Share

Bab 2

Author: Kiky Mungil
last update Last Updated: 2024-10-15 14:15:07

“Perlu bukti apa lagi untuk membuktikan kalau kamu memang serendah itu?” 

Satu kalimat tanya yang tercetus dari bibir Adris sungguh menguliti hatinya, nyeri sekali dituduh seperti itu.

Jika bukan karena panti asuhan dan anak-anak panti, Mala lebih memilih hidup susah dengan penuh perjuangan yang berdarah dari pada menjalani pernikahan sandiwara yang hampir setiap harinya dia dirundung oleh sesama pelayan yang dengki kepadanya.

Belum lagi menghadapi Nyonya besar yang selalu memakinya dan menganggap Mala sebagai lintah yang menjijikan.

Ditambah suami yang membencinya dan selalu melihat Mala dengan sorot dingin dan acuh seolah Mala hanya sebuah patung tak bernilai apa-apa.

“Saya memang miskin dan yatim piatu, Tuan.” ujar Mala dengan suaranya yang mulai bergetar menahan tangis di ujung tenggorokannya. “Tapi saya masih punya harga diri.”

“Berapa? Aku bayar dua kali lipat dari harga yang diberikan Kakek untuk harga dirimu.” ucap Adris tanpa hati. Kedua tangannya masuk ke dalam saku dengan sikapnya yang arogan di depan Mala.

Setetes air mata pun akhirnya tak bisa dibendung oleh Mala dan jatuh membasahi pipi Mala yang tirus.

Mala mengangkat tangannya untuk mengusap air mata yang lolos itu. Tepat saat itu mata dingin Adris menangkap bayangan lebam biru pada lengan Mala yang bergerak cepat ketika mengusap air matanya. 

Tapi tentu saja Adris tidak peduli, dia berpaling dan kembali duduk pada kursi kerjanya. Dia menyiapkan cek dan siap untuk menuliskan angka.

“Kalau begitu, Tuan Muda silahkan tanya ke Tuan Besar, berapa jumlah uang yang ada di kartu itu. Karena saya ga tau, saya ga pernah menggunakan kartu itu.”

Adris mengangkat wajahnya, menatap Mala dengan tatapan yang tak percaya. Apakah Adris terlalu buta untuk melihat bagaimana penampilan Mala?

Setelah berstatus sebagai istrinya dan mendapat kartu tanpa limit itu pun Mala masih menjadi pelayan rendahan di mansion itu. Tidak ada secuil pun niat Mala untuk menggunakan isi dari kartu yang diberikan Rasnad.

Ucapan Mala tentu sangat bertolak belakang dengan cerita yang sering disampaikan Sela kepada Adris.

Nyonya besar itu selalu melaporkan kepada Adris bahwa katanya Mala sering berfoya-foya, dan semenjak menikah dengan Adris, Mala menjadi besar kepala dan semena-mena pada pelayan lain.

Mala dianggap hanya berpura-pura terlihat menyedihkan di depan Adris untuk menarik rasa simpati Adris.

“Kamu pikir aku percaya dengan ucapanmu itu?” Adris menatap dingin. “Katakan berapa yang kamu mau?”

Mala menarik napas dalam-dalam, jika bukan demi panti dan anak-anak, Mala mungkin tidak akan sanggup bertahan.

Tapi kali ini sudah cukup dia menerima semua hinaan, fitnahan, pukulan untuk sesuatu yang tidak dia lakukan sama sekali. 

Dari pertanyaan Adris itu, muncul sebuah ide gila dari kepala Mala, ia mencoba membasahi tenggorokannya yang kering.

Jantungnya berdebar sangat cepat sampai dia bisa merasakan benturannya di dada.

“Baik, kalau Tuan Muda ingin membayar saya lebih banyak dari Tuan Besar.” ucap Mala dengan nada yang sekuat tenaga dibuat tenang olehnya.

Padahal sesungguhnya, dia sudah sangat ketakutan, keringat dingin sudah bercucuran membasahi punggungnya. 

Adris menyunggingkan senyum sinis, terlihat puas karena perempuan di depannya itu memang perempuan murahan tepat seperti apa dia pikirkan dan seperti apa yang selalu diceritakan ibunya.

“Berapa yang kamu inginkan untuk kamu angkat kaki dari sini?”

“Tiga kali lipat.” jawab Mala tanpa berpikir panjang.

Adris menaikkan sebelah alis matanya. Antara terkejut dengan keberanian Mala atau terkejut dengan ketidak tahumaluan Mala.

Bahkan Kelon yang sejak tadi diam tak bersuara pun sampai menaikkan kedua alis matanya.

Adris kembali berdiri dan mendekati Mala dengan langkahnya yang pelan-pelan seperti seekor singa yang mengintai mangsanya.

“Tiga kali lipat bukan jumlah yang sedikit, apa kau sadar itu?” Nada rendah dan dingin itu membuat sekujur tubuh Mala merinding.

Debaran jantungnya pun semakin ugal-ugalan begitu Adris berdiri hanya dengan jarak satu langkah kaki di hadapannya.

Mala tidak mampu menjawab.

Paru-parunya sibuk menarik oksigen untuk membuatnya tetap sadar dan tidak mati mendadak.

Aroma maskulin Adris yang terhidu cukup membuat Mala kehilangan konsentrasi, ditambah aura dingin yang membekukan itu membuat Mala sulit sekali untuk menatap balik sorot mata Adris yang berubah gelap.

“Untuk bayaran sebanyak itu, tidak gratis.” ujar Adris dengan nada rendah.

Mala berusaha membasahi tenggorokannya. “T-tapi saya gak punya apa-apa, Tuan.”

Adris menatap sinis Mala dari ujung rambut hingga ujung sepatu lusuhnya. “Kamu punya tubuhmu, bukan?”

Napas Mala tertahan sejenak.

Sorot mata penuh ketakutan terpancar jelas pada kedua matanya yang membulat.

“Tidak usah berpura-pura kaget.” sahut Adris. “Kamu juga sudah memberikan tubuhmu ke Kakek, rasanya tidak adil bukan jika aku yang membayarmu tiga kali lipat tidak mendapatkan apa yang Kakek dapatkan darimu.”

Mala refleks menggeleng.

Ia hendak melangkah untuk pergi, tapi lengan Adris yang panjang dan kekar itu langsung mengunci kedua sisi dinding dimana Mala tersudut. Sorot mata pria itu semakin gelap dan semakin membuat Mala ketakutan setengah mata.

“Kelon jaga di luar, jangan biarkan siapa pun masuk mengganggu.” titah Adris tanpa berpaling dari Mala. 

Asistennya itu hanya mengangguk dan mengabaikan sorot mata permintaan tolong dari Mala.

Kelon terus melangkah hingga dia menutup pintu kamar itu, meninggalkan Mala bersama predator yang yang siap memangsanya.

“T-Tuan…apa yang mau Tuan lakukan?”

Tanpa menjawab pertanyaan Mala, pria itu langsung menarik lengan Mala dengan sangat kasar dan melemparkan Mala ke atas ranjang.

Ia tidak peduli dengan ketakutan yang terpancar dari kedua mata Mala, ia melihat Mala dengan sorot gelapnya yang mengerikan.

Mala berusaha untuk kabur, tapi dengan cepat Adris menangkap pergelangan kaki Mala dan menariknya lalu menindih Mala, mengunci gadis itu hingga tidak bisa lari kemana-mana.

“Kenapa kamu ingin kabur? Apa karena kamu hanya mau dengan Kakekku saja?”

Mala menggeleng cepat.

Dia berusaha melepaskan diri namun usahanya sia-sia. Di atasnya Adris sudah mulai melepaskan satu per satu kancing dari seragam pelayan yang dikenakan Mala.

“Jangan Tuan…jangan…”

“Aku sudah membayarmu tiga kali lipat, maka aku juga berhak mendapatkan apa yang kamu berikan ke Kakek.”

Lalu dengan sekali sentakan, seluruh kancing seragam Mala lepas berhamburan.

Mala sudah menangis, memohon, berusaha untuk menutupi tubuhnya yang diekspos oleh Adris. Sekuat apa pun Mala memberontak, ia tetap tidak bisa mengalahkan tenaga Adris.

Sialnya, semua gerakan yang Mala lakukan di bawah Adris membuat sesuatu bangkit dari tubuh Adris, dan pria itu semakin menggila.

Mala dapat melihat bagaimana tatapan penuh kabut gelap itu menghilangkan rasa kemanusiaan pada diri Adris.

“Tuan…saya mohon…jangan lakukan ini…” Mala terus memohon, tapi Adris tidak peduli.

Bibir Mala malah dilahap dengan rakus dan teramat kasar.

Tubuh Mala dijamah dengan sentuhan yang menyakitkan.

Lebam yang ada pada tubuh Mala menjadi berkali-kali lipat nyerinya, hingga puncaknya ketika Adris mulai memasuki tubuh Mala dengan cara memaksa yang sangat brutal.

Berteriak pun rasanya percuma.

Lima belas menit yang penuh dengan siksaan yang menyakitkan, bukan hanya tubuh tapi juga jiwanya hancur. Dia kehilangan mahkota yang selama ini sudah dijaga dengan segenap jiwa. 

Adris melemparkan sebuah berkas dan selembar cek di atas ranjang, “Tandatangani surat cerai itu. Jangan pernah kamu muncul lagi di depan wajahku.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pengantin Pengganti Untuk Cucu Tuan Besar   Bab 38

    Empat hari setelah pengakuan yang membuat semua karyawan di perusahaan merasa syok dan terkejut, Adris malah tidak ada kabarnya. Dia tidak datang, tidak pula menghubungi Mala untuk menjelaskan apa maksud dari pengakuan yang dia lakukan di depan banyak orang.Keabsenan Adris selama empat hari ini membuat perasaan Mala tak karuan. Dia merasa seperti dipermainkan. Tapi juga merasa tersanjung. Namun disisi lain Mala juga merasa takut bahwa semua itu lagi-lagi hanya sementara karena kondisi Mala yang hamil.“Nona mau makan apa hari ini?” Sumi bertanya begitu Mala keluar kamar pagi ini, sembari memberikan segelas susu hamil dengan tambahan beberapa kotak es batu di dalamnya.“Ga ada kabar dari Adris atau dari Kelon, Bu?” Alih-alih menjawab pertanyaan Sumi, Mala malah balik bertanya.“Belum ada Nona. Apa mau saya hubungi Tuan Muda atau Tuan Kelon?”Mala buru-buru menggeleng.Selalu begitu selama empat hari ini. Mala akan bertanya, dan Sumi akan menawarkan untuk menghubungi, dan pada akhirnya

  • Pengantin Pengganti Untuk Cucu Tuan Besar   Bab 37

    “Katakan, kenapa Tuan tiba-tiba menjadi baik seperti ini?” Pertanyaan Mala membuat Adris tidak langsung menjawab. Pria itu hanya menatap dalam ke mata Mala tanpa mengucapkan sepatah kata.“Apa karena saya sedang hamil anak Tuan? Makanya Tuan jadi baik begini? Kalau nanti saya sudah melahirkan, apa Tuan akan kembali membuang saya? Semena-mena lagi sama saya?”Adris masih tidak memberikan jawaban. Tapi ekspresinya sungguh sulit untuk dijelaskan oleh Mala. Karena terus diperhatikan secara intens seperti itu, Mala memilih untuk bangkit saja, dia tidak mau malah tertangkap salah tingkah ditatap dalam seperti itu oleh Adris. Entah kenapa, akhir-akhir ini dia jadi lebih sering berdebar saat bersama Adris.Mungkin kah karena hormon? Apa itu berarti sikap baik Adris juga karena hormon?“Istirahat lah, Tuan, saya akan-”Grep! Lengan Mala kembali ditarik hingga ia kembali duduk di atas tempat tidurnya berhadapan dengan Adris.“Aku akan menjawab pertanyaanmu setelah kamu memberikan keputusanmu a

  • Pengantin Pengganti Untuk Cucu Tuan Besar   Bab 36

    Untuk kali pertama setelah bertahun-tahun lamanya, Adris dapat kembali melihat pantulan dirinya yang tersenyum di depan cermin. Wajah itu sudah terlalu lama kaku, bahkan ia nyaris melupakan bagaimana rupa wajahnya jika otot-otot pada wajahnya itu digunakan untuk menggerakkan wajahnya membentuk senyuman kebahagiaan.Bahagia? Entah apa makna dari kata itu, Adris hampir tidak tahu seperti apa rasanya bahagia yang sesungguhnya. Belasan tahun terakhir yang dia jalani rasanya kosong begitu saja. Ia hanya terus bergerak agar bertahan dan tidak tenggelam.Dan kini begitu tubuhnya sudah terlalu lelah untuk bergerak, ia justru menemukan sebuah tempat yang begitu sederhana. Tempat yang membuatnya begitu nyaman. Tempat yang membuat semua rasa lelahnya sirna. Tempat yang bisa dia sebut sebagai rumah.

  • Pengantin Pengganti Untuk Cucu Tuan Besar   Bab 35

    Adris tidak membual ketika dia bilang akan mengantarkan Mala pulang, pria itu sungguh-sungguh mengendarai mobilnya tanpa Kelon. Mala duduk tepat di sebelahnya. Atmosfer canggung sungguh terasa untuk kali pertamanya. Adris pun tidak banyak bicara, hanya sesekali bertanya apakah Mala lapar. Atau apakah ada makanan yang diinginkan Mala. Atau ada sesuatu lain yang ingin dibeli oleh Mala. Dan semua pertanyaan itu hanya dijawab oleh gelengan kepala oleh Mala.Bukan karena gengsi, tapi karena memang dia sedang tidak menginginkan apa-apa saat ini. Entah kenapa, Mala merasa saat ini dia tidak ingin makan apa pun, tapi hanya ingin dekat dengan pria dingin itu.Dingin…Mala baru menyadari, sejak di dalam ruangan tadi, tatapan Adris kepadanya jauh lebih lembut, meski ekspresinya tetap datar.“Sebentar.” Mobil tiba-tiba menepi tak jauh dari pedagang kaki lima yang menjual rujak buah. Mala melihat Adris memborong dagangan penjual rujak itu. Begitu kembali, Adris langsung meletakkan beberapa bungk

  • Pengantin Pengganti Untuk Cucu Tuan Besar   Bab 34

    Tiga hari berlalu, Mala benar-benar ditemani oleh Sumi, dia tidak memungkiri, keberadaan Sumi cukup membantu masa pemulihannya setelah kejadian perundungan yang mengharuskannya untuk bedrest. Tapi, Mala cukup bosan hanya berdiam diri di rumah, apalagi dia merasa dirinya sudah pulih.Alhasil pagi ini dia berhasil pergi ke kantor dengan ojek online sebelum kedatangan Sumi. Karena kalau Sumi sudah datang, dia pasti akan menghalangi Mala atas perintah Adris.“Lho Mala?” Mala menengok begitu dia baru saja memasuki lobi, dimana Nia ada di sana. “Kok lo udah masuk aja? Bukannya masih harus bedrest?”“Aku udah pulih, kok.”“Yakin? Tapi muka lo masih kelihatan pucat gitu.”“Oh aku belum sempat pakai lip cream aja jadi kelihatan pucat.”Nia terlihat tidak percaya dan khawatir melihat Mala ada di sana. Bukan hanya mengkhawatirkan kesehatan Mala setelah kejadian itu, tapi juga karena ada…“Mala?” Suara dingin milik pria yang sejak pagi ini sudah membuat heboh kantor dengan kehadirannya yang sanga

  • Pengantin Pengganti Untuk Cucu Tuan Besar   Bab 33

    Setelah Ayu pergi untuk bekerja pagi ini, Mala kembali ke kamar. Lagi-lagi pikirannya penuh dengan berbagai macam hal. Tentang Aning dan kroninya yang sudah merundungnya. Tentang kehamilannya. Tentang pernikahannya. Tentang Adris. Dan tentang perasaannya.Hal terakhir lah yang membuat isi kepalanya terasa begitu mumet. Ia begitu tidak mengerti dengan apa yang dia rasakan saat ini. Ada rasa yang baru dan asing yang menyelinap masuk. Perasaan yang membuatnya merasakan rindu pada seseorang yang seharusnya dia benci seumur hidupnya. Ada perasaan tidak terima jika dia harus hamil disaat dirinya baru saja ingin memulai karir yang selama ini dia impikan sebagai anak yatim piatu. Tapi juga ada perasaan sayang pada janin yang ada di dalam rahimnya kini.Lamunan Mala pun harus berakhir ketika ia mendengar suara ketukan pintu.“Selamat pagi, Nyonya muda.” Sapa seorang wanita yang terlihat rapi dengan senyum ramah khas seorang ibu-ibu yang mungkin berusia sama dengan ibu panti.Mala mengerutkan k

  • Pengantin Pengganti Untuk Cucu Tuan Besar   Bab 32

    Ketika Adris sudah melepaskan ikatan dasinya di dalam mobil seraya membuang napas kasar dan memejamkan matanya, Kelon tahu Tuannya sedang tidak baik-baik saja. Sampai kedua matanya kembali terbuka dan menyorot Kelon melalui kaca spion tengah.“Apa ada yang bisa saya lakukan, Tuan?” tanya Kelon tanpa harus dipanggil.“Apa kamu pernah berurusan dengan wanita hamil sebelumnya?”Pertanyaan Adris tentu saja membuat kening Kelon mengerut samar.“Maaf Tuan?”Lagi, Adris menghela napas.“Apa wanita hamil memang begitu? Tidak jelas maunya apa.” Nada Adris antara gemas, sebal tapi juga khawatir.Ini adalah hal baru untuk Kelon dengar selama dia menjabat sebagai asisten Adris. Pria itu biasanya selalu terlihat dingin, tenang, bisa menyembunyikan keresahannya. Tapi kali ini, Adris mematahkan semua imej karakternya.“Apa Tuan mau saya cari tahu tentang bagaimana karakter wanita hamil secara umum?” tanya Kelon. Meski pun dia sendiri juga tidak yakin akan bisa menyimpulkan hasil risetnya tentang wan

  • Pengantin Pengganti Untuk Cucu Tuan Besar   Bab 31

    “Aku akan bertanggung jawab atas anak ini.” Adris mengulangi dengan penuh kepastian. Tapi tidak dengan ekspresi pada wajah Mala.“Tuan akan bertanggung jawab atas anak ini?” Nada penuh keraguan dan tidak percaya terdengar jelas di udara.“Iya. Kenapa kamu terdengar tidak percaya?”“Tentu saja.” sahut Mala. “Atas dasar apa Tuan mau bertanggung jawab? Kenapa? Apa yang Tuan rencanakan lagi? Apa selamanya saya akan terus hidup bersama Tuan?”Pertanyaan-pertanyaan itu membuat kening Adris berkerut. “Apa aku terlihat sepicik itu di matamu?”Mala tidak menjawab, hanya menatap Adris dengan tatapan tidak rela.“Memangnya kenapa kalau kamu hidup bersamaku? Memangnya kamu tidak mau aku bertanggung jawab? Memangnya ada pria lain yang mau bertanggung jawab atas anak itu? Kalau ada, siapa orangnya? Faji?”“Ini ga ada hubungannya sama Mas Faji. Hanya saja, saya ga mencintai Tuan. Bagaimana mungkin saya harus hidup selamanya berdampingan dengan orang yang ga saya cintai. Begitu pun dengan Tuan.”“Mem

  • Pengantin Pengganti Untuk Cucu Tuan Besar   Bab 30

    “Jawab!” Atmosfer di dalam rumah kontrakan Mala berubah menjadi tegang. Meski pun Adris terlihat pucat, namun aura dingin dan ketegasan dalam suaranya tidak hilang, bahkan Mala masih bisa merasakan betapa tajam tatapan mata pria itu.Dalam keadaan yang tegang dan penuh dengan tekanan seperti itu, Mala malah ingin menghambur ke dalam dekapan pria itu, dan menangis di sana, menumpahkan isi hatinya, dan melepaskan rasa takutnya.Padahal, rasa takut itu justru disebabkan oleh pria yang kini masih menunggu jawaban Mala.“Kalau kamu masih tidak menjawab, aku akan membawamu ke rumah sakit sekarang!”“Tunggu dulu!” Ayu melepaskan diri dari Kelon dan langsung berdiri di antara Mala dan Adris, melepaskan tangan pria itu dari lengan Mala. “Bapak ga bisa seenaknya begitu, dong!”“Minggir, jangan ikut campur!” ujar Adris dengan nada suaranya yang rendah.“Maaf, Pak, bukannya saya mau ikut campur atau apa, tapi, kondisi Mala memang ga boleh kemana-mana.Itu ga baik untuk jan…eh, kesehatan Mala!” Hu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status