Share

5. Terpaksa Menikah

Author: Aprillia D
last update Last Updated: 2024-08-21 14:44:02

Atala dan Citra akhirnya sepakat membuat perjanjian. Walau usaha Atala untuk membujuk Citra menyetujui perjanjiannya itu tidaklah mudah karena Citra terus menolak. 

Bersamaan dengan itu Johan keluar menemui mereka dan mendesak Citra untuk menerima perjodohan tersebut mengingat kondisi eyang kakung yang semakin memprihatinkan.

Selain itu, eyang putri bahkan mengatakan Citra kejam dan egois jika tak mau menuruti keinginan terakhir eyang kakung.

Eyang putri mengatakan Citra harus mau menuruti keinginan terakhir eyang kakung agar beliau tenang dan bahagia. Setelah menimbang-nimbang, Citra pun terpaksa menerima perjodohan itu.

Pernikahan itu pun dilaksanakan dengan sangat sederhana dalam ruang rawat inap eyang kakung di waktu subuh. Di sana hanya ada beberapa orang yang terdiri dari Pak Penghulu yang akan menikahi mereka. Ada Johan, eyang kakung dan eyang putri sebagai saksi.

Citra dan Atala duduk berdampingan. Mereka hanya memakai baju biasa yang mereka kenakan sebelumnya, yakni kaos dan celana jins. Lalu kepala keduanya dilabuhi kain tipis. Atala berjabat tangan dengan Pak Penghulu.

Citra duduk mematung menatap satu arah, yakni dinding ruang rawat inap yang berwarna putih. Atala menyadari wajah Citra yang sejak tadi terlihat sedih. Kentara sekali cewek itu terpaksa. Seandainya tak ada papanya dan Pak Penghulu di hadapannya, sudah pasti Atala menegur cewek itu. Cewek itu memang sulit diajak kerja sama.

"Sudah siap, Nak Atala?" tanya Pak Penghulu menyadarkan Atala.

Atala menatap Pak Penghulu. "Siap, Pak."

"Nak Citra?" tanya Pak Penghulu pada Citra.

Citra menatap Pak Penghulu. Wajah cewek itu masih terlihat sedih sekaligus tegang, dan tergugup ketika menatap Atala. Atala memegang tangannya di bawah meja, mencoba menenangkan tapi Citra malah menepisnya.

"Santai ...," bisik Atala menahan geram.

Citra memaksakan senyum. "Siap, Pak," jawabnya lirih.

"Siap ijab kabul, ya," ucap Pak Penghulu pada Atala yang langsung mengangguk. Mereka berjabat tangan.

"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau Atala Sudiharto bin Johan Sudiharto dengan Citra Putri Kusuma binti Kusuma Wijaya dengan mahar satu juta dibayar tunai." Pak Penghulu mengucap kalimat ijab.

"Saya terima nikah dan kawinnya Citra Putri Kusuma binti Kusuma Sudiharto dengan mahar yang tersebut tunai." Atala membalas dengan kalimat kabul.

Pak Penghulu menoleh pada para saksi. "Bagaimana para saksi? Sah?"

"Sahh ....!!"

Bersamaan dengan itu, air mata Citra lolos di pipi. Pak Penghulu, kedua mempelai dan para saksi mengangkat tangan untuk berdo'a. Citra juga mengangkat tangan, tapi dia tidak berdo'a, pikirannya melanglang buana entah ke mana. Walau pun pernikahan ini hanya sementara, rasanya dia tidak percaya, di usianya yang amat belia, dia telah menjadi seorang istri. Istri dari laki-laki yang sama sekali tidak dia cintai.

"Kalian sudah sah menjadi sepasang suami-istri," ucap Pak Penghulu pasca berdo'a.

Harusnya momen ini menjadi momen yang amat membahagiakan, tapi bagi Citra momen ini adalah musibah terburuk dalam hidupnya. Meskipun pernikahan ini hanya sementara dan dia dan Atala sudah membuat perjanjian, tetap saja dia tidak ikhlas.

"Suami sudah boleh mencium kening istrinya," ucap Pak Penghulu.

Belum sempat Atala menjawab, Citra sudah menyahut. "Nggak usah!" Citra lalu melempar Atala tatapan tajam.

"Citra ...."

Citra mendengar eyang kakung yang terbaring di tempat tidur, memanggilnya. Citra langsung berdiri dan menghampiri. "Iya, Eyang, ini aku. Aku udah menikah dengan Atala sesuai dengan yang Eyang harapkan." Citra memaksakan senyum.

"Alhamdulillah." Eyang kakung tersenyum. "Nak Atala ...," lirihnya amat pelan.

Citra menoleh ke Atala. "Lo dipanggil Eyang!"

Atala pun berdiri, mendekati eyang kakung, berdiri di samping Citra.

"Ada apa, Eyang?" tanya cowok itu hati-hati.

Eyang lalu meraih tangan Citra dan Atala. Lalu dia menyatukan tangan keduanya di atas perutnya. Beliau menatap Citra. "Cit, Atala ini anak baik. Berasal dari keluarga baik-baik. Dia bisa jadi suami yang baik buatmu. Kamu harus yakin itu. Jadi, kamu juga harus bisa menjadi istri yang baik untuknya. Jadilah istri yang berbakti untuknya." Eyang Kakung menasihati dalam bahasa Jawa yang kental.

Citra menatap Atala sekilas dengan raut datar, lalu kembali menatap eyang kakung. "Iya, Eyang."

Lalu eyang kakung menatap cucu menantunya. "Kamu Nak Atala, jaga Citra baik-baik, ya. Jadikan dia istri yang merasa paling bahagia di dunia. Perlakukan dia sebagaimana seharusnya."

"Iya, Eyang," jawab Atala.

"Kalian harus selalu bahagia. Harus selalu sama-sama sampai maut memisahkan," pesannya lagi.

"Insya Allah, Eyang," jawab Atala. Sedangkan Citra hanya diam.

Eyang kakung memaksakan senyum. Citra bisa melihat parit matanya yang berair, mungkin menangis karena haru. "Eyang sudah tenang sekarang," lirihnya lagi. Lalu orang tua itu menatap plafon, pandangannya menerawang, terlihat ingin mengucapkan sesuatu, tapi kesusahan. "La ... ilaha ... ilallah ...."

"Eyang!" Citra menangis. Dia tak percaya eyangnya benar-benar akan meninggal secepat itu. Semua orang-orang yang ada di sana serta-merta mengelilingi tempat tidurnya.

Pak Penghulu membantunya mengucapkan dua kalimat syahadat. Dan akhirnya dengan bimbingan Pak Penghulu, eyang kakung berhasil mengucapkan dua kalimat syahadat dengan lancar sebelum akhirnya orang tua itu menutup mata untuk selamanya.

"Innalilahi Wa Innailaihi Raji'un," ucap Pak Penghulu.

"Eyang!" Citra berteriak histeris sambil mendekap jasad eyang kakung.

"Yang sabar, Cit, yang kuat." Atala coba menepuk-nepuk pundak cewek itu, menenangkannya.

Tapi ternyata cewek itu pingsan di tempat, dalam keadaan memeluk jasad eyang kakung.

Seketika semua yang ada di sana panik. "Citra! Citra!"

***

Aprillia D

Mohon maaf pembaca, jika kalian menemukan alur yang nggak nyambung, itu artinya editanku blm di ACC sama admin, ya. Mohon dimaklumi dan tunggu sampai di ACC. Terima kasih.

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pengantin Remaja: Dijodohkan dengan Pewaris Tahta    174. Setelah Enam Tahun

    Enam tahun kemudian.Tok! Tok! Tok!Pintu ruang CEO itu terdengar diketuk, sebelum akhirnya sang CEO yang duduk di atas singgasananya menyahut."Ya, masuk!"Pintu di buka, memunculkan seorang wanita cantik mengenakan pakaian kantor. Terlihat begitu elegan. Sepatu hak tingginya terdengar menggema mengetuk lantai ketika dia berjalan mendekat sembari meninting paper bag. Sang CEO tersenyum senang melihat kehadiran wanita itu. "Makan siangnya sudah datang, Pak," beritahu sang sekretaris itu, lalu meletakkan paper bagnya ke atas meja."Terima kasih," sahut sang CEO. Ya, baru saja dia meminta sang sekretaris pribadinya itu memesankan makanan online untuknya. "Eh, kamu mau ke mana?" tanyanya ketika sang sekretaris terlihat beranjak pergi.Wanita berambut pendek itu menatapnya. "Keluar, Pak.""Duduk di sini, temanin saya makan, seperti biasa, dong." Sang CEO tersenyum penuh arti saat menutup laptopnya. "Maaf, saya belum lapar, Pak. Lagian masih banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan,

  • Pengantin Remaja: Dijodohkan dengan Pewaris Tahta    173. Jauhin Citra

    Citra tersenyum saat dia tak sengaja masuk ke stan baju bayi dan balita, dan melihat beberapa baju bayi yang bergantungan itu. Baju-baju bayi itu membuatnya teringat dengan bayinya yang sempat singgah di perutnya. Dia bahkan belum sempat membelikan bayi itu baju, tapi bayi itu sudah pergi. "Hei, kamu di sini ternyata." Teguran itu menyadarkan lamunan Citra. Wanita itu sontak menoleh ke sampingnya. Atala menegurnya sambil menatapnya heran. Lalu Atala ikut memandang ke arah pandang Citra. "Udah jangan sedih-sedih lagi, jangan ingat-ingat lagi," ucapnya menghibur sambil mengusap kepala istrinya.Citra tersenyum. "Iya.""Udah selesai pilih bajunya?"Citra menggeleng. "Ya udah, ayok pilih lagi."Atala benar-benar mengajak Citra jalan ke Mall demi menghibur istrinya itu. Walau sepertinya hal itu tak banyak membantu. Karena Atala masih sering mendapati Citra murung memikirkan sesuatu.Citra kembali mendorong trolinya, kembali memasuki stan pakaian dewasa, bersama Atala juga. Saat Citr

  • Pengantin Remaja: Dijodohkan dengan Pewaris Tahta    172. Melupakan Kesedihan

    "Aku ... aku punya kabar duka, Eyang," ucap Citra pada eyang ditelepon setelah eyang bertanya ada apa."Kabar duka apa, Nduk?" Suara Eyang terdengar cemas. "Aku ... keguguran, Eyang." Air mata Citra sontak menetes bersamaan dengan dia mengucapkan kalimat itu. Masih sedih saja hatinya mengingat ketiadaan bayinya padahal kemarin bayinya masih ada dalam kandungannya. Dadanya juga terasa sesak. "Bayiku udah nggak ada.""Ya Allah Gusti ...." Suara Eyang terdengar sedih. Dan sepertinya eyang putri menangis di seberang sana. "Ini semua ...." Citra berhenti ketika hendak mengucapkan kata-kata 'ini semua salahku, aku nggak becus jaga kandungan, aku nggak bisa jadi ibu yang baik'.Dia berhenti mengucapkannya karena ingat pesan Atala yang mengatakan seharusnya dia tak boleh menyalahi diri. "Apa, Nduk?""Enggak, Eyang. Mungkin ini semua udah takdir Allah, ya, Eyang. Eyang jangan sedih, ya. Nanti aku pasti bisa hamil lagi, kok." Citra tersenyum. Sejatinya dia tengah menghibur dirinya sendiri."

  • Pengantin Remaja: Dijodohkan dengan Pewaris Tahta    171. Kesedihan Citra

    Dua hari berlalu. Citra masih memikirkan kandungannya yang keguguran. Meski Atala berkali-kali mengatakan sebaiknya dia tak perlu menyalahkan dirinya. Tetap saja, Citra merasa bersalah karena kenyataannya memang begitu. Karena dia sadar jauh dalam lubuk hatinya paling dalam, dia belum siap menjadi ibu, dan Atala tak tahu itu. Tak ada yang tahu isi hatinya selain dirinya dan Tuhan. Seketika kenangan dan kejadian lalu itu pun teringat lagi. Dia ingat bagaimana selama ini dia tak begitu menginginkan bayi itu. Percakapannya dengan Bi Rahma waktu pertama kali dia tahu dia hamil pun terngiang. "Aku nggak mau hamil, Bi ...." "Kenapa Non jadi sedih? Harusnya Non bahagia kan? Kan Non sudah menikah dengan Tuan Atala. Memang sudah seharusnya Non hamil." "Tapi, Bi .... Aku belum siap. Aku belum siap mengurus anak, aku takut ...." "Non jangan pesimis begitu .... Ingat, ya, apa pun yang Allah kehendaki itulah yang terbaik. Non ingat kan dulu Non sendiri juga ndak mau menikah dengan Tuan Atala.

  • Pengantin Remaja: Dijodohkan dengan Pewaris Tahta    170. Rasa Bersalah Citra

    Sejak dalam perjalanan hingga sampai ke rumah, Citra hanya berdiam diri. Bahkan dia tak menyahut ketika Bi Rahma menegurnya. Bi Rahma mengalihkan pandang pada Atala yang hanya dibalas gelengan kepala. Atala membiarkan Citra masuk ke kamar. Lantas dia bicara pada Bi Rahma."Ada apa, Tuan? Kenapa Non Citra begitu sedih? Kandungannya baik-baik saja, kan?" Meski sudah tahu apa yang mungkin terjadi, Bi Rahma masih berharap yang baik-baik.Atala terdiam lama sebelum akhirnya menjawab. "Citra keguguran, Bi." Dia berterus-terang. Wajahnya tertunduk lesu. Membayangkan bagaimana dia mengatakan berita buruk ini pada keluarga yang lain, terutama papa. "Ke-keguguran, Tuan?" Bi Rahma tampak tak percaya. Atala diam saja. Dan itu cukup menjelaskan."Ya Allah ...." Bi Rahma sampai menutup mulutnya. "Kasihan Non Citra." Art itu bisa langsung membayangkan bagaimana perasaan Citra saat ini. "Non Citra sekarang pasti sedih sekali. Pantas saja tadi banyak diam.""Iya, Bi. Bi aku ke kamar dulu, ya, temeni

  • Pengantin Remaja: Dijodohkan dengan Pewaris Tahta    169. Musibah

    Mendengar itu, Atala spontan menoleh. Wajah lelaki itu langsung berubah melihat istrinya kesakitan sambil memegangi perut."Citra!" Dia pun berlari mendatangi istrinya itu. "Perut kamu kenapa?" tanyanya saat memegangi tubuh istrinya. Rasa kesal tadi sontak menguap entah kemana bergantikan rasa khawatir luar biasa."Perut aku sakit banget." Citra merintih. "Kita ke rumah sakit sekarang, ya?"Atala langsung membopong istrinya turun ke bawah dengan tergesa. Sebelum pergi, dia meneriaki Bi Rahma untuk memberitahu kalau dia dan Citra akan pergi ke rumah sakit.Meski sempat khawatir melihat keadaan majikannya itu, Bi Rahma menurut. "Ya Allah semoga Non Citra ndak kenapa-kenapa. Semoga kandungannya baik-baik saja," doa sang art itu dengan tulus.***Atala mondar-mandir dengan gelisah di depan ruang kebidanan. Di balik rasa khawatirnya terhadap kandungan istrinya, dia masih berharap dan berdoa kalau kandungan isrinya yang baru seumur jagung itu baik-baik saja. Begitu pintu ruang itu terbuka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status