Setelah memikirkan perkataan Ambar, hati Amitha mulai tergerak. Ia kemudian mengesampingkan egonya, yang terpenting adalah ia dan Sena bertahan hidup terlebih dulu. Jika mereka ditakdirkan untuk saling mencintai waktu akan menjawabnya sendiri pada akhirnya.
Amitha menghubungi Catra, ia menyatakan kesediaannya untuk menikah dengan Sena, tapi ia ingin upacara pernikahan itu di lakukan secara diam-diam. Catra kemudian mengatur pertemuan dengan Sena dan Amitha pada hari berikutnya.
“Guruku mengatakan bahwa pernikahan kalian harus di lakukan pada lima hari lagi di tempat Mbah Dayat. Wilayah itu sudah di pagari, dan akan menetralisir kekuatan Ratu Segara.”
Amitha hanya mengangguk dengan malas ia tampak tak tertarik dan hanya ingin mengikuti alur. Ayahnya sudah tiada dan ia hanya tinggal dengan ibunya. Dia juga tak membutuhkan wali dari pihak keluarganya.
Beberapa hari kemudian adalah hari yang di tentukan. Sena, Amitha dan Catra berkendara menuju ke tempat
Sekian untuk cerita Pengantin Samudera. Ini adalah karya pertama saya dengan genre horor, penulis mengakui bahwa masih banyak kekurangan. Terimakasih dan mohon maaf atas semua kekurangan yang ada. Sampai jumpa pada kisah selanjutnya.
“Apa yang sebenarnya di lakukan oleh wanita tua itu? Mungkinkah ia gila?” guman Irawati setelah seminggu ini mengamati wanita tua yang setiap sore selalu mengantar sesaji ke pinggir pantai.Sebuah sesaji dari daun pisang yang ia bentuk persegi dengan berbagai lauk yang sama seperti yang ia makan hari ini. Wanita tua berbalut jarik dengan kebaya encimya yang lusuh. Setelah ia melarung sesajinya ke bibir pantai ia akan selalu berteriak sesuka hati. Kadang ia menangis meraung, kadang juga mengumpat sosok nan jauh di samudra.“Apa yang sebenarnya wanita tua itu lakukan?” Hal itulah yang selalu membuat Irawati penasaran dan tak pernah absen ke pantai saat sore hari semenjak kedatangannya ke pulau kecil di ujung Samudra. Irawati adalah seorang ibu dua anak yang terkena babyblus dan hampir melukai bayinya sendiri yang berusia enam bulan. Suaminya harus memindahkannya dari kota menuju tempat yang damai seperti di pulai kecil tempat ia pindah dinas kerja. Irawati sekarang d
Irawati tidur ditemani oleh Sekar dan kedua anaknya. Ada sebuah kasur lantai yang biasa mereka pakai saat Irawati ingin tidur bersama mereka. Suaminya jarang pulang dan mental Irawati tidak baik-baik saja sejak terkena baby blues, itulah mengapa sering kali Sekar menemaninya tidur.Tengah malam mereka semua tertidur, hanya Irawati yang masih terjaga. Ia masih menggigil ketakutan, tatapan Bik Sum padanya dan bagaimana ombak menarik tubuh renta itu ke tengah laut masih terus menghantuinya. Ia menyapu tatapan ke sekeliling ruangan, entah kenapa ia merasa terus di awasi. Ia menggeser tubuhnya lebih dekat ke arah Sena anaknya. Ia mengatup matanya dengan erat, berbagai doa keluar dari bibirnya hingga ia tertidur pulas tanpa di sadari.Tik.. tik.. tik..Ada tetesan air membasahi kening Irawati, ia menatap ke atas. Di atap langit-langit rumahnya ia melihat Bik Sum tengah menempel pada plafon, rambut panjangnya yang didominasi warna putih menjuntai ke bawah. Tetesa
Sebagian besar warga di pulau ini berprofesi sebagai nelayan. Termasuk Ardi putra satu-satunya dari Bik Sum yang berusia 25 tahun. Sudah hari ke tujuh ia tidak mendapatkan tangkapan apa pun hingga matahari meninggi. Ia gelisah tiap kali melihat wajah sedih Bik Sum yang kecewa pada hasil melautnya. Sudah banyak hutang mereka di warung untuk menutupi kebutuhan sehari-hari mereka selama hasil tangkapan ikan sedikit. Hingga hari kedelapan di tengah lautan yang gelap tanpa penerangan rembulan Ardi mengucapkan sebuah permintaan pada samudera.“Berikan aku banyak ikan, dan aku akan memberikanmu jiwaku!”Kilatan menyambar dengan tanpa aba-aba beberapa kilat tanpa ada suara gemuruh guntur. Laut yang tenang tiba-tiba bergelombang tinggi, mata Ardi melihat banyak ikan mulai berlompatan ke arah jaringannya.“Badai sepertinya akan datang hingga membuat ikan takut dan berlompatan,” gumam Ardi tanpa mengetahui arti dari semua yang ia d
Pagi Hari Bik Sum sudah menunggu di bibir pantai, para nelayan sudah menyandarkan kapalnya kecuali satu kapal milik Ardi. Bik Sum mulai berdiri penuh kecemasan, saat matahari mulai meninggi sementara bendera kapal anaknya saja tak terlihat sedikit pun mendekat ke arah pantai.“Masih belum sandar kapal Ardi Bik?” tanya Parto, tetangga Bik Sum yang juga seorang nelayan. Ia sudah pulang dari melaut sejak subuh tadi, kini ia heran tak biasanya Ardi pulang terlambat bahkan hingga siang hari.“Belum, ada apa ya? Semoga ia baik-baik saja,” kata wanita tua itu penuh harap.“Apa semalam kamu tidak menjaring di dekat kapalnya?” tanya Bik Sum lebih lanjut.“Aku sempat berada di sekitar kapalnya, tapi hanya sampai jam 11 malam, aku dan teman-teman lalu menuju ke tempat lain karena di sana kami tak mendapat ikan satu pun.”“Lalu apa Ardi tidak ikut pindah?”“Terakhir kali
Hari ke lima pencarian Ardi.Beberapa kapal berpencar seperti biasanya, mereka saling mengarahkan cahaya senter ke permukaan laut berharap jenazah Ardi akan mengapung di permukaan. Mereka juga memakai teropong sederhana untuk mencari keberadaan kapal Ardi. Mungkin saja kapal itu kehabisan bahan bakar hingga kapalnya hanya terombang-ambing di tengah lautan luas.“Terasa tidak, sejak Ardi menghilang laut menjadi sunyi dan menyeramkan,” keluh Yoyok.“Iya, karena itu aku mengajakmu ikut naik di kapalku. Aku sekarang bahkan tidak berani melaut sendirian,” jawab Toni.Laut beraroma kematian, itulah yang selalu nelayan keluhkan bahkan hingga nanti hari ke empat puluh hilangnya Ardi.Malam semakin sunyi, kapal lain yang berjauhan satu sama lain membuat rasa sunyi semakin menggelayuti. Bulu kuduk Toni dan Yoyok berdiri, embusan angin bahkan terasa sangat dingin hingga membuat mereka menggigil.“Yo
Pada hari ke tujuh kepergian Ardi, hanya tersisa tiga kapal nelayan yang masih berani melakukan pencarian. Mereka masih mengarungi lautan di sekitar pulau secara berkelompok dari pagi hingga malam hari.Malam ini salah satu kapal yang berisi Johan Si Preman pulau, Khafid dan Johar melihat penampakan kapal Ardi yang tengah terombang-ambing di tengah laut. Mata mereka berbinar, kapal itu adalah harta karun yang bernilai ratusan juta. Bahkan jika mereka berhasil menemukan mayat Ardi di dalamnya maka mereka juga akan mendapatkan mobil bak sesuai janji Bik Sum.Kapal Johan segera mendekati kapal Ardi yang gelap dan tak terdapat pencahayaan sama sekali. Mereka mengaitkan kedua kapal itu dengan sebuah tali.“Khafid, kamu tetap di kapal! Aku dan Johar akan masuk ke kapal Ardi,” titah Johar pada Khafid.Johar dan Johan segera melompat memasuki kapal Ardi. Angin dingin seolah berembus di tiap permukaan kapal kosong ini, menciptakan suasana men
Irawati tak bisa tidur hingga tengah malam, sekeras apa pun usahanya memejamkan mata cerita kengerian kematian anak Bik Sum membuat ia semakin terjaga dalam ketakutan. Irawati selalu merasa sedang ada yang tengah mengawasi dirinya, ia ingin sekali mengarahkan pandangan ke sudut kamar tapi rasa takut membuat ia hanya berani berpaling sementara rasa merinding semakin mengacaukan pikiran dirinya.Ia terus meringkuk dan gemetar, mulutnya tak berhenti berdoa hingga ia tertidur. Di dalam mimpi Irawati tengah berada di sebuah pulau kecil di tengah lautan. Di sana ia sendirian dan ketakutan, hingga sosok wanita tua menghampiri dirinya.“Kamu berikutnya!” Suara serak wanita tua itu begitu menakutkan. Wajahnya yang pucat dan rambut yang terurai basah membuat Irawati menjerit ketakutan.“Buk, bangun buk!” Sekar menggoyangkan tubuh Irawati yang mengigau ketakutan. Tubuh majikan wanitanya itu sudah basah kuyup oleh keringat dingin dan nafa
Irawati bagai di sambar petir, ‘Perjanjian Gaib' adalah hal yang baru ia dengar ditelinganya. Ia gemetar, bahkan kepalanya terasa berputar-putar, ia begitu ketakutan hingga menggigit ujung bibirnya hingga berdarah.“Apa yang harus aku lakukan?” tanya Irawati dengan suara yang parau, sebagai seorang ibu ia akan melakukan apa pun untuk membuat anaknya kembali bahkan meskipun cara itu terlihat gila dan tak masuk akal.“Sena akan dikembalikan dalam keadaan hidup, tapi saat dewasa ia akan di ambil lagi oleh Ratu Segara sebagai Pengantin Samudera,” jawab Lek Harso.Irawati mundur perlahan, wajah putus asa ibu muda itu terlihat jelas, dengan rambut yang acak-acakan karena angin pantai yang terus menyentuh rambutnya membuat ia terlihat seperti wanita gila.“Baiklah,” jawab Irawati setelah melewati gejolak batin. Setidaknya anak yang ia cintai kembali kepadanya dalam keadaan hidup. Ia akan mencari jalan kel