"Rumah sebesar ini, tetapi tidak ada penghuninya," lirih Arancia begitu masuk ke dalam kamarnya yang luas dan mewah.
Gadis cantik itu mengedarkan pandangannya. Menyapu setiap detail ruangan kamar itu.
Dan Arancia akui, jika kamar yang ia tempati begitu besar dan juga indah.
"Indah sekali, kamarnya lebih besar dari kamar punyaku," lirih Arancia tersenyum kecut.
Bagaimana ia tidak membandingkan. Karena kenyataannya memang seperti itu, kamarnya begitu kecil berbeda dengan saudara tirinya. Luas dan nyaman.
"Ya Tuhan, akan seperti apa pernikahan ini. Sedangkan di hari pertama aku menikah, lelaki itu sudah tidak ada di sini. Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus bertahan atau memilih untuk menyerah?"
Arancia duduk di tepi ranjang. Pakaian pengantin masih melekat di tubuhnya. Air mata tampak menetes di ujung matanya.
Mengapa nasibnya tidak pernah beruntung seperti orang lain? Dirinya yang selalu tersisihkan, bahkan di saat ketika ia ingin memulai merajut asa, semua harus pupus.
"Ya Tuhan, aku hanya bisa berserah diri padamu. Apapun takdir yang engkau pilihkan untukku, aku akan menerimanya. Karena aku yakin, setiap takdir yang engkau pilih untukku adalah yang terbaik," lirih Arancia.
Lantas ia membuka pakaian pengantinnya. Membuka secara perlahan, meskipun kenyataannya ia kesusahan.
Dengan langkah pelan, Arancia berjalan menuju kamar mandi. Mencoba untuk membersihkan diri dari sisa pesta pernikahan.
"Bismillah, kamu bisa Ara," ucapnya menyemangati diri sendiri.
*******
Sementara itu, di tempat lain tampak seorang perempuan muda tengah menikmati segelas minumannya. Tidak lupa rokok yang terjepit di antara jari-jarinya.
Sesekali asap tampak mengepul, keluar dari bibir sexynya. Perempuan yang tengah memakai gaun berwarna merah pekat itu, tampak menikmati aktivitasnya.
"Selamat menempuh hidup baru Kevan Aktamanov. Bukankah aku sudah berbaik hati kepadamu? Ya meskipun kita tidak jadi menikah, tetapi aku sudah menyiapkan penggantiku. Dia tidak kalah cantik kok," ucapnya sambil terkekeh-kekeh.
Ya perempuan itu adalah Zahra.Yang saat ini tengah berada di apartemennya, perempuan berbaju sexy itu tengah melihat poto pernikahan Kevan dan juga Arancia.
"Kau memang cantik, Arancia. Jadi aku tidak salah memilihmu untuk menjadi penggantiku. Aku harap kau akan bahagia dengan pernikahan ini," ucap Zahra seraya menyeringai.
*******
Keesokan harinya, Arancia sudah bangun sedari subuh. Saat ini, Arancia tengah berhadapan dengan anak buah Kevan, pria yang kemarin mengantarkannya.
"Maafkan saya nona, jika menganggu istirahat anda," ucapnya datar.
Arancia mengangguk. Ia menatap lelaki yang wajahnya begitu datar dan dingin itu.
Entah apa yang akan ia bicarakan. Arancia lihat sepertinya begitu penting.
"Saya di utus tuan muda kemari ... untuk menjelaskan tugas-tugas anda di sini. Dan maaf mulai esok anda harus menempati gudang belakang, di dekat paviliun para pelayan. Dan tuan pun berpesan jika Mansion ini tanggungjawab anda. Kebersihan Mansion, anda yang memegang sementara para pelayan tuan pindahkan ke Mansion yang tuan tempati saat ini. Setelah ia kembali dari luar negeri, tuan akan langsung menempati Mansionnya."
Deg!
Arancia termangu mendengar ucapan lelaki di hadapannya. Lidahnya seolah kelu, bahkan hanya untuk menelan salivanya saja ia tidak bisa.
"Tu-nggu, Tuan. Apa anda tidak salah berbicara? Ini Mansion sangat luas tuan, dan hanya saya yang bertugas membersihkannya? Tuan, tolong saya pun memiliki pekerjaan. Jika seperti ini, pekerjaan saya bisa-bisa terbengkalai. Saya mohon, tolong bilang pada tuan anda. Untuk meringankan pekerjaan saya," pinta Arancia.
Lelaki itu hanya diam menatap datar pada Arancia. Ia dapat melihat jika nonanya adalah perempuan baik-baik.
Tidak seperti Zahra. Ia pun sebenarnya tidak suka pada perempuan itu, dan dirinya sungguh bersyukur karena tuannya tidak jadi menikah dengan perempuan ular itu.
Namun ia merasa kasihan, sebab gadis muda di hadapannya menjadi korban keegoisan mereka. Ia sebenarnya bisa saja saat ini juga meringkus Zahra, tetapi Kevan tidak ingin langsung memberi pelajaran padanya.
"Maafkan saya, Nona. Saya tidak bisa apa-apa. Dan itu adalah beberapa barang yang sudah di siapkan ibu tiri anda. Silahkan anda langsung ke gudang, setelah itu mulai membersihkan Mansion."
Setelah mengatakan hal itu, lelaki tersebut pun pergi begitu saja dari hadapan Arancia. Gadis itu menjatuhkan tubuhnya di atas lantai dingin Mansion.
Memeluk kedua lututnya dan menenggelamkan kepalanya di antara kedua lututnya. Tubuhnya bergetar, ia terisak menangisi nasib yang menimpanya.
"Ya Tuhan, apa ini? Bagaimana bisa pernikahanku seperti ini? Mengapa mereka begitu tega kepadaku? Salahku apa Tuhan," lirih Arancia.
Gadis itu memeluk tubuhnya sendiri. Menangisi takdir yang sudah dengan begitu kejam kepada hidupnya.
Dengan langkah gontai, Arancia mencoba membawa langkah kakinya menuju gudang. Tempat yang akan ia tinggali mulai malam ini.
Sesampainya di depan gudang, Arancia membukanya. Menatap ke dalam gudang yang penuh dengan debu.
"Bismillah, semangat Ara, kamu pasti bisa melalui semua ini," ucap Arancia menyemangati dirinya sendiri.
Gadis malang itu mulai membersihkan isi gudang, supaya lebih layak dan nyaman untuk ia tinggali. Meskipun bersedih, namun tidak mengurungkan semangatnya.
******
Di sisi lain, Kevan tampak memperhatikan setiap pergerakan Arancia. Senyum sinis tersungging di bibir sexynya.
Saat ini, Kevan tengah berada di sebuah rumah sakit. Rencananya ia akan melakukan operasi plastik, untuk menutupi luka bakar di wajahnya.
"Tunggu aku kembali, ini semua tidak seberapa. Hukuman yang akan kau dapatkan setelah kepulanganku."
********
Tidak mudah menjadi seorang Arancia. Menjadi pengganti, dan tiba-tiba di paksa harus menikah dengan seseorang yang bahkan ia tidak kenal.
Namun, ia pasrah dan ikhlas. Arancia hanya bisa berharap jika pernikahan ini akan membawanya ke dalam kebahagiaan. Tapi ... Apakah memang kebahagiaan itu ada untuknya? Sedangkan, hari pertama pernikahannya saja ia sudah mendapatkan siksaan seperti sekarang.
"Tuhan, salahkah jika aku mempunyai harapan pada pernikahan ini? Salahkah aku jika mengharapkan lelaki yang menjadi suamiku, suatu saat nanti dia akan mencintai aku?" lirih Arancia.
Gadis itu tampak terduduk. Memandang Mansion yang luas, mewah tetapi kosong dan hampa. Tidak ada kehidupan sama sekali di dalamnya.
Hanya ada kekosongan dan juga kehampaan.
"Bisakah aku bertahan? Tuhan salahku apa? Mengapa ibu dan juga saudara tiriku begitu kejam. Andai saja jika mereka tidak menggunakan ayah sebagai ancaman. Aku mungkin tidak akan menerima pernikahan ini! Namun, ayah adalah kelemahanku, jangankan hanya untuk menikah. Menyerahkan nyawaku saja aku rela."
Bab 54 - Pelukan Deg Kevan mematung, rasanya sakit kala mendengar jika Arancia tidak pernah merasakan sebuah pelukan. Sejahat itukah perempuan yang bergelar ibu itu, dia membedakan perlakuan yang ia berikan kepada kedua anaknya. Kevan lupa, jika Arancia memang di perlakukan berbeda dengan saudaranya yang lain. Perempuan paruh baya itu menoleh menatap sang tuan besar. Kevan pun mengangguk. Melihat jawaban sang tuan, lantas perempuan paruh baya itu membuka kedua tangannya dan Arancia langsung memeluknya. “Bibi, terimakasih,” lirih Arancia. Bahunya bergetar, Kevan tahu jika Arancia pasti menangis. Kevan membiarkan Arancia menyalurkan rasa sedih yang selama ini ia tahan. Setelah di rasa tenang, Kevan pun menghampirinya. Ia mengusap lembut air mata yang terjatuh di mata indahnya. Senyuman terukir di bibirnya yang jarang tersenyum itu. “Jangan menangis apalagi bersedih, kasian calon bayi kita dia akan ikut bersedih. Mulai saat ini,
Bab 53 - Kabar Menggembirakan “Saran saya, sebaiknya tuan membawa nyonya ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut. Serta memastikan umur dari kandungan Nyonya. Lebih tepatnya supaya lebih akurat, Tuan.” Kevan mematung di tempatnya seraya memandang wajah cantik Arancia, dadanya berdegup kencang merasakan sebuah eforia besar. Kabar menggembirakan datang dari sang istri. Seulas senyum terbit di bibir Arancia, tangannya sontak mengelus perutnya yang masih terlihat rata. Begitu juga Kevan, ia meraih tangan sang istri dan mengikuti apa yang di lakukan olehnya. Kevan bahkan menundukkan kepalanya dan mengecup lembut perut yang berisikan calon janinnya. “Kamu hamil, Sayang. Kamu dengar itu?” Ucapnya dengan suara yang terdengar bergetar. Arancia mengangguk dengan antusias dan semangat. Rasanya ia sudah tidak sabar untuk memeriksakan kandungannya. Pantas saja ia mual dan muntah akhir-akhir ini, rupanya ada kehidupan lain yang tengah tumbuh di dalam rahimny
Bab 52 - Garis Dua Tidak terasa pernikahan Arancia dan Kevan sudah berjalan hampir empat bulan. Kevan yang awalnya menolak kehadiran Arancia, nyatanya di akhir perjuangan gadis itu. Kevan justru menerimanya dan jatuh cinta padanya. Kevan yang sedari awal menolak Arancia, nyatanya ia justru jatuh kedalam pesona sang istri. Sejak saat itu, Kevan enggan melepaskan Arancia. “Sayang,” ucap Kevan, ia meraba-raba samping ranjangnya, dingin. Lantas lelaki tampan itu pun membuka kedua matanya, dan mencari keberadaan sang istri. Namun, ia tidak menemukan keberadaan Arancia, padahal hari masih sangat pagi. “Kemana dia,” gumam Kevan lalu beranjak dari tidurnya. Baru saja ia akan menapakkan kakinya di lantai, suara dari kamar mandi menarik perhatiannya. “Sayang,” panggil Kevan untuk yang kedua kalinya. Tidak ada sahutan, hanya terdengar suara orang yang tengah muntah di dalam kamar mandi. Kevan langsung terbangun, dan berjalan dengan c
“Will you marry me?” pinta Reygan kepada Reina. Reina mematung di tempatnya kala mendengar ajakan Reygan yang begitu tiba-tiba. Bagaimana bisa, Reina kira Reygan cuek selama ini karena memang ia tidak menginginkannya. “Apa kamu serius?” tanya Reina penuh harap. Reygan mengangguk yakin, ia menatap Reina dengan tatapan penuh cinta. Berbeda sekali ketika dulu ia mengejar-ngejar lelaki itu. Kenapa di saat ia ingin menjauh, Reygan malah mendekat dan memintanya menikah. “Aku sangat yakin, Rei. Maafkan aku jika sikapku dulu padamu menyakitimu, membuatmu bersedih ataupun selalu menangis akibat perbuatanku. Sungguh aku tidak bermaksud seperti itu, tetapi aku bingung mengekspresikan perasaanku ini,” ucap Reygan tulus. Reina menatap kedua bola mata Reygan, mencoba mencari kebohongan dari sorot mata lelaki itu. Namun, Reina sama sekali tidak menemukan itu, ia hanya menemukan sebuah kejujuran juga binar cinta di mata tajam Reygan. R
Deg Reygan mematung di tempatnya mendengar ucapan yang di lontarkan oleh Reina. Bagaimana bisa gadis itu berkata seperti itu. Hei, ini tidak bisa di biarkan, Reygan tidak mau jika harus kehilangan gadis yang selalu mengejarnya dengan tatapan memuja. Tapi, bukankah seseorang akan terasa sangat berarti ketika ia tidak ada di sisi kita?! Setelah dia pergi dan lelah berada di sisi, barulah kita sadar betapa berartinya dia untuk kita. Lalu hanya penyesalanlah yang akan menemani kita kelak. “Kau,” geram Reygan. “Tidak ada yang boleh memilikimu selain ….” “Selain siapa?!” potong Reina. “Siapa yang berhak memiliki saya tuan Reygan yang terhormat. Dengan siapa pasangan saya kelak, bukan urusan anda! Uruslah hidup anda sendiri, tidak perlu mencampuri urusan hidup saya. Mungkin sebaiknya kita kembali menjadi orang asing, yang tidak saling mengenal. Mungkin dengan seperti itu, tidak akan ada hati yang akan terluka.” “Tidak bisa!” tegas Reygan
“Sayang,” seru Kevan begitu ia tiba di mansionnya. Arancia yang tengah duduk di ruang tengah pun langsung berdiri, menyambut kedatangan sang suami. Kevan tersenyum lembut menatap wajah cantik sang istri, senyum yang tentu saja baru pertama kali Arancia lihat. Sebab, selama menikah baru kali ini Kevan memberikannya sikap yang begitu lembut. Berbeda dengan beberapa bulan yang lalu, dingin, datar dan ketus. “Eum, sudah pulang, Tuan,” sambut Arancia yang membuat Kevan menaikkan alisnya, menatap sang istri. “Mengapa kau memanggilku seperti itu? Apa kau lupa!?” Glek Arancia menelan ludahnya kasar, ia lupa jika semalam Kevan memintanya untuk memanggilnya ‘SAYANG’. Arancia tersenyum kikuk, seraya menggosok pangkal hidungnya yang tak gatal. “Eumh, maafkan aku tu … maksud aku, Hubby,” cicitnya. Kevan tersenyum tipis lantas merangkul pinggang Arancia dan mengajaknya masuk ke dalam kamar. Arancia meski