Mercedes Benz hitam mengilap yang membawa Kennard dan Edmund, melaju meninggalkan Gedung Galeri di Distrik ke-8 Kota Paris. Di dalam kabin yang senyap, Kennard menatap kosong ke luar jendela. Ia masih memikirkan semua yang terjadi—Leah yang marah, Ryuzaki yang kehilangan arah, dan Joana yang entah berada di mana sekarang.Pikirannya benar-benar kacau. Demi apa pun, ia ingin istrinya kembali. Tidak ada lagi kontrak antara mereka, Kennard sudah merobeknya. Ponsel di pangkuannya kembali bergetar. Kali ini sebuah pesan baru dari orang kepercayaannya, salah satu agen intelijen pribadi yang telah ia sewa untuk menggali informasi tentang Cia, yang membagikan lokasi untuk pertemuan rahasia tersebut.“Ed, ini alamat kafenya. Pantau di navigasi,” titah sang CEO. “Siap, Tuan muda.” Edmund bergerak cepat dengan sebelah tangan tanpa membuyarkan fokusnya pada kemudi. Setelah beberapa waktu, sang asisten pribadi kembali bersuara. "Tuan muda." Edmund memanggil sambil melirik layar navigasi. "Kafe
Pertanyaan Ryuzaki menggantung di udara, seperti badai yang membekukan semua orang di dalam ruangan. Namun, respons pertama Leah bukanlah pada pertanyaan lelaki berdarah Jepang itu, melainkan sebuah tatapan tajam dan terluka yang langsung ia tujukan pada Kennard. Pandangan itu berbicara lebih banyak daripada kata-kata.Kamu yang membocorkannya, Ken? Kennard malah bergeming dengan tatapan datarnya. Leah tiba-tiba langsung menepis tangan Edmund yang sedang mengompres pipinya. Dengan nada datar pun menusuk, ia berkata dingin, "Saya dokter. Saya bisa mengobati luka saya sendiri. Terima kasih. Saya harus pergi."Tanpa menjawab pertanyaan Ryuzaki, Leah bangkit dari sofa. Wajahnya tampak dingin mencekam, bukan karena rasa sakit di pipi, tetapi karena hatinya yang disingkap paksa. Ia berjalan cepat keluar dari apartemen Ryuzaki tanpa menoleh lagi, meninggalkan tiga lelaki tampan itu dalam diam yang menggantung.Kennard, Ryuzaki, dan Edmund hanya saling menatap tanpa kata. Hening. Penuh beba
Email pengunduran diri Joana telah masuk ke kotak masuk HRD Darriston Couture pagi itu. Dalam waktu kurang dari satu jam, kabar itu sudah menyebar ke seluruh lantai divisi desain, dari karyawan magang hingga para kepala tim. Alice, desainer senior yang sejak awal tak menyukai kehadiran Joana, menjadi orang pertama yang memanfaatkan momen itu untuk menyulut kekacauan.Ia mengetuk ruang kerja CEO di lantai dua puluh lima dengan sepatu hak tingginya yang bergema di sepanjang lorong marmer. Tanpa menunggu persetujuan, Alice langsung masuk dan meletakkan iPad-nya—fasilitas dari kantor khusus kepada tim desain—ke atas meja Kennard dengan ekspresi puas.“Sepertinya Anda perlu melihat ini, Tuan Kennard,” katanya dengan mengulas senyuman penuh arti.Kennard yang sejak tiga hari lalu susah tidur dan tak berhenti mencemaskan kepergian Joana, mengangkat wajahnya dari tumpukan dokumen. Matanya merah, penuh kantuk, dan frustrasi. Kala pandangannya jatuh pada layar yang menampilkan surat pengunduran
Tiga hari yang terlewati, seakan-akan berlari begitu cepat. Pagi itu, di sebuah ruang kerja luas dengan interior elegan bergaya kontemporer Eropa, terdengar suara ketikan cepat dari keyboard laptop. Ruangan tersebut terletak di lantai dua mansion megah milik Vernon Moreau, CEO dari rumah mode ternama di Paris, Amor La Mode. Langit-langit tinggi, jendela kaca besar, menyajikan panorama taman bunga lavender yang mulai basah karena gerimis pagi. Tirai tipis melambai perlahan tertiup pendingin ruangan. Dan di balik meja kerja dengan ukiran khas Prancis tersebut, duduk seorang perempuan muda cantik. Wajahnya serius. Matanya yang bengkak karena menangis tak mengurangi pesonanya. Dialah Joana Leshia Valery.Jari-jarinya menari lincah di atas keyboard, menuliskan satu surat penting yang akan mengubah hidupnya. Kepada manajemen Darriston Couture,Dengan surat ini, saya mengajukan pengunduran diri saya sebagai Sekretaris pribadi CEO Kennard dan desainer junior, tanpa masa pemberitahuan.Alasa
Hujan turun deras malam itu, mengguyur seluruh penjuru Distrik La Defénse, seolah-olah mencerminkan kekacauan di dalam diri Kennard Reagan Darriston."Cari dia! Sekarang juga! Gunakan semua orang kita! Jangan kembali kalau belum menemukan Joana!"Suaranya menggema penuh amarah dan putus asa di dalam ruang tengah mansion Darriston yang kini kosong tanpa kehadiran satu-satunya perempuan yang membuat hatinya berdetak berbeda. Kennard sudah tak memedulikan tampilan kacaunya. Rambutnya berantakan, kemejanya kusut, dan mata elangnya—mata seorang CEO kejam yang biasa memandang semua hal dengan dingin—kini memerah, sembap karena rasa kehilangan, lelah, dan penyesalan."Tapi, Tuan muda—.""Tidak ada tapi! Bawa mobil cadangan, periksa semua hotel, semua penginapan, semua rumah sakit, semua bandara, halte, juga stasiun kereta yang ada di La Defénse dan Madeleine! Periksa semuanya! Jangan abaikan satu pun!" titah Kennard berapi-api seraya mengacungkan telunjuk ke arah pengawal yang berdiri gugup
Langkah kaki Joana berderap cepat di sepanjang koridor lantai tiga mansion Darriston yang kini nyaris terasa asing baginya. Bayang-bayang Cia yang memeluk Kennard terus terputar di benaknya, rasanya sesak. Kala tiba di kamar mereka, Joana langsung menarik koper kecil dari balik lemari dan membukanya, tangannya gemetar saat mengambil selembar kertas yang dilipat rapi di dalam sana.Itulah surat perjanjian pernikahan mereka. Tulisan tangannya sendiri, hitam di atas putih, lengkap dengan materai resmi, dan tanda tangan keduanya. Ya, tanda tangan yang Joana saksikan sendiri digoreskan Kennard dengan dingin malam itu.Tangis yang sejak tadi ia tahan, akhirnya tumpah ruah diam-diam kala ia menggenggam kertas tersebut. Matanya berkaca-kaca, tetapi tubuhnya tetap tegak, seolah-olah menyimpan sisa ketegaran yang enggan runtuh di hadapan siapa pun.Tiba-tiba pintu kamar terbuka keras. Kennard muncul dengan napas memburu, pun mata birunya menggelap menahan emosi."Kamu mau ke mana?" tanyanya pen