“Dasar anak tidak tahu di untung, tidak tahu berterima kasih. Anak pembawa sial!” hardik wanita paruh baya itu pada sang putri angkat. Senja pun terkesiap, keringat dingin membasahi keningnya. Senja mengedarkan pandangannya, kamar indah nan luas itu membuat Senja mengernyitkan keningnya. Bentakan yang barusan ia dengar terasa nyata. Senja mencoba mengumpulkan kesadarannya. Nafasnya masih terengah-engah, sesak dan sakit sekali rasanya. Senja bahkan sampai memegang dadanya. “Aku di mana,” ucapnya berbisik lirih. Senja belum ingat jika tadi ia sempat tak sadarkan diri. Alarich membawanya ke kamar tamu yang ada di lantai bawah. Nandini pun langsung menyuruh dokter pribadinya untuk memeriksa Senja. Penjelasan dokter cukup membuat Alarich dan yang lainnya tercengang. Senja trauma, meskipun gadis itu mencoba untuk menguatkan diri. Namun, di alam bawah sadarnya, rasa takut mendominasi pikirannya. Dokter pun menyarankan membawa Senja ke psikiater.
“Ibu,dia siapa?” Sheinafia baru saja datang bersama sang suami dengan yang lainnya, mengernyit heran menatap ibunya nan tengah memeluk seorang gadis muda. Sheinafia takut, jika kejadian Syifa kembali menimpanya. Sheinafia mematung, ia tidak jadi mendekati Nandini. Perempuan muda itu lebih memilih berbalik dan menjauh. Rain menatap heran, lalu tanpa berkata apapun ia lebih menyusul sang istri. “Sayang,” panggil Rain lembut. Sheinafia menoleh,lalu tersenyum menatap sang suami. Suami? Ah rasanya Sheinafia masih merasa bermimpi bisa menikah dengan Rain, laki-laki yang notabene begitu membencinya. Ternyata di balik sikap dingin dan datarnya, Rain menyembunyikan cintanya. Rain menghampiri Sheinafia dengan senyuman di bibirnya, senyum yang hanya bisa di lihat olehnya. “Ada apa, hmm,” tanya Rain. Sheinafia diam, ia hanya menggelengkan kepalanya. Rain tahu, jika sang istri tengah gelisah. Lelaki tampan itu pun memeluk sang istri dan
Nandini menjelaskan dengan sabar siapa Senja pada Sheinafia. Besar harapan jika putrinya akan bersahabat baik, mengingat Sheinafia tidak mempunyai teman dekat. Adapun yang selalu menjaga Sheinafia, Alarich nan selalu setia menjaga putrinya. Terkadang Nandini takut jika Alarich akan memiliki perasaan lebih dari sekedar sepupu pada Sheinafia. Tapi kekhawatirannya ternyata tidak terbukti. "Ibu berharap jika kamu akan berteman baik dengannya, Nak. Kasihan dia, ayah dan yang lainnya pun tengah mencari informasi mengenai siapa Senja sebenarnya." Sheinafia masih terdiam, mencoba untuk mencerna ucapan dan perkataan sang ibu. Perempuan muda itu menatap lekat mata sang ibu, seolah ia tengah mencari kebenaran dari binar mata Nandini. Tak berapa lama, Sheinafia pun mengangguk. Mencoba menerima kehadiran Senja. "Baik, Ibu. Maafkan Shei, jika pikiran Shei terlalu jauh dan negatif," ujar Sheinafia pelan. Nandini mengangguk, lalu memeluk tubuh sang putri,
“Al, jadi siapa yang akan mendatangi orang tua angkat Senja? Papa atau kamu?” tanya Arshaka Dewangga Romanov yang tak lain adalah ayah dari pria muda yang bernama Alarich. Pria muda nan tampan itu, menatap ke tiga pria paruh baya yang ada di hadapannya. Lantas ia menghela nafas lelah. “Apakah harus sampai menemui mereka, Pa? Kita baru saja kenal gadis itu, bagaimana jika dia hanya bermain peran? Dan semua itu hanya karangannya belaka?” Arshaka menaikkan alisnya, matanya menyipit menatap sang putra. Lantas kepalanya menggeleng tidak percaya. “Nak, meskipun kita baru mengenal gadis itu. Tapi Papa, Ayah dan Daddy langsung mencari informasi, semua data-data tentangnya. Tidak ada salahnya jika kita ingin menolong seseorang, Nak. Toh kami pun tidak mungkin akan sembarangan dalam mengambil tindakan,” ucap Arshaka bijak. “Apa yang di katakan Papa-mu benar, Nak. Melihat Senja, Ayah seolah melihat Ibu-mu dulu. Bagaimana hidupnya yang susah dan menjadi pelamp
Bab 82 - S2 - Murka Saat ini, Senja bersama dengan Namilea dan juga Alarich tengah berada di perjalanan untuk menemui orang tua angkat Senja. Kedua wanita berbeda usia itu kini duduk di kursi belakang sementara Alarich bertugas menjadi supir mereka berdua. Nandini ingin ikut menemani, tetapi Xavier memaksanya untuk ikut. Menemaninya ke acara pertemuan antar kolega di perusahaannya. Meskipun sedikit merengut, dan tidak rela, Nandini tetap mengikuti suaminya. Alarich melirik ekspresi wajah Senja, ekspresi gadis itu terlihat begitu tegang dan keringat sudah membasahi keningnya. Jujur Senja enggan menginjakkan kakinya kembali di rumah itu, terlalu banyak luka yang ia dapat. Namilea merasakan ketegangan Senja, lalu wanita paruh baya itu segera mengenggam tangan gadis itu mencoba menyalurkan ketenangan padanya. “Semua akan baik-baik saja, hmm. Jangan terlalu khawatir, ada Mama dan juga Al di sini,” ujar Namilea lembut. Akhirnya setelah menempuh perjalan
“Kami tahu siapa kalian! Dan kami sama sekali tidak takut,” ucapnya pongah. “Dia … anak sial itu silahkan pergi dari sini, tetapi serahkan dulu sertifikat rumah ini. Dia silahkan angkat kaki dari rumahku,” lanjutnya dengan sangat percaya diri. Senja terdiam, menatap nanar ibu yang sudah membersamainya selama tujuh belas tahun lamanya. Dulu, ia begitu baik dan lembut. Namun, seiring berjalannya waktu, sikap dan perilakunya berubah. Apalagi setelah kematian sang suami, semakin menjadi ulahnya. Perempuan paruh baya itu tidak segan memukul dan mencaci Senja jika pekerjaan gadis itu kurang memuaskan. Namilea pun geram, ah andai saja yang berhadapan dengan mereka adalah Melati. Tentu perempuan setengah baya itu pasti akan langsung memarahi kedua perempuan tak tahu diri itu. “Silahkan kalian ambil, aku … aku tidak memerlukan rumah ini, meski ayah menghadiahkan untukku tetapi kalian lebih berhak,” ujar Senja seraya menatap sendu pada perempuan yang sudah ia angg
Senja menatap nanar mobil yang membawa ibu dan saudara angkatnya itu. Entah apa yang akan di lakukan oleh lelaki yang bernama Alarich Dewangga Romanov itu. “Ayok, Nak. Mari kita pulang, biarkan Al menyelesaikan semuanya,” ajak Namilea. “Tapi Ma, Al tidak akan melakukan hal yang tidak-tidak, ‘kan?” tanya Senja penuh harap. Namilea meringis, ia menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Sang supir menahan senyumnya kala melihat majikannya tidak bisa menjawab pertanyaan polos dari gadis di hadapannya. Pria itu tentu tahu, bagaimana sadis dan kejamnya keturunan Romanov ketika melibas habis para musuhnya. Ia salah satu saksi bagaimana Xavier ketika menghabisi nyawa musuh-musuhnya. Arshaka dia lebih suka memilih lewat jalur hukum, sedangkan Xavier ia setidaknya akan membuat musuhnya kehilangan salah satu anggota tubuhnya sebelum ia di masukkan ke dalam penjara. “Tidak, Nak. InsyaAllah Al tidak akan melakukan hal yang tidak-tidak.” Senja mengangguk meskipun ia ti
PPTX - BAB 1 Seorang pria tampan nan gagah terlihat sedang mematut diri di depan cermin. Sesekali tersungging senyum tipis di bibirnya yang seksi, senyum tak lepas dari bibirnya. Jas hitam berpadu dengan kemeja putih sangat pas di tubuhnya yang tinggi menambah ketampanan pria itu berkali-kali lipat. Laki-laki yang bernama Xavier Romanov, hari ini akan melangsungkan pernikahan. Pernikahan impiannya bersama sang kekasih hati. Sudah lama sekali ia merencanakan semua, tapi baru kali ini terlaksana. "Aku benar-benar tidak sabar," Xavier tersenyum dan mencoba untuk membuang nafasnya secara perlahan untuk menghilangkan rasa gugup yang menyerang dirinya. Pernikahan impian yang akan terjadi, meski harus melangkahi sang kakak. Pria itu tidak ingin lagi menunda, dia ingin menjadikan sang kekasih hati sebagai RATU di dalam hidupnya. Sambil menunggu yang lain siap, dia meraih ponsel yang tergeletak di atas meja, mencoba untuk menghubungi sang calon is