Bening berbincang-bincang dengan sahabatnya Intan, dia sangat senang, akhirnya kekasih dan sahabat kembali lagi."Intan sungguh aku merasa kesepian tanpamu. Kapan kamu kesini, kita bercanda-canda lagi seperti dulu." Bening meneteskan air mata dari kedua sudut netranya.Intan diseberang sana berusaha tidak menjatuhkan air mata. Dia tidak mau Bening sampai mengetahui dirinya menangis."Maaf Bening, aku pengen sekali bertemu denganmu, namun aku masih sibuk dengan urusanku. Semoga lain waktu kita bisa betemu ya," jawab Intan."Baiklah Intan. Aku selalu menunggumu.""Sudah dulu Bening. Aku ada urusan lain ya. Kita sambung lagi nanti.""Baiklah Intan."Intan memustuskan panggilan. Disana Intan masih merasa bersalah pada sahabatnya. Dia menimal ponsel dan menjatuhkan air mata berulang kali, hingga membasahi kedua pipinya."Maafkan aku, Bening. Aku belum bisa menampakkan wajahku dihadapanmu. Aku belum sanggup bertemu dirimu setelah apa yang aku lakukan sama kamu. Aku beraninya memusuhimu. Sung
Acara syukuran sudah selesai. Bening sangat bahagia melihat anak yatim itu juga bahagia. Bening jadi ingat dengan anak-anak Palestina yang sedih kehilangan orang tua mereka."Thanks yah Mas. Kamu sudah mendatangkan kebahagiaan di dalam hidupku. Oh iya kamu sudah cuci darah Mas? Jangan sampai telat yah," ucap Bening sambil menggendong Anggun."Kamu tidak usah khawatir Beningku. Aku selalu ingat untuk hal itu. Eh aku mau coba ajarin Anggun jalan. Boleh?" "Iya nih Anggun belum bisa jalan Mas." Bening memberikan Anggun pada Kunang.Kunang mulai mengajari Anggun berjalan dengan memegangi kedua tangan Anggun. Terpancar dari wajah Anggun bahwa dia sangat bahagia bersama sang ayah.Bening sangat bahagia juga melihat kebahagiaan yang terpancar dari sang putri. "Aku kangen Tante, eh maksudku Mama Jessi Mas. Bisakah kita kesana?" kata Bening. Kunang yang tengah fokus mengajari Anggun berjalan menjadi beralih menatap Bening. "Boleh-boleh saja kita kesana. Tapi, aku punya kejutan lagi untukmu, S
Langkahnya terhuyung-huyung perlahan menghampiri pria yang duduk di sofa memandangnya dengan penuh kebingungan dan tanda tanya yang bersarang di otaknya. Entah kenapa perempuan itu nampak lemah tak sanggup menatap kekasih hati yang duduk itu. "Nikahi aku, Kunang ...." terucap dari bibir seorang gadis. Ia menahan air mata yang mau mengucur deras."Tentu saja Honey! Aku akan menikahimu setelah kita lulus kuliah. Okey?" Tanpa keraguan Kunang menjawab. Ia berusaha meyakinkan gadisnya. Nampak terukir lengkungan senyum manis bak bulan sabit. Namun wanitanya hanya mematung dengan bibir pucat yang seperti tidak minum beberapa hari. Bola mata indah itu menatap kosong ke depan seakan tak bernyawa. Relung hatinya tak puas mendengar jawaban Mahasiswa itu.Wanita itu hanya menggelengkan kepala dan berkata, "Tidak Kunang! Bukan jawaban itu yang aku butuhkan. Nikahi aku sekarang juga. Kalau tidak, maka cepatlah kamu menjauh dariku."Seperti belati yang menancap tepat menghunus hati Kunang. Pria itu m
Kemarin hariku yang paling buruk saat dosen beku memarahiku dan membuat hukuman berlarian 50 kali putaran keliling kampus. Namun, gak sampai diputaran 50 baru sampai di putaran ke 4 aku pingsan dan dibawa ke unit kesehatan kampus (UKK).Berharap semoga saja hari ini nasibku baik. Selama masuk kampus dan mengambil jurusan Akuntansi di BEU. Aku belum punya musuh. Walau musuhku cuman Dosen phobia wanita itu.Aku mendapat julukan Miss Balsem, ratu balsem, nenek pembawa balsem tetap harus kuat iman, serta membentengi hati supaya tidak membalas cacian mereka yang kadang tepat menghunus jantung. Tapi, cacian itu tak sebanding dengan perlakukan dosen beku yang membuatku kewalahan kemaren.Hari ini hujan begitu mengguyur kampus. Suasana mendingin lebih kunikmati daripada harus berpapasan atau bertemu dosen beruang kutub itu. Kejam sekali kalau di pikir-pikir aku menyebutnya beruang dalam hati. So, tak apa yang penting cuma dalam hati kan?Kebiasaan saat hujan semakin deras. Aku paling suka mema
Kupegangi kepala yang sakit dan berdenyut. Entah apa yang terjadi. Membuka perlahan mata. Suasananya berbeda, aroma kamar juga beda. Ini seperti bukan kamarku? Lemari yang bewarna gelap. Lampu tidur dan semua perabotan mewah. Ini kamar siapa? Apakah aku sudah mati dan berada di surga? Aku berusaha mengingat kembali apa yang terjadi. Oh iya aku kan mau mengantar Pak Kunang pulang? Kenapa bisa berada di kamar asing?Aku bangkit dan berkaca di kaca berukuran besar, badanku terlihat jelas. Wah aku terlihat sangat memukau dengan gamis baru merah jambu. Kerudung yang menjuntai. Aku seperti bidadari yang turun dari kayangan, hehe.Tercium aroma kamar yang berbau khas kamar pria. Hah kamar pria? Berarti aku sedang berada di kamar siapa? Dan tunggu, siapa yang menganti pakaianku?"AAAA ...." Aku menjerit diiringi tangisan yang meraung-raung. Aku seperti kesurupan, Kulemparkan semua barang yang ada di dalam kamar dan tak terkecuali vas. Hingga pecahan vas itu menyakiti kakiku. Aku tak peduli. Y
Inikah takdir jodohku? Apa pria kutub selatan itu adalah jodoh yang dikirim Allah untukku? Yang tertulis di lauful mahfuz?Mengetik kata-kata konyol itu di memo ponselku. Seketika aku terkekeh karena ulah sendiri. Bisa-bisanya mengetik hal yang konyol.Dreeet!Ada yang ngechat nanyain kabarku. Siapa lagi kalau bukan Intan.[Kamu kenapa pingsan? Sorry saat aku mau ke sana eh malah Pak Kunang membantumu.][Mungkin aku lagi kedinginan saja.] Balasku singkat di chat."Ehem ...," dehaman seseorang mengagetkanku. Hampir saja ponselku jatuh. Apa dia tidak tahu kalau aku jenuh?"Ponselnya ditaruk dulu ya... tanganmu kan masih perih.""Emm ...." Lidahku kenapa? Kok kelu banget sih.Pak Kunang langsung mencabut ponsel yang kupegang dan menaruhnya di saku celananya."Loh? Balikin, Pak!""Sudah, besok saja saya balikin," jawabnya masih datar. Entah kenapa aku gak suka nada datarnya.Kenapa aku malah repot mengurusi jawabannya. Lama-lama diri ini merasa aneh.DOR DOR DOR!!!"MAS! MAS! BUKA PINTU!"
Merasakan aroma maskulin yang menyeruak menyebar di rongga hidung. Memeluk guling yang terasa begitu menghangatkan. Tunggu dulu, baunya seperti aroma sosok yang tak asing, seperti Pak Kunang. Apakah setiap ingin tidur pinguin dingin itu memakai parfum? Sampai aromanya melekat di guling. Setelah membuka mata betapa kagetnya diriku mendapati mata tegas, rahang kokoh dan wajah tampan yang menyiratkan tanda tanya. Di depanku ia berdiri bersidekap. Detak jantungku tiba-tiba tak beraturan. Mungkin saja tadi ia tengah memerhatikanku yang sedang memeluk gulingnya dengan erat."Kamu tidak mau shalat subuh?" Pertayaannya sangat datar, dingin dan membuat bulu kuduk merinding. Langsung saja kubangkit dari tidur, mengubah posisi menjadi duduk. Sambil menunggu apa yang mau ia bicarakan. Seketika mengingat saat memeluk gulingnya. Tangan terasa lemas tanpa tulang, bisa-bisanya tadi bertingkah memalukan dengan memeluk guling Pak Kunang. Tapi lebih parah lagi kalau aku sampai memeluk dirinya. Astaga
Akhirnya aku pulang ke rumah. Kata orang, rumah adalah istana. Ya, rumahku adalah istanaku. Meskipun rumahku ini tidak sebesar rumah Pak Kunang. Aku tetap menganggapnya istana. Daripada harus mendengar pertengkaran Pak Kunang dan Dion.Kubuka kamar lalu mengirim tubuh ke tempat tidur yang tidak terlalu empuk ini. Tapi aku senang bisa balik ke rumahku. Apalagi bertemu ibu yang selalu ada untukku. Selalu tegar dan mampu menghilangkan penat yang ada dipikiranku.Aku kenapa malah mengingat perkataan Dion tentang kekasih dosen phobia itu. Pasti dia sangat cantik sehingga Pak Kunang tak bisa melupakannya."Bening? Bagaimana perasaanmu di sana? Dosen kamu itu tampan dan baik hati ya? Ibu rela kamu dinikahi dia."Suara ibu mengagetkan dan menyadarkan aku dari lamunan.u selalu saja begitu bertanya banyak."Ibu apaan sih, mana mungkin dia mau sama Bening yang buluk ini?" jawabku minder."Hust jangan merendah seperti itu! Berdoa saja ya sama Allah. Kamu cantik loh Bening. Dulu aja kamu buluk."Ku