapa yang mau melihatmu?” ucap Marissa, menatap lurus pada Ayasa.

Ayasa meremas kedua tangannya. Bukannya tidak ada usaha, tapi mereka saja yang tidak menghargainya. Namun, dia tidak bisa mengungkapkannya. "Maafkan aku, Ma."

Regas yang menyaksikan itu tetap memasang wajah dingin, tidak ada niatan membela Ayasa di depan mamanya sendiri. Mereka pun kembali melanjutkan makan malam dengan tenang. 

Selesai makan malam, mereka berbincang hangat. "Jadi, kapan kamu ke Singapura bersama Regas?" tanya Marissa pada Laluna.

"Satu minggu lagi, Tante. Ini menyesuaikan sama jadwalnya Tuan Regas yang super sibuk." Laluna mencebikkan bibir. 

Marissa tertawa pelan, tapi Regas tetap menampakkan wajah datar tanpa ekspresi. “Jaga Regas ya, apalagi dari incaran para model di sana. Aduh, pusing Tante melihat berita setiap hari.”

"Pasti, Tante! Selama ada aku, mana ada yang berani mendekati Regas," ucap Laluna percaya diri.

“Mama pulang jam berapa?”  

Pertanyaan Regas membuat Marissa mendengkus. "Kamu ngusir, Mama?"

"Bukan begitu. Ini sudah malam, Papa pasti mencari Mama," jelas Regas datar.

Marissa melihat arloji di pergelangan tangannya. "Ah, benar juga. Ya sudah, Mama pulang sekarang saja."

"Aku antar, sekalian mengantar Laluna." Regas bangkit dari duduknya. Ayasa hanya menunduk, seperti seorang yang tidak terlihat.

“Ayana, duluan ya.” Laluna tersenyum, hendak memeluk wanita yang memasang wajah sedih itu. Namun, tiba-tiba dia berteriak panik. “Panas! Panas!” Mangkuk sup dari kaca yang berada di hadapan Ayasa terjatuh, mengenai kaki Laluna.

“Ya Tuhan, Sayang!” teriak Marissa, lalu menyentak tangan Ayasa supaya menyingkir.

“Apa yang kamu lakukan!” tekan Regas tajam, menatap Ayasa dengan tatapan menggelap.

Ayasa menggeleng kuat. "Aku tidak—"

“Menyingkir!” titah Regas dingin.

“Regas, sakit .…” Laluna merengek, memegang kakinya yang memerah disertai air mata yang mulai mengalir. Dia tampak begitu kesakitan.

"Cepat bawa ke rumah sakit, Regas!" Marissa tampak panik.

"Tidak mau! Aku tidak suka rumah sakit, Tante! Lebih baik bawa aku ke apartemen!" Laluna semakin menangis kesakitan.

Regas langsung berjongkok dan menggendong Laluna. Wanita itu kembali menangis dan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Regas. Regas berjalan cepat, diikuti Marissa, meninggalkan Ayasa yang diam membeku.

Ayasa meremas jarinya, perlahan membersihkan pecahan beling dari mangkuk kaca yang terjatuh. “Perih!” Ayasa meringis ketika jarinya tergores.

“Nyonya!” Nina datang tergopoh-gopoh. "Astaga, Nyonya. Anda jangan membersihkannya, biar saya saja!" Dia menuntun Ayasa kembali ke kursi dan membersihkan pecahan itu dengan cepat. Setelahnya, dia mengambil obat antiseptik untuk membersihkan luka Ayasa.

"Bukan saya yang membuat mangkuk itu terjatuh. Sa–saya juga tidak tahu mengapa bisa terjatuh dan mengenai kaki Laluna," adu Ayasa dengan tatapan kosong.

Nina tersenyum datar sembari membersihkan luka Ayasa. "Saya tahu, Nyonya. Itu semua adalah hal biasa. Nanti juga Nyonya akan terbiasa menghadapinya. Ketahuilah, menjadi bagian dari Keluarga Tenggara itu tidaklah mudah."

Ayasa menatap Nina bingung. "Maksudnya? Saya tidak mengerti."

Nina menarik napas berat, lalu memasang plester pada luka Ayasa. Setelahnya, dia menatap Ayasa. "Mungkin semua orang berpikir jika Nyonya adalah wanita lemah yang bisa-bisanya bersanding dengan seorang Regas Tenggara. Namun, pertama kali melihat Anda, entah mengapa saya yakin jika suatu saat nanti Anda akan membawa perubahan besar untuk Keluarga Tenggara."

Perkataan ambigu Nina semakin membuat Ayasa pusing. "Jujur saja, saya semakin bingung."

Nina tersenyum. "Nyonya tidak perlu memikirkannya. Sebaiknya lekas istirahat. Jangan menunggu Tuan, karena dia pasti akan menginap di apartemen Nona Laluna."

"Apa? Kenapa harus di apartemen Laluna? Kenapa Mas Regas tidak pulang saja?" tanya Ayasa pelan, tidak ingin terlihat ingin tahu, walau sebenarnya penasaran.

Nina hanya memasang wajah datar tanpa menjawab. Dia mengantar Ayasa ke kamar, membiarkan Ayasa bergulat dengan pikiran negatifnya.

"Sebaiknya Anda istirahat,. jangan terlalu banyak berpikir." Nina keluar meninggalkan Ayasa yang masih termenung di tempat tidurnya.

Sekitar pukul dua dini hari, Ayasa merasakan kasurnya bergoyang. Dia membuka mata dan terkejut melihat wajah tampan Regas yang menatapnya sayu. Dua kancing kemeja pria itu terbuka, menampilkan dada bidangnya.

"Mas … Mas, kenapa?" Ayasa beringsut menjauh, tapi tubuhnya langsung ditahan Regas. pria itu tertawa dingin. "Mas!" Ayasa mulai takut, apalagi ketika Regas tiba-tiba menjatuhkan kepalanya pada ceruk lehernya.

"Bella, Bella …," racau Regas terus menerus. "Kenapa kamu begitu jahat, Bella. Kenapa kamu meninggalkanku, brengsek! Apa salahku padamu!"

Regas terus meracau, membuat Ayasa semakin ketakutan.

"Mas, sadar, Mas! Aku bukan Kak Bella!" Ayasa ingin menangis, apalagi ketika Regas memeluk pinggangnya erat.

Regas mengangkat kepala dari pundak Ayasa dan menatap wanita itu. "Pembohong, kamu pembohong, Bella! Malam ini aku akan memilikimu, agar tidak ada yang memisahkan kita, Bella!" Regas tertawa dingin, lalu menarik Ayasa kuat, tubuh wanita itu langsung membentur dada bidangnya.

Ayasa berteriak histeris dan memukul-mukul pundak Regas agar melepaskannya, tapi lelaki itu seolah tuli. "Mas! Aku bukan Kak Bella!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pengantin Dadakan sang Casanova    Bab 6

    Ayasa merasa bersalah karena selalu mematikan ponselnya, sehingga dia tidak tahu bahwa Nina sudah menghubunginya mengenai kedatangan sang mertua. Ayasa menggigit bibir bawahnya resah. Dia bahkan hanya mengenakan dress sederhana yang dimilikinya.Wajahnya hanya dipoles sedikit untuk menyamarkan wajah kusutnya dan menutupi kesedihannya. Ayasa turun tergesa-gesa dan hampir jatuh dari tangga jika dia tidak berpegangan.Dia kembali menuruni undakan tangga, takut jika mertuanya sudah sampai, dan—langkah Ayasa tiba-tiba terhenti. Dia menelan ludah susah payah saat melihat Laluna dan ibu mertuanya sedang bercanda ringan, sementara Regas duduk tenang sambil menerima telepon.“Hai! Sini Ayasa, duduk di sini.” Sambutan Laluna membuat Ayasa tersenyum. Kini dia yang seperti tamu.Ayasa melihat ke arah Marissa–mama mertuanya. "Selamat malam, Ma."Marissa hanya mengangkat sebelah alis, lalu kembali berbincang bersama Laluna.Ayasa tersenyum kikuk, dia ingin mencium punggung tangan Marissa, tapi wani

  • Pengantin Dadakan sang Casanova    Bab 5

    Ayasa memijat pelipisnya. Wajahnya pucat pasi dan keringat dingin mulai mengalir dari pelipisnya."Ayasa, kamu tidak apa-apa?" tanya Dina, sahabat sekaligus rekan kerjanya. "Astaga, badanmu hangat! Istirahat saja dulu, atau kamu mau izin pulang? Nanti aku infokan ke HRD."Ayasa menghembuskan napas pelan. Sejak sampai di kantor, dia memang merasa tidak enak badan, tapi tetap memaksakan diri. Puncaknya pada siang ini, ketika jam istirahat, dia langsung ke kamar mandi untuk memuntahkan semua isi perutnya."Tidak usah, aku hanya butuh tidur. Nanti juga sembuh." Dina langsung membawa Ayasa menuju salah satu ruangan tempat istirahat. "Sebentar, aku ambil obat dulu." Selang beberapa saat, Dina muncul membawa sepotong sandwich dan obat. "Buat ganjel perut ya, baru minum obatnya."Ayasa mengangguk lemah, setelah meminum obatnya dia mencoba memejamkan mata, tapi Ayasa tidak kunjung tidur. Dia menghembuskan napas berat, membuka mata perlahan dan menatap langit-langit ruangan itu dengan mata ber

  • Pengantin Dadakan sang Casanova    Bab 4

    Ayasa terbangun pukul 06.00 pagi. Dia bergegas membersihkan diri dan bersiap-siap untuk bekerja. Jujur saja, dia masih teringat ucapan Regas semalam.“Kamu tahu, aku masih tidak menyangka jika akan itu booming. Ternyata foto pas kita kolaborasi sama brand yang kemarin itu lucu juga ya. Bisa-bisanya mereka bilang kita sepasang suami istri.”Ayasa yang sudah di lantai bawah memelankan langkahnya ketika mendengar suara itu. Dia penasaran siapa yang bertamu sepagi ini. Dia pun sampai di meja makan, dan orang yang berada di sana sontak menoleh kepadanya. Ayasa tersenyum kikuk melihat tatapan tajam dan dingin yang Regas layangkan padanya.Lain halnya dengan seorang wanita cantik itu, dia sontak bangkit dari duduknya dan menghampiri Ayasa. "Halo, Ayasa! Aku Laluna, sahabat sekaligus rekan kerja Regas." Belum sempat Ayasa bersuara, Laluna langsung memeluk Ayasa. "Astaga, kamu sangat cantik, sepertinya seumuran dengan adikku."Ayasa terpaku. Dia tidak terbiasa menerima perlakuan seperti ini,

  • Pengantin Dadakan sang Casanova    Bab 3

    Bella Lovanka, wanita cantik yang selalu menjadi pusat perhatian, berbanding terbalik dengan sang adik, Ayasa Respati, pendiam dan tidak suka keramaian. Walaupun mereka saudara, entah mengapa Ayasa merasa dirinya tak ada mirip-miripnya dengan Bella. Bukan berarti Ayasa jelek, tapi jika dibandingkan dengan Bella, tentu dia kalah telak.Kenyataan bahwa Bella kabur di hari pernikahannya dan menikah dengan laki-laki lain membuat orang tuanya terpukul. Mengapa Bella bertindak sedemikian rupa? Bukankah selama ini hubungannya dengan Regas baik-baik saja? Lantas, yang menanggung segala hukuman atas kelakuan Bella adalah Ayasa sendiri.“Kamu di sini?” tanya Rima kaget, tidak menyangka Ayasa akan mendatanginya setelah kepulangannya dari luar kota. “Kenapa malam-malam ke sini? Apa yang akan dikatakan suamimu, Ayasa!”Ayasa menggeleng tak percaya. "Aku tidak peduli, Bu. Aku hanya ingin bertanya mengapa Ibu dan Ayah melakukan semua ini padaku? Kalian mengorbankanku dalam sebuah pernikahan yang ba

  • Pengantin Dadakan sang Casanova    Bab 2

    Ayasa merasakan perih pada perutnya ketika terbangun. Dia melihat ke arah luar yang sudah sangat gelap. Entah berapa lama dia tertidur setelah perdebatannya dengan Regas. Ayasa melihat sekeliling kamarnya, begitu luas dengan segala furniture mewah."Nyonya, Anda harus makan malam." Ayasa tersentak kaget ketika melihat seorang wanita berdiri di ambang pintu, menatapnya tanpa ekspresi. "Saya bukan hantu, ini sudah pukul sembilan malam. Sebaiknya Anda membersihkan diri dan berganti pakaian, lalu bergegas ke meja makan."Ayasa melihat ke arah pakaiannya, dia masih mengenakan gaun pengantin sederhana, lalu menoleh ke arah wanita itu dengan tatapan bingung."Saya Nina, selaku kepala pelayan di sini. Bergegaslah karena Tuan tidak suka orang lelet."Ayasa berusaha menghilangkan rasa gugupnya sembari bertanya hati-hati. “Apakah Mas Regas ada di bawah?”Bibir Nina menipis, terlihat kesal melihat Ayasa yang terlalu lambat dan banyak bertanya. "Tidak, tapi biasanya Tuan Regas pulang sekitar pukul

  • Pengantin Dadakan sang Casanova    Bab 1

    “Walaupun kamu menampar pipimu sampai merah, itu semua tak mengubah apa pun.”Suara itu membuat Ayasa membalikkan tubuh. Dia terkejut melihat sosok tubuh tinggi tegap yang menjulang di hadapannya. Regas Tenggara—kekasih kakaknya—Bella. Bahkan sekarang Ayasa tidak tahu di mana Bella berada. Dia merasa menjadi orang bodoh yang hanya menerima dan tak diberi penjelasan lebih."Kenapa harus aku, Mas? Dan mengapa tidak ada yang memberitahuku alasan kak Bella kabur? Kalian semua bungkam, padahal aku juga korban di sini, " kata Ayasa datar. Mereka sudah sampai di kediaman Regas setelah melangsungkan pernikahan pagi ini, seminggu yang lalu Bella kabur entah ke mana, membuat Keluarga Tenggara murka. Lantas, jalan yang mereka tempuh adalah tetap melangsungkan pernikahan, dan tentunya Ayasa yang menggantikan kakaknya. Untuk orang berduit seperti Keluarga Regas Tenggara, tentu sangat mudah mengurus dokumen ini itu, apalagi pernikahan ini sangat tertutup. Hanya dihadiri keluarga inti dan beberapa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status