Irawati tengah duduk di teras rumahnya dengan perasaan gelisah. Cucu Ki Sukmo baru saja menelepon dan mengatakan bahwa Gina tidak bersedia membantunya.
“Apa yang harus aku lakukan sekarang?” gumam Irawati.
“Haruskah aku menikahkan Sena dengan wanita lain? Atau menyewa PSK untuk tidur dengan Sena?”
Irawati merasakan sakit di kepalanya, ia terus memijat keningnya. Ia tahu bahwa tak akan semudah itu, nyawa wanita itu bisa berada dalam bahaya.
‘Aku tak akan menyerah, pasti ada wanita lain yang memiliki kekuatan selain Gina,’ batin Irawati.
“Apa Ibu sakit?” tanya Sena menghampiri ibunya yang terlihat gelisah.
“Ti-tidak, hanya sedikit sakit kepala. Apa kuliahmu libur hari ini?”
“Iya, hari ini jadwal kuliahku kosong Bu.”
“Ibu,” panggil Sena perlahan, nada panggilan itu terdengar memiliki maksud tertentu.
“Ada apa Sena? Apa ada yang ingin k
Malam hari ini Sena sudah mulai tinggal di apartemen Elena, saat Sena memasuki apartemen kekasihnya itu ia mencumbu aroma pewangi ruangan yang segar di setiap sudut. Elena menyambutnya dengan baik, gadis itu bahkan berdandan dengan gaun tipis yang menampilkan tiap lekuk indah tubuhnya.“Akhirnya kita akan tinggal bersama,” kata Elena dengan memeluk lengan besar Sena.Sena merasa aliran darah di tubuhnya memanas, ia terus menarik nafas dalam untuk membuang pikiran kotor jauh dari otaknya.“Apa kamu sudah makan?” tanya Sena.“Belum, apa kami mau makan di luar atau pesan makanan antar?”“Kita pesan makan saja, aku sangat lelah untuk keluar mencari makan.”“Baiklah, kita akan makan malam kemudian aku akan melakukan sedikit pijatan untuk menghilangkan rasa lelahmu.”Sena mengernyitkan dahinya, malam ini sepertinya akan menjadi malam yang berat setelah ia melihat betapa antusias El
Selalu ada musuh untuk Gina, meski ada yang datang untuk mencari kesembuhan dari penyakit misterius tapi terkadang pasiennya datang dengan tujuan untuk mengirim teluh atau pun santet. Beberapa saat ini untuk memperkuat Rowo Geni, ia sengaja menugaskan Rowo Geni sebagai media santet atau pun teluh yang menghisap korbannya. Semakin banyak Rowo Geni menghisap darah, maka semakin sakti kekuatan yang akan ia miliki.“Kamu juga harus mendapatkan keuntungan lain dari menolong pemuda itu Nak,” saran ibunya.Gina menoleh dengan tatapan penasaran pada maksud sebenarnya yang ingin ibunya katakan.“Lihatlah, kamu hampir berusia 28 tahun. Semua temanmu di desa sudah memiliki dua anak di usia mereka yang ke 28.”Gina menarik nafas dalam, ia sebenarnya tak butuh pendamping hidup. Ia menilai dirinya terlalu tinggi dengan semua kesaktian yang sudah Eyang Suryo wariskan, hingga merasa banyak pria yang sudah ia temui tidak sesuai dengan kualitas diri
Senang bertemu dengan Elena di sore hari, mereka pergi ke restoran Italia untuk makan malam bersama. Hari ini adalah hari jadi ke empat tahun mereka. Elena ingin merayakan dengan makan malam romantis.Mereka duduk dekat dengan jendela, restoran ini berada di lantai 12 sebuah hotel, mereka bisa melihat pemandangan lampu kota ketika malam hari dengan duduk di dekat jendela kaca.“Apakah Anda sudah siap dengan pesanannya?” tanya seorang pelayanan di restoran itu.Ketika Sena mengarahkan bola matanya ke arah pelayan dengan tinggi 165 Cm itu ia terkesiap. Ia mengenali wajah cantik di hadapannya, kulitnya kuning langsat dengan wajah yang cantik.“Kamu temannya Septa kan?” sapa Sena, wajahnya sedang mengingat nama gadis ini.“Amitha.”“Oh ia benar, kamu Amitha Si Gadis pemanjat tebing.” Mata Sena berbinar ketika mengatakan itu.Elena berwajah dingin ketika melihat interaksi dua orang di depanny
Sena kembali ke kampus setelah mengantar Elena ke studio pemotretan. Ia bekerja menjadi model sekarang, keinginan terbesar Elena adalah menjadi top Model internasional. Sebelum menuju fakultasnya, Sena akan selalu melewati arena wall climbing milik organisasi MAPALA kampus ini. Ia melihat lagi Amitha tengah berlatih panjat tebing, dulu ia tak begitu memperhatikan siapa saja yang sedang memanjat dinding vertikal itu, tapi setelah ia mengenal Amitha ada rasa ingin tahu lebih di hatinya.“Sepertinya kamu berlatih cukup keras akhir-akhir ini. Kemampuanmu juga cukup meningkat,” sapa Sena pada gadis yang tengah bergelantung turun dengan jarak tiga meter di atas kepalanya.“Akan ada kompetisi antar kampus dalam dua minggu lagi, aku harus lebih banyak berlatih,” jawab Amitha yang kini sudah berdiri tepat di hadapan Sena. Gerakan kakinya ketika turun dari kaki begitu lembut, ada angin sejuk juga yang menyertai pendaratan cantik Amitha.Sena terteg
Setelah Catra mengatakan hal itu, sebuah pesan masuk ke ponsel Sena.[Pulanglah ke rumah sepulang kuliah nanti!] bunyi pesan Irawati.“Beralihlah profesi menjadi peramal, alih-alih menjadi arsitek. Itu akan membuang-buang bakatmu!”“Apakah itu pesan dari ibumu?” tanya Catra ketika mendapati Sena masih menatap layar ponselnya. Ia juga tak mengira bahwa ibunya bahkan akan mengirim pesan ketika mereka baru saja diam setelah mengatakan tentangnya.“Aku harus menjawab apa?”“Sebagai anak kamu harus berbakti. Pulanglah, semua akan baik-baik saja asal kamu tidak makan apa yang di sajikan ibumu!”Wajah Sena menjadi gelap, ia mendesah dengan nafas yang berat. Sore hari saat semua kelas selesai ia segera menuju ke rumahnya.“Sudah berapa hari kamu tidak berkunjung ke rumah? Tak tahukah kamu Moana terus merengek untuk bertemu denganmu,”Moana kini sudah menginjak usia sepuluh tah
Saat sore hari menjelang, Gina sudah mempersiapkan semua keperluan untuk melakukan ritual. Ia menyiapkan gentong air berisi bunga tujuh rupa. Sebuah ranjang yang terbuat dari kayu jati dengan kain putih bersih di atasnya. Sebelum bulan purnama merah menghiasi langit, ritual pertama yang harus ia lakukan adalah memandikan Sena.Sena mulai masuk ke dalam bilik saat matahari terbenam, Ki Sukmo berada di depan rumah untuk membuat tabir gaib agar keberadaan Sena tidak terlacak oleh ratu Segara. Sementara di atas tanah rumah Gina berdiri makhluk besar dengan seluruh tubuh berbentuk api.Banyak makhluk halus lain mengitari rumah Gina dengan berbagai perwujudan menciptakan suasana mistis yang mencekam.“Kamu bisa melakukan ritualmu sekarang,” suara pria tua tak berwujud yang tak lain adalah Kakek Gina terdengar.Gina segera memandikan Sena yang bertelanjang dada dengan bunga tujuh rupa. Di mulai dari ujung kepala hingga kaki, sambil terus merapal mant
Sepanjang perjalanan Sena menatap ibunya yang terus merintih kesakitan di kursi penumpang sebelahnya. Ia tak mengetahui sejauh mana rasa sakit itu, tapi ia bisa melihat bahwa itu adalah rasa sakit yang menyiksa dari wajah ibunya yang pucat bahkan urat-urat di wajahnya menyembul.“Mari kita ke rumah sakit dulu Bu, beberapa meter lagi kita sampai di rumah sakit umum daerah.”“Tidak, ini tidak bisa sembuh hanya dengan bantuan medis.”Sena menghela nafas, ia tidak tahan melihat rasa sakit yang di derita ibunya. Membawa ke rumah sakit memang hanya akan sia-sia saja.Sena segera menghubungi Catra setelah menepikan mobilnya. Ia yakin setidaknya Catra pasti tahu cara meringankan derita ibunya.“Catra, bisakah kamu membantuku? Ibuku begitu kesakitan di bagian telapak tangan. Apakah kamu punya cara untuk menghilangkan rasa sakit itu,”“Entahlah, biarkan aku berpikir dulu.”Untuk beberapa saat hany
Pagi hari Sena pergi ke kampus dengan pikiran yang linglung, setelah memarkirkan mobilnya ia berjalan kaki menyusuri lorong menuju kelasnya.“Awas!” suara wanita terdengar dari belakang tubuh Sena sembari merengkuh tubuhnya.Brak!Suara bata putih jatuh setelah kedua orang itu tersungkur di tanah. Sena baru menyadari bahwa sedetik saja wanita yang sedang berbaring di atas tubuhnya telat dalam mendorong dirinya maka bata putih itu akan menghancurkan kepalanya.Sena linglung sesaat ketika melihat wajah cantik Amitha yang berada tepat di depan wajahnya. Rambut hitamnya menjuntai ke bawah dan mengenai sebagian wajahnya.Amitha segera bangkit dari atas tubuh Sena, “Apa kamu baik-baik saja?”Sena segera bangkit, ia merasakan sedikit sakit di kepala belakang dan sikunya. Meski begitu pandangan matanya tetap tak teralihkan dari wajah cantik Amitha.“A-aku baik-baik saja.”“Apakah kamu melamun s