Share

Pengantin Pengganti Pewaris Angkuh
Pengantin Pengganti Pewaris Angkuh
Penulis: Abigail Kusuma

Bab 1. Pengantin Pengganti

“Amora, kau harus menggantikan Trice menikah dengan putra dari keluarga Reficco.”

Mata Amora membulat sempurna akibat keterkejutannya, mendengar ucapan Nolan, sang ayah. Tubuhnya membeku tak berkutik sama sekali. Kalimat yang lolos di bibir ayahnya seperti hantaman keras ke kepalanya.

Bibir Amora bergetar. “Dad, b-bagaimana bisa kau memintaku menggantikan Trice?”

“Apa kau tidak lihat Trice melarikan diri?!” Nolan membentak keras seraya menunjukkan surat yang ditinggalkan oleh Trice. Surat itu berisikan tentang permintaan maaf Trice mundur di hari pernikahan. Bahkan Trice—adik tiri Amora—tidak memberikan alasan kenapa mundur di hari pernikahan.

Amora menelan salivanya susah payah dengan mata berkaca-kaca. “Dad, kita bisa mencari Trice. Kita bisa berusaha untuk—”

“Usaha macam apa yang kau maksud, Amora?! Upacara pernikahan sebentar lagi akan dimulai! Dan kau masih berpikir untuk mencari Trice?! Kau sengaja ingin mempermalukan keluarga kita, hah?!” bentak Nolan keras.

Air mata jatuh membasahi pipi Amora. Wanita cantik itu seakan merasakan dunianya hancur. Dia dipaksa menjadi pengantin pengganti adik tirinya yang melarikan diri. Hal yang paling gila adalah Amora bahkan tidak mengenal putra dari keluarga Reficco.

“D-Dad, a-aku mohon kita pasti akan menemukan solusi,” lirih Amora berharap ayahnya tidak lagi memaksa dirinya.

Nolan mengembuskan napas kasar. “Ya, solusinya adalah kau menjadi pengganti Trice!” Pria paruh baya itu menatap make-up artist yang tak jauh darinya. “Segera rias putriku yang ini! Dia akan menjadi pengganti Trice!”

Sang make-up artist dibuat terkejut, tapi tak bisa membantah. Detik selanjutnya, team dari make-up artist membawa Amora untuk segera dirias. Tampak tidak ada perlawanan dari Amora. Hanya air mata wanita itu yang menunjukkan kerapuhannya.

***

Suasana gaduh menyelimuti ballroom hotel megah. Para keluarga dan tamu undangan sudah mendengar mempelai wanita melarikan diri. Aiden—sang mempelai pria—sedikit menyingkir. Pria berperawakan tampan dan gagah itu lega mendengar mempelai wanita melarikan diri. Namun, sialnya sekarang Aiden dihadapkan kenyataan bahwa Amora North menjadi pengantin pengganti dari wanita yang sebelumnya dijodohkan oleh Aiden.

“Dad, kau bercanda? Kemarin kau memintaku menikah dengan Trice, sekarang kau memintaku menikah dengan Amora, kau pikir pernikahan itu sebuah permainan?!” seru Aiden dengan nada emosi pada Drew—sang ayah.

Drew tampak gelisah. “Aiden, tidak ada jalan lain. Pernikahan ini tetap harus dilanjutkan meski Trice melarikan diri. Amora North juga sangat cantik. Dia putri sulung di keluarga North.”

Aiden tersenyum sinis. “Amora North. Maksudmu wanita yang lahir dari hasil hubungan gelap itu menjadi istriku? Di mana letak jalan pikiranmu, Dad?! Bagaimana bisa kau mengizinkanku menikah dengan anak haram!”

Drew berdecak tak suka. “Aiden jangan bicara seperti itu! Sekalipun Amora bukan lahir dari hubungan sah, tapi dia tetap putri keluarga North! Perjanjian yang dibuat kakek dan nenek kalian sudah sangat jelas. Kau harus menikah dengan putri keluarga North!”

Aiden mengumpat kasar mendengar jawaban sang ayah. Tanpa ingin berkata, dia berjalan kembali menuju altar. Dia berdiri dengan wajah yang menunjukkan jelas emosi tertahan. Para tamu undangan semua berbisik bertanya-tanya. Sebab rumor tentang mempelai wanita melarikan diri sudah terdengar.

Suara alunan musik menandakan mempelai wanita masuk. Tatapan Aiden menatap dingin Amora berjalan menuju altar bersama dengan ayahnya. Dari kejauhan, Aiden sedikit menangkap mata sembab Amora. Pria tampan itu yakin bahwa Amora dipaksa dalam pernikahan gila ini.

Tiba saatnya Nolan berdiri di depan Aiden, menyerahkan tangan Amora pada pria tampan itu sambil berkata, “Jagalah putriku.”

Tidak ada kata yang direspon oleh Aiden. Nolan tetap pergi meninggalkan altar. 

Amora yang tangannya digenggam Aiden, tak berani menatap pria itu. Dia hanya menunduk, sedangkan Aiden terus melayangkan tatapan dingin penuh kebencian pada Amora.

Upacara pernikahan dimulai …

“Tuan Aiden Reficco, apakah Anda bersedia menerima Nona Amora North sebagai istri Anda, dalam suka maupun duka hingga maut memisahkan kalian,” ucap sang pastor pada Aiden.

Aiden memejamkan mata singkat, kemudian menjawab dengan nada penuh paksaan, “Ya, saya bersedia.”

“Nona Amora North, apakah Anda bersedia menerima Tuan Aiden Reficco sebagai suami Anda, dalam suka maupun duka hingga maut memisahkan kalian,” ucap sang pastor pada Amora.    

Hati Amora bergetar mendengar pertanyaan sang pastor. Dia ingin segera terbangun dari mimpi buruknya. Namun ini semua adalah kenyataan, bukan mimpi buruk yang diinginkan Amora.

“Nona Amora?” tegur sang pastor di kala Amora tak menjawab.

Amora gelapan, tak sengaja menatap Nolan yang sudah melayangkan tatapan tajam padanya. “Y-ya, s-saya bersedia.”

“Ulangi setelahku,” ucap sang pastor—lalu Aiden lebih dulu mengulangi ucapan sang pastor.

“Saya, Aiden Reficco, mengambil engkau Amora North sebagai istriku untuk saling memiliki dan menjaga, dalam keadaan susah atau senang, dalam keadaan kekurangan atau berkelimpahan—dan dalam keadaaan sakit atau sehat. Aku berjanji di hadapan Tuhan dan para saksi, untuk selalu mengasihi dan menghargai engkau, sampai maut memisahkan kita.”

Air mata Amora sudah membendung di mata indahnya. Pernikahan impiannya bukan seperti ini. Akan tetapi dia di hadapkan dengan kenyataan harus menikah dengan pria yang tidak dia kenal.

“Saya, Amora North, mengambil engkau Aiden Reficco sebagai suamiku untuk saling memiliki dan menjaga, dalam keadaan susah atau senang, dalam keadaan kekurangan atau berkelimpahan—dan dalam keadaan sakit atau sehat. Aku berjanji di hadapan Tuhan dan para saksi, untuk selalu mengasihi dan menghargai engkau sampai maut memisahkan kita.”

Setelah pembacaan janji pernikahan, pastor mensahkan mereka sebagai suami istri—lalu mengucapkan, “Apa yang sudah dipersatukan oleh Tuhan, tidak bisa dipisahkan oleh manusia. Sekarang pengantin pria dan pengantin wanita silakan bertukar cincin.”  

Aiden memakaikan cincin pernikahan ke jari manis Amora, bergantian dengan Amora yang memakaikan cincin ke jari manis Aiden. Setelah sesi bertukar cincin, sang pastor berucap mempersilakan pengantin pria dan pengantin wanita untuk berciuman. 

Aiden enggan untuk mencium Amora, tapi pria tampan itu mendapatkan tatapan penuh peringatan dari sang ayah. Dengan penuh rasa terpaksa, Aiden membuka selubung kain tile, yang menutupi wajah Amora—tetapi seketika pria tampan itu terpaku melihat wajah Amora dengan jelas dari dekat. Riasan tipis berada memoles wajah cantik wanita itu.

Aiden masih hanyut akan tatapannya pada Amora. Hingga beberapa detik kemudian, pria itu menepis pikirannya. Buru-buru, Aiden hanya memberikan kecupan singkat di bibir Amora tanpa sama sekali adanya lumatan ciuman.

Suara tepuk tangan riuh terdengar. Seluruh keluarga dan tamu undangan dibuat terkejut karena pengantin yang berganti. Namun, meski demikian semua mengucapkan selamat untuk Aiden dan Amora yang telah resmi menjadi suami istri.

Tubuh Amora masih membeku mendapatkan kecupan bibir oleh Aiden. Ciuman pertamanya telah dirampas oleh pria yang sama sekali tidak dia cintai. Amora merupakan wanita kuno yang selalu menghindari kaum adam. Namun sekarang dia tidak bisa memiliki daya apa pun, karena telah resmi menikah dengan pria yang seharusnya menjadi adik iparnya.

“A-Aiden—” Lidah Amora kelu tidak sanggup berkata-kata.

Aiden mendekatkan bibirnya ke telinga Amora dan berbisik tajam, “Pernikahan ini hanya terpaksa! Jangan pernah kau menganggap lebih!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status