Dara membuka kelopak mata saat mendengar bunyi benda terjatuh. Kepalanya terasa berat. Rasanya baru saja dia memejamkan mata, lalu terbangun di jam segini.
Pelan dia membuka pintu dan menyalakan lampu. Bunyi berisik kembali terdengar. Sepertinya ada orang di dapur. Tapi siapa? Apa ada maling yang diam-diam menyusup Semua jendela dan pintu sudah dikunci. Lalu bagaimana dia bisa masuk?
Wanita itu memasang baik-baik telinganya. Sepertinya maling ini nekat kerena berani membongkar isi dapur.
Dara berjalan ke ruang tamu dan mengambil raket nyamuk, sebagai alat untuk membela diri jika terdesak. Jika sampai si maling ini berani mencelakai, maka dia akan menyetrumnya.
Dalan kondisi gelap dia berjalan kenbaki ke dapur. Tampak sosok tinggi besar sedang membongkar isi kulkas.
Dia mengendap dan melangkah pelan agar tak menimbulkan suara. Jarinya sudah dalam posisi menyentuh tombol on pada raket nyamuk. Lalu ....
Suara teriakan kesakitan dise
'Hai. Ini Keysa."Begitulah isi pesan Dewa terima barusan. Sejak pertemuan hari itu, dia sama sekali tak menghubungi Keysa. Lupa karena setiap hari harus melakukan terapi dan pemeriksaan lainnya.Seingatnya, ucapan terakhir saat bertukar nomor ponsel adalah dia akan menghubungi jika ada keperluan. Sejauh ini memang belum ada, karena itulah dia cuek. Dewa bukanlah tipe laki-laki iseng yang akan menggoda wanita hanya untuk bersenang-senang.'Ya. Ada apa?''Cuma nyapa. Aku cerita di grup kalau ketemu kamu disini.''Grup apa?'"Grup kampus.''Oh.'Hanya itu balasan yang Dewa ketikkan. Dia baru saja pulang dan merasa cukup lelah. Mama bahkan sudah tertidur di sofa depan karena hari juga sudah mulai gelap.Kamar di flat ini hanya satu. Jadi mama mengalah dengan memilih tidur di depan televisi yang sekaligus berfungsi sebagai ruang tamu. Alasannya agar bisa sekalian menonton. Dewa merasa tak tega. Untunglah papa membel
Sejak kejadian malam itu, sikap Dara sedikit melunak dengan Arya. Bahkan beberapa kali dia ikut jika mereka berpergian. Ciara akan senang sekali. Arya seperti ganti dari Dewa yang saat ini tidak ada."Om, Cia mau ke mall," pinta anak itu saat Arya datang berkunjung ke rumah mereka saat weekend."Nanti, ya," jawab Arya.Dara hanya bisa menggelengkan kepala ketika putrinya naik ke punggung Arya dan meminta keliling halaman."Puter sana, Om. Terus sana." Ciara menunjuk kesana kemari.Sejak tadi dia hanya duduk di kursi teras sambil melihat-lihat. Tangannya bergerak mengambil sepotong brownies yang terletak di meja. Setiap Arya datang, dia selalu membawa berbagai macam camilan."Udah, ya. Om capek," kata laki-laki itu. Mereka ikut duduk di kursi dan makan camilan.Dara menuangkan orang juice di gelas. Arya meneguknya dengan cepat karena kehausan. Ciara juga ikut minum."Ini enak banget browniesnya. Kakak beli dimana
Wanita paruh baya itu menatap sang putra dengan perasaan sedih dan kecewa. Matanya berkaca-kaca sejak tadi. Berharap apa yang diucapkan hanya guyonan semata."Aku mau mulai kehidupan baru disini, Ma. Sepertinya belum akan pulang," ucap Dewa dengan penuh keyakinan."Kamu tega sama Dara? Sama Ciara?""Demi masa depan kami. Ini cuma sementara. Nanti kalau udah stabil, aku jemput mereka," lanjutnya."Pikirkan baik-baik, Nak!""Udah, Ma. Rasanya kalau pulang, aku gak punya muka karena keadaan ini." Laki-laki itu menunduk melihat kedua kakinya.Sudah hampir tiga bulan mereka berada disini dan menghabiskan cukup banyak biaya. Hasilnya? Dewa bisa kembali berjalan, hanya saja pincang. Dia tak bisa berdiri tegak dan normal seperti yang lainnya."Apa yang kamu harapkan disini, Nak? Lebih baik pulang, kita ngumpul," pinta mama.Berat hati jika dia harus pulang sendiri. Semua keluarga sudah menanti dan pasti akan kecewa seandainya Dewa
"Sudah, Buuuuu ..."Teriakan para murid membuyarkan lamunan Dara. Hari ini moodnya begitu buruk sehingga malas menjelaskan pelajaran. Jadi, dia hanya memberikan tugas soal-soal kemudian meminta mereka mengumpulkan di depan jika sudah selesai."Oh, ya. Kalian boleh istirahat.""Tapi belum bel, Ibu.""Kalau begitu kalian bebas. Ibu mau istirahat. Ibu kurang sehat. Kalau ada guru lain tanya, jawab saja begitu," jelasnya."Baik, Bu!" jawab mereka serentak.Dara berjalan gontai menuju ke ruang UKS. Mungkin sebutir pil penghilang nyeri kepala bisa meredakan rasa pusingnya."Bu Dara sakit?" tanya petugas UKS saat dia masuk ruangan itu."Pusing, Mbak.""Ayo duduk sini, saya periksa tensinya."Dara menarik kursi dan menyerahkan lengannya untuk diperiksa. Ternyata setelah dicek tensi darahnya memang drop. Pantas saja dia limbung."Ibu belum sarapan?""Sudah.""Apa beberapa hari ini begadang?"
Dara meraih koper dari kabin dan ikut mengantre untuk turun dari pesawat. Sejak malam itu, saat mendengar suara wanita yang mengangkat telepon suaminya, dia berniat berangkat kesini dan membuktikan semua prasangka.Wanita itu menitipkan Ciara kepada ibu dan Riri, serta mengambil cuti kerja selama 3 hari. Saat Arya bertanya dia hendak kemana, Dara menjawab ada training diluar kota dan dia terpilih. Berbohong sedikit, agar keluarga Dewa tak membocorkan kedatangannya.Untunglah bapak, ibu dan Riri bisa diajak kerjasama. Dara menceritakan semua dengan air mata berlinang. Ibu mengizinkanya berangkat, namun dia harus menenangkan diri terlebih dahulu.Riri juga terus memberikan nasihat positif agar hatinya tenang, juga membantu mencarikan promo tiket dan penginapan. Setelah semua persiapan matang, hari ini dia datang untuk menemui Dewa."Taxi?" tanya seseorang bapak bermata sipit menawarkan.Dara bertanya berapa tarif yang dikenakan jika samp
Dara terpekur di makam itu dengan sebuah Buku Yaasin di tangan. Sejak tadi dia melantunkan ayat-ayat dengan merdu di depan batu nisan bertuliskan nama adiknya, Asyifa Laura.Bersama ibu, bapak juga Ciara, mereka berkunjung kesini. Lama dia tidak datang, sejak musibah beruntun menimpa keluarga mereka. Ketika dia tiba di tanah air setelah bertemu dengan Dewa, Dara memutuskan untuk pergi ziarah.Ciara menaburkan bunga di makam 'mamanya'dan memeluk batu nisan dengan mengucapkan kata-kata rindu. Bagaimanapun juga, Laura pernah ada dan cukup lama mengisi hari-hari anak itu."Ayo kita pulang. Udah sore," ajak ibu."Bapak ibu duluan. Aku masih mau disini sebentar," katanya."Kalau gitu kami nunggu di pintu gerbang," kata bapak.Kini tinggalah dia sendiri. Dara mengusap batu nisan dan memeluknya, sama seperti yang Ciara ucapkan tadi.Lama dia termenung, lalau akhirnya berucap. "Dek. Maafin kakak kalau ada salah."Hanya i
Dara terbaring lemas di tempat tidur. Sudah satu bulan ini kondisinya drop. Sejak dinyatakan positif hamil oleh dokter, dia bed rest total. Jangankan bangun, berjalan saja dia tidak mampu.Sama seperti kehamilan dulu, hanya saja statusnya sekarang berbeda. Dia sudah tak lagi bekerja karena Dewa meminta untuk berada di rumah."Pijat, Bu," katanya dengan manja. Sudah dia hari ini juga ibu menginap untuk menemani putrinya.Dewa menjadi semakin sibuk sejak dipindahkan. Dia dipercayakan oleh Mr. William untuk mengelola kantor konsultan miliknya. Bukan hanya dia sendiri, tapi ada beberapa orang yang dikirim kembali ke Indonesia.Penghasilan yang sekarang juga belum sebesar pekerjaan yang sebelumnya. Boleh dibilang, Dewa memulai semua dari nol. Namun, dia menyukuri hal itu. Baginnya harta yang paling berharga adalah keluarga."Kamu ini tiap hamil manja banget," kata Ibu."Kalau pusing ya mau gimana lagi, Bu. Bukan sengaja be
"Selamat pagi, Cantik." Dewa menggendong putri keduanya dan membawa bayi mungil itu ke depan untuk berjemur. Pada saat lahir, tubuhnya agak kekuningan sehingga Dara harus full memberikan ASI. "Ayo, ikut Papa. Kita jalan-jalan." Dewa meletakkan Sarah di stroller, lalu membuka pintu dan berjalan menuju halaman. Setelah kecelakaan itu, kakinya pincang dan tidak bisa berjalan normal seperti yang lain. Dewa tak pernah berkecil hati atas kondisinya saat ini. Dia malah mengucap syukur karena kini bisa berkumpul dengan keluarganya setelah satu tahun berpisah. Walaupun pekerjaannya saat ini tak menghasilkan sebanyak dulu, tetapi dia tetap menjalaninya dengan ikhlas. Dewa percaya bahwa Allah lebih tahu apa yang menjadi kebutuhannya. Mereka hanya perlu berusaha. "Papa!" Dewa menoleh dan mendapati Ciara sedang berjalan ke arahnya. Wajah anak itu terlihat cemberut dan menguap beberapa kali. Sepertinya dia masih mengantuk karena bebera