Helen keluar dari kamar dengan pakaian rapi dan wewangian lembut yang khas. Langkahnya mantap menuruni anak tangga, matanya mencari sosok yang ia butuhkan saat itu.
“Zoya,” panggil Helen ketika melihat asisten pribadi Kiara itu tengah duduk di meja dapur, sedang menikmati secangkir teh.Zoya segera berdiri dan membalikkan badan. “Iya, Nyonya. Ada yang bisa saya bantu?”“Antar saya belanja, bisa kan?”“Tentu saja, Nyonya. Mari saya antar,” jawab Zoya sigap dan sopan.Hari ini Kiara tidak kuliah, dan sejak pagi sudah pergi bersama Lucas. Itu artinya, tugas utama Zoya sebagai pengawal pribadi Kiara untuk sementara bisa dialihkan. Dengan cekatan, ia mengambil kunci mobil dan menyusul Helen yang telah berjalan ke depan rumah.Zoya membukakan pintu mobil untuk Helen. “Silahkan, Nyonya,” ucapnya dengan hormat.Helen hanya mengangguk kecil sebelum masuk ke dalam mobil. Begitu pintu tertutup, Zoya mengambil tempat di balik kemudi dan menyalakan mesin. Mobil pun meMobil Lucas berhenti di halaman rumah dengan hentakan ringan. Ia keluar tanpa banyak bicara, langkahnya cepat dan penuh tujuan. Pintu rumah terbuka dengan keras saat ia masuk, matanya langsung menyapu ruangan. Namun, sosok yang ia cari tak terlihat. Ruang tamu sepi, hanya terdengar bunyi samar jam dinding. “Zoya!” panggilnya, suaranya berat dan tegas. Asisten Kiara itu bergegas keluar dari dapur, wajahnya sedikit gugup melihat tatapan majikannya. “Ya, Tuan?” “Di mana Kiara?” tanya Lucas langsung, nadanya menuntut jawaban. Zoya tampak ragu sejenak sebelum menjawab, “Nyonya Kiara… belum pulang, Tuan.” Sejenak, rumah terasa begitu hening. Urat di pelipis Lucas menegang, rahangnya mengeras. Ia mengalihkan pandangan ke arah pintu, seolah mencoba menahan ledakan amarah yang sudah di ambang batas. Tangannya mengepal, napasnya memburu. Semua rasa kesal yang sejak tadi ia tekan kini mulai membuncah—terbayang kembali foto y
Kiara melangkah menuju kelas tanpa memedulikan tatapan para mahasiswa yang mengarah padanya. Tatapan itu kini bukan lagi bernada intimidasi, melainkan penuh kekaguman.Ia duduk di kursinya, menunggu dua temannya yang belum juga muncul. Tak lama, keduanya datang dengan ekspresi wajah yang langsung membuat kening Kiara berkerut.“Heem… ada yang diantar suami, nih,” goda Alana sambil menyunggingkan senyum nakal. Wajah Kiara seketika memanas, meski ia berusaha tampak santai.“Kalian benar-benar cocok,” timpal Wulan sambil menyodorkan ponselnya, menampilkan foto dari media yang meliput pesta pertunangan Kevin dan Anya.Kiara hanya tersenyum tipis. Baru kali ini ia melihat berita itu—maklum, ia memang jarang mengikuti kabar di media.“Tadi aku lihat, sepertinya kamu masih canggung, ya?” tebak Alana.Kiara terdiam sejenak, seperti sedang menimbang jawabannya. “Sebenarnya… itu karena dia tiba-tiba berbeda,” ujarnya akhirnya, membuat dua temannya langsung mendekat den
Lucas mendorong pintu kamar dengan langkah lebar, tatapannya gelap. Pikiran yang sejak tadi berputar di kepalanya membuat nafasnya terasa berat. Jayden berhasil melakukan sesuatu yang tak banyak orang bisa—membangkitkan kembali ambisi yang selama ini berusaha ia kubur.Ucapan terakhir Jayden masih terngiang di telinganya. “Anak haram itu suka mengambil apapun yang jadi milikmu.”Lucas mengepalkan tangan saat mengingatnya. Ia tak pernah membiarkan siapapun, terutama Kevin, menyentuh atau bahkan mencoba mengambil apa yang menjadi haknya.Matanya menyapu ruangan, mencari sosok Kiara. Tidak ada. Tapi suara gemericik air yang terdengar dari balik pintu kamar mandi memberi jawaban—Kiara sedang berada di dalam.Lucas melangkah menuju sofa, niatnya ingin menenangkan pikiran sejenak. Namun langkahnya terhenti ketika sebuah bunyi notifikasi terdengar di meja kecil di samping tempat tidur. Ponsel Kiara.Refleks, ia meraih ponsel itu. Layar menyala, menampilkan satu pesan ma
Begitu pintu geser tertutup di belakang Kiara, Lucas menyandarkan satu tangannya di meja kecil dekat kolam. Tatapannya lurus, nada suaranya dingin.“Cepat bicarakan apa yang kamu mau, Jayden. Aku tidak punya waktu untuk basa-basi.”Jayden memasukkan kedua tangannya ke saku celana, kali ini tanpa senyum santai yang biasanya ia bawa. "Aku suka pertunjukan semalam," ucap Jayden. "Kau tak mungkin kesini hanya untuk mengatakan itu," balas Lucas membuat sudut bibir Jayden terangkat"Kau memang selalu tepat," ucapnya yang kini duduk dihadapan Lucas. “Aku baru saja dari pertemuan Dewan Direksi. Mereka membicarakan Alisher Group dan kau tahu, topik utamanya siapa.”Lucas mengerutkan kening. “Aku?” tebak Lucas dengan sorot mata menilai. “Siapa lagi?” Jayden mengangkat alis. “Mereka sudah mulai menyiapkan langkah untuk transisi kepemimpinan. Warisan itu—suka atau tidak—akan jatuh ke tanganmu lebih cepat dari yang kamu kira.”Lucas tidak segera menanggapi. Pandang
Aroma kopi baru saja memenuhi ruangan saat Kiara menuang minuman itu ke dalam cangkir keramik putih kesukaan Lucas. Uap hangatnya naik perlahan, seolah memanggil untuk segera disesap. Ia melengkapinya dengan piring kecil berisi beberapa potong kue kering buatan tangannya sendiri, yang masih menyimpan wangi mentega dan gula.Dari balik jendela, Kiara melihat Lucas berdiri di tepi kolam renang, ponsel menempel di telinganya. Suaranya terdengar rendah, tegas namun tetap tenang. Dari raut wajahnya, pembicaraan itu tampak cukup serius. Ia mengenakan kaos santai berwarna gelap yang membingkai postur tegapnya, dan mata Kiara tak sengaja tertahan pada sosoknya yang terpantul di permukaan air kolam—pemandangan yang terasa menenangkan sekaligus memikat.Dengan langkah pelan, Kiara keluar membawa nampan berisi kopi dan cemilan itu. Sandal rumahnya berderit lembut di atas lantai kayu teras. Ia meletakkannya di meja kecil dekat kursi santai yang menghadap kolam, lalu menarik napas, tak i
Anya menatap layar ponselnya dengan mata membelalak. Jari-jarinya bergerak cepat menggulir halaman demi halaman berita, namun setiap judul yang muncul justru membuat darahnya mendidih. "Lucas dan Kiara — Pasangan Serasi yang Mencuri Perhatian." "Romantisme Lucas dan Kiara – Pewaris yang Kembali Bisa Melihat." Foto-foto itu bertebaran di mana-mana. Lucas tersenyum hangat pada Kiara, Kiara tertawa dengan tatapan penuh rasa nyaman, bahkan ada satu foto di mana Lucas terlihat membukakan pintu mobil untuk Kiara. Semuanya terlihat begitu sempurna. Seakan-akan dunia sedang berpihak pada mereka. Sementara itu, ketika Anya mencoba mencari pemberitaan tentang dirinya sendiri, yang muncul malah membuatnya ingin melempar ponsel ke dinding. "Pesta Pertunangan Kevin dan Anya Berakhir Ricuh." "Drama Memalukan di Malam Pertunangan." "Tamara Kehilangan Kendali, Acara Berubah Menjadi Kekacauan." Bibir Anya bergetar menahan amarah. “Kenapa semua orang membicarakan mereka seolah mereka p