Jordhan menyuruh Nandini untuk membersihkan diri, dan memakai pakaian yang dia pilihkan untuknya. Jordhan begitu senang, ia merasakan kembali memiliki seorang putri. Andai istrinya juga masih hidup, dia pasti akan sangat senang sekali dengan kedatangan Nandini di rumah ini. Ya, Jordhan dan istrinya bekerja di keluarga Romanov. Sedari Arshaka dan Xavier masih bayi mereka sudah berada di sana, mengabdikan diri untuk keluarga Romanov. Keluarga yang begitu baik, apalagi nyonya besar Romanov dia begitu sangat lembut dan memperlakukan para pegawai serta pembantu di rumahnya seperti keluarganya sendiri. "Cepat bersihkan diri kamu. Dan berdandan yang cantik, siapa tahu saja yang datang ke sini dia adalah calon pangeranmu!" Kekeh Jordhan. Nandini menggeleng. Senyumnya terlihat terkulum kala Jordhan menggodanya seperti itu. Hah mana mungkin akan datang seorang pangeran sedang status dia adalah istri orang. "Paman ada-ada saja! Mana mungkin ada pria yang mau sa
Nandini masih terpaku di tempatnya. Dia tidak menyangka jika kakaknya berada di hadapannya. Semuanya terasa mimpi, tapi kenyataannya Abrian memang berada di depannya. Apalagi sang kakak sekarang memeluk erat tubuhnya. Nandini menangis tergugu dalam pelukan Abrian. Jika ini semua mimpi, Nandini berharap ia tidak terbangun. "Kakak!" Lirih Nandini sebelum matanya menggelap. Nandini jatuh pingsan. Abrian kaget, reflek ia pun berteriak. Xavier yang hendak beranjak masuk pun urung jadinya karena mendengar teriakan Abrian. "Nandini!" Teriak Xavier. Lekas ia berlari menuju Abrian. "Vier, kenapa ini? Kenapa Nandini pingsan!" Tanya Abrian panik. Xavier mengambil alih tubuh Nandini. Jordhan pun turut menghampiri ketiganya. Wajah Nandini begitu pucat dalam pangkuan Xavier. Pria tampan nan gagah itu pun berdiri. Dengan Nandini berada di gendongannya. Ia langsung masuk ke dalam kamarnya. "Paman!" Seru Xavier. "Panggil dokter kemari! Cepat!" L
Sejatinya setiap kesalahan pasti ada waktu untuk memperbaikinya. Asal kita benar-benar berubah dan berusaha menebus kesalahan yang sudah tercipta. Karena di mana ada kemauan di situ ada jalan. Layaknya Abrian. Ia berusaha untuk menebus semua kesalahannya di masa lampau. Kesalahan fatal hingga membuat adiknya, hidup dalam penderitaan selama bertahun-tahun lamanya. "Nandini," panggil Abrian pelan dan lembut. Gadis itu mengalihkan atensinya, tadi dia sempat shock kala kakaknya memeluk tubuhnya. Karena itu kali pertama selama hidup Nandini, Abrian memeluknya dengan begitu erat. Senang tentu saja, hingga membuat Nandini tak sadarkan diri. "Kakak," ucap Nandini pelan dan tersenyum. "Kakak apa kabar? Ibu bagaimana sehat atau tidak? Kak Meylan sudah pulang?" Tanya Nandini beruntun. Abrian terkekeh, lalu ia mendekati adiknya. "Kakak sehat sayang. Ibu juga sehat, kalau Meylan kakak tidak tahu dia berada di mana! Mengapa kamu memikirkan gadis itu hmm," ucap
Hari beranjak pagi, Nandini sudah bangun sejak subuh tadi. Karena semalaman ia sudah tertidur, jadi tepat pukul 3 pagi gadis itu sudah terbangun. Dan ia langsung menuju ke dapur, rencananya dia akan membuat beberapa makanan kecil untuk tuannya yang sudah baik padanya. Tadi pas bangun, ia mencari kakaknya tapi nihil sang kakak tidak ada di sana. Entah kemana dia pergi, Nandini tidak ingin berharap terlalu tinggi. Abrian menengoknya sudah cukup bagi Nandini. "Buat kue cara bikang ah, semoga Tuan suka," lirih Nandini tersenyum senang. Lalu ia pun memasukkan bahan-bahan yang di perlukan untuk membuat kue tersebut. Sambil bersenandung kecil, ia membuat kue itu. Tanpa ia sadari jika sedari tadi Xavier sudah berdiri di pintu dapur. "Sedang apa!" Suara barithon yang terdengar datar dan dingin menyapa telinga Nandini sehingga membuat ia menjatuhkan spatulanya. Gadis itu berbalik dan melotot mendapati Xavier yang sedang menatapnya sambil membawa sebuah gelas di ta
Nandini memeluk tubuh kekar pria yang baru saja menyapanya. Sedang pria itu terkekeh sambil memeluk tubuh sang adik. Ya yang datang pagi sekali ke mansion mewah Xavier, adalah Abrian ia meminta izin terlebih dahulu hari ini ia akan datang siang, karena ingin menemui adiknya. "Kakak di sini? Kakak tidak kerja?" Tanya Nandini sambil mendongak menatap wajah sang adik. "Kakak izin sayang, datang siang pada suamimu. Dan beruntungnya dia mengizinkan kakak!" Balas Abrian. Nandini mengangguk. Meski wajah Xavier terkesan dingin. Tapi sebenarnya ia adalah pria yang baik, hanya saja pria itu akan berubah ganas jika ada seseorang yang mengusik ketenangannya. Awal-awal pernikahan Nandini memang di perlakukan sangat kasar olehnya, apalagi dengan segudang tugas yang di berikannya. Tapi dia hari ini sikap Xavier lebih baik, tepatnya setelah ia jatuh pingsan. Entah apa yang terjadi, yang pasti Nandini bersyukur karena perubahan sikap Xavier, meski ia di haruskan melakuka
"Xavier!" Suara barithon itu menghentikan langkah kaki Xavier. Dia diam menunggu tanpa membalikkan tubuh kekarnya. Ya segitu angkuhnya Xavier hingga untuk menjawab panggilan orang pun enggan. Lalu pria itu menghampiri sang adik. Dia meneliti penampilan adiknya itu mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tidak ada yang berbeda, Xavier mengangkat alisnya sebelah, menatap heran pria yang berada di hadapannya. "Kamu sehat Vier?" Tanya pria itu khawatir. Xavier mendengus sebal. Tapi tidak dengan pria itu yang malah terkekeh melihat wajah kesal sang adik. Lalu pria itu pun merengkuh bahu kekar sang adik. "Ngapain kakak ke sini?" Tanya Xavier datar pada Arshaka. "Menjengukmu! Aku khawatir kamu malah sakit gara-gara minuman haram itu!" Jawab Arshaka. Xavier hanya diam menatap kakaknya yang berada di sampingnya. Dia mendengus, kakaknya masih saja membahas apa yang ia lakukan kemarin. Ayolah, kemarin dia sedang dalam masa kepusingan. Arshaka
Setelah mengatakan hal itu. Meylan segera beranjak dari sana, membawa sejuta luka yang menganga. Dirinya tidak percaya jika pria yang ia pilih, ternyata tidak lebih dari seorang pengecut. Meylan terus berjalan hingga kini ia berada di apartemen yang biasa ia tinggalin selama di negara A. Meylan mendapatkan apartemen itu dari Alex, karena selama ia berada di sini pria itulah yang menjamin keberlangsungan hidupnya. Meylan merasa ini semua hanyalah mimpi, sebuah mimpi buruk. "Apa yang harus aku lakukan! Apa jika aku kembali pada Xavier, dia masih mau menerimaku!" Lirih Meylan. Pikirannya menerawang jauh. Ke kejadian beberapa bulan lalu, ketika ia pertama kali berkenalan bersama Alex. Dan juga ketika pria itu merayunya untuk pergi meninggalkan hari pernikahannya. "Sayang!" Panggil Xavier lembut kala sang kekasih datang ke perusahaannya untuk makan siang. Kala itu Xavier sedang mengadakan pertemuan dengan Alex Ferdinand yang merupakan CEO di Ferdinand Grou
Tangisan masih terdengar di ruangan apartemen yang sunyi itu. Tangisan itu terdengar pilu dan menyayat hati. Siapa saja yang mendengarnya pasti akan merasakan iba dan juga kasihan. "Kamu tega Lex! Tega merusakku, dan sekarang setelah kau puas. Kau membuangku begitu saja layaknya sampah yang sudah tidak bisa lagi di pakai! Aku sudah tidak berharga," lirih Meylan dengan tangisan yang tiada berhenti. "Apa yang harus aku lakukan," lanjut Meylan lalu ia mengambil ponselnya yang berada di atas meja. Ia akan mencoba menelepon sang kakak. Semoga kakaknya mau menolong dan membawa dirinya pulang ke negaranya. Meylan sudah memutuskan dia akan kembali lagi ke negaranya, dan dia juga akan berusaha kembali mendekati Xavier. Apapun yang terjadi. Meylan harus kembali dengan Xavier. Bila perlu dirinya akan melakukan apapun meski harus jalan kotor sekalipun toh semuanya sudah terlanjur hancur. Tut tut tut Meylan masih menunggu jawaban dari seberang sana. Hin