Share

Pengantin Samudera
Pengantin Samudera
Penulis: Ami Pradana

1 : Kutukan Wanita Tua

“Apa yang sebenarnya di lakukan oleh wanita tua itu? Mungkinkah ia gila?” guman Irawati setelah seminggu ini mengamati wanita tua yang setiap sore selalu mengantar sesaji ke pinggir pantai. 

Sebuah sesaji dari daun pisang yang ia bentuk persegi dengan berbagai lauk yang sama seperti yang ia makan hari ini. Wanita tua berbalut jarik dengan kebaya encimya yang lusuh. Setelah ia melarung sesajinya ke bibir pantai ia akan selalu berteriak sesuka hati. Kadang ia menangis meraung, kadang juga mengumpat sosok nan jauh di samudra. 

“Apa yang sebenarnya wanita tua itu lakukan?” Hal itulah yang selalu membuat Irawati penasaran dan tak pernah absen ke pantai saat sore hari semenjak kedatangannya ke pulau kecil di ujung Samudra. Irawati adalah seorang ibu dua anak yang terkena babyblus dan hampir melukai bayinya sendiri yang berusia enam bulan. Suaminya harus memindahkannya dari kota menuju tempat yang damai seperti di pulai kecil tempat ia pindah dinas kerja. Irawati sekarang di temani oleh Sekar pengasuh untuk bayinya yang sekarang berusia delapan bulan. Sementara anak sulungnya Bimasena masih sering ia rawat sendiri.

“Makan ini, dan kembalikan anakku!” teriak wanita tua itu, debur ombak mengombang-ambingkan sesajen itu, jariknya setengah basah hingga ke lutut. 

Byuurr... 

Sebuah ombak besar menelan sesaji itu, kini jarik wanita tua itu basah hingga ke pangkal paha. Ia segera berbalik dan meninggalkan bibir pantai. Irawati segera berjalan mendekat ke tempat wanita tua itu membuang sesaji. Di sana ada sisa nasi dan sepotong tahu yang terselip di antara butiran pasir putih. 

‘Untuk apa wanita ini memberi makan Samudera, bukankah di kedalaman samudera sudah ada segalanya dari pada seonggok nasi yang tak berarti.’

Irawati menatap ke arah laut, senja terlihat indah dengan mentari berwarna secerah buah pepaya matang yang baru saja ia makan tadi, tapi tubuh Irawati tiba-tiba bergetar ketika Mentari sudah tenggelam lautan berubah hitam legam dan menyeramkan. Irawati menghela nafas dalam, ‘Sudah waktunya aku pulang, esok sore aku akan datang lagi untuk mendengar sumpah serapah apa lagi yang akan wanita tua itu teriakkan pada Samudra.’

***

Sore berikutnya Irawati datang lagi ke bibir pantai. Tepat jam empat sore, wanita tua itu juga datang lagi dengan jalannya yang tertatih di usia senjanya. Tulangnya tak sekuat dulu, pasir pantai sering kali membenamkan langkahnya beberapa centimeter hingga membuat jalannya sedikit terhuyung. Ia membawa lagi daun pisang berbentuk persegi yang berisi makanan. Ujung kain jariknya terkibas-kibas oleh angin laut. 

‘Apakah ia menyembah samudra?’ tiba-tiba pikiran itu muncul dari benak Irawati. 

'Tapi bukankah ia seharusnya melarung bunga tujuh rupa, tapi kenapa ia hanya membawa makanan sederhana?’

‘Kenapa ia memberi makan samudra?’ 

Irawati tidak tahan lagi dengan semua tanda tanya yang mengganggunya, ia segera berjalan mendekati wanita tua itu. Ia menarik nafas dalam dan mulai memberanikan diri menanyakan hal yang sudah seminggu ini membuatnya penasaran dengan kegiatan wanita tua ini. 

“Permisi Nek, apa yang sedang nenek lakukan?” 

Wanita tua bernama Suminah itu menatap tajam ke arah Irawati, tatapan yang membuat Bulu kuduknya berdiri. Dari tatapan itu Irawati tahu bahwa wanita itu tidak suka di ganggu. 

“Kamu orang kota tahu apa? Jangan ganggu urusanku!” jawab Suminah dengan ketus. 

Irawati memilih mundur beberapa langkah, melihat tangan keriput di depannya mulai meletakkan sesaji di atas gulungan ombak. 

“Antarkan makanan ini pada anakku!” perintahnya pada ombak, dengan cepat ombak menggulung sesaji itu, perlahan daun pisang beserta isinya yang sempat terombang-ambing kini tak terlihat lagi. 

Irawati mendadak merinding, bulu kuduknya berdiri. Dia ingin pergi tapi tiba-tiba kakinya terpatri tak bisa di gerakkan. 

Bik Suminah menoleh ke belakang tepat ke arah Irawati, wajah wanita tua itu berubah dingin dan menyeramkan. Senyumnya menyeringai seperti penyihir. 

“Kau berikutnya!” kata Bik Suminah dengan suara yang menggema tinggi dari dalam kerongkongan. Tatapan dan suara itu seperti bukan milik wanita tua ini. 

Irawati semakin ketakutan, tapi kakinya masih saja terpaku tak mau bergerak. Tak berapa lama ia melihat wanita tua di hadapannya itu ambruk tak sadarkan diri. Sebuah ombak besar menghampiri Bik Suminah dan menggulung tubuh renta itu menuju ke tengah samudra tepat di hadapan Irawati. 

Irawati ketakutan, ia berusaha sekeras mungkin meminta pertolongan tapi tenggorokannya tercekat dan kakinya mulai terasa lemas. Butuh waktu beberapa saat hingga ia bisa bersuara. 

“Tolong! Tolong!” teriak Irawati.

Sebagian orang mulai berdatangan, Irawati terduduk lemas seluruh tubuhnya bergetar. 

“Tolong, wanita tua tadi tergulung ombak!” katanya pada orang-orang yang mendatanginya. Sebagian orang mulai berpencar dan menyisir di sepanjang pantai tapi Bik Suminah sudah tidak terselamatkan. Bahkan tak meninggalkan jejak sedikit pun. 

Juru kunci di panggil oleh warga, dia adalah pria tua berusia 60 tahun lebih. Ia tiba di bibir pantai saat langit sudah menjadi gelap hanya pencahayaan dari obor para warga yang menjadi sumber cahaya lelaki itu melakukan ritual. 

Ia tak membawa apa pun sebagai persembahan, saat lelaki tua yang di panggil Lek Harso mulai mendekat ke tengah pantai hingga air setinggi lutut kakinya baru ia berhenti. Tangannya di silangkan ke belakang, ia hanya diam seolah sedang berkomunikasi dengan makhluk yang tak bisa di lihat secara kasat mata. 

“Dia memang ingin menjadikan laut sebagai makamnya!” terang Lek Harso pada warga. 

“Iya dia sepertinya ingin berdampingan dengan anaknya yang hilang di lautan,” sahut tetangga.

Irawati yang masih duduk gemetaran merasa terganggu dengan perkataan tetangga bahwa Bis Suminah ingin berdampingan dengan anaknya di laut. 

“Memang kenapa dengan anak Bik Suminah?” tanya Irawati pada dua perempuan yang tengah mengapitnya yang terduduk lemas di pinggir pantai. 

“Laut ini sering kali meminta tumbal, jauh di sana ada penguasa laut perempuan. Saat ia ingin menikah dengan bangsa manusia, maka siapa saja lelaki muda bisa ia seret ke tengah laut untuk menjadi pendampingnya.”

Terdengar sangat tidak masuk akal bagi Irawati seorang sarjana yang lahir dan dibesarkan di Kota yang jauh akan hal berbau klenik. Tapi ia tidak bisa melupakan bagaimana Bik Suminah menatapnya tajam dan bagaimana ombak besar menelan wanita itu begitu saja padahal sebelumnya ombak begitu tenang. 

“Aku masih belum paham hubungan semua itu dengan Bik Sum?” tanya Irawati setelah tidak bisa menahan lagi rasa penasaran.

“Dua tahun lalu, anaknya melaut dan tidak pernah kembali,” 

Mulut Irawati menganga karena terkejut, ia mulai mencerna banyak hal yang selama ini membuat ia penasaran tentang apa yang dilakukan Bik Sum di depan pantai setiap sore. Wanita tua itu memanggil anaknya yang sudah di telan samudera. 

‘Bukankah banyak orang juga yang tenggelam di laut, tapi kenapa mereka menghubungkan itu dengan makhluk astral?’ logika Irawati mulai memprotes semua hal tak masuk akal yang baru saja ia dengar. 

“Anaknya adalah pria tampan dan baik, pantas saja penguasa lautan meminangnya,” wanita paruh baya di sebelah kanan Irawati menyahut. Ia adalah Ibu Halimah istri Ketua RT di desa ini. 

“Ayo pulang, Lek Harso menyuruh kita semua untuk pulang,” ajak ketua RT pada istrinya. 

Ibu Halimah segera membantu Irawati berdiri, “Mari kuantar pulang, kamu pasti sangat terkejut melihat kejadian tadi. Malam ini sebaiknya kamu jangan tidur sendiri,” nasehat Ibu Halimah sambil memapah tubuh Irawati yang terasa lemas dan gemetaran. Ibi Halimah dan sebagian warga sini tahu betul bahwa suami Irawati adalah orang pertambangan yang jarang berada di rumah. Untuk itu ia menyarankan agar wanita ini setidaknya mengajak pengasuh anaknya untuk menemani ia tidur malam ini. 

Irawati menoleh ke belakang, ia melihat laut yang gelap dan menakutkan. Di dekat pantai ia masih melihat Lek Harso berdiri menghadap lautan yang tampak menyeramkan malam ini. Saat melihat debur ombak, ia teringat kembali bagaimana tatapan terakhir Bik Sum dan bagaimana ombak menggulung wanita tua itu. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status