Setelah mimpi panjang akhirnya, Emma membuka matannya. Dia memegang kepalanya yang terasa sedikit pusing sembari berusaha bangun dari tidurnya. Kemudian dia merasakan sebuah kain melilit keningnya, ‘Em … apa ini?’ Gumamnya sembari melirik kain putih tersebut.
“Kamu sudah bangun?” Ucap seorang pria yang sedang berjaga di samping ranjangnya.
“Nathan?” Ucapnya dengan sembari menatap wajah Nathan yang sedang tersenyum ramah. Kemudian dia menelusuri seluruh ruangan seolah sedang mencari sesuatu. “Dimana Erland? Apa dia baik-baik saja?” Tanya Emma dengan wajah khawatir.
“E-Erland?” Nathan mengulangi nama yang Emma sebut dan dijawab dengan anggukan oleh gadis itu.
‘Dia tidak mengganti namanya saat menyamar,’ Batin Nathan sambil tersenyum canggung dengan kepala menunduk. Kemudian dia mengangkat kepalanya dan membatin, ‘Kak kamu tidak mengerti atau memang bodoh?’
“Dia baik-baik saja, dia sedang berada di ruangan Tuannya.” Ucap Nathan sembari tersenyum kepada Emma.
‘Em … dia sedang menemui Si Iblis tua,’ Gumam Emma sembari mengangguk mengerti.
Gumaman Emma membuat mata Nathan terbelalak, ‘Iblis Tua?!’ dia merasa terkejut dengan keberanian gadis di hadapannya. Kemudian Nathan bertanya, “Apa kamu tidak takut jika dia mendengar kata-katamu?”
“Aku tidak peduli dia mendengar atau tidak,” Ucapan Emma sontak membuat Nathan tersenyum sambil menahan tawanya. ‘Sepertinya dia sudah menemukan lawannya,’ Batin Nathan mengatai kakaknya yang kaku dan tidak berperasaan.
Beberapa saat setelah Emma membersihkan diri dan berganti pakaian, dia meminta bantuan kepada Nathan. “Bisakah kamu mengantarku menemui Erland?” Ucapnya dengan suara lembut, sembari menunjukkan postur sedang memohon dengan wajah imutnya.
“Tidak bisa, tunggu disini saja biar aku yang memanggilnya untukmu.” Jawab Nathan sembari melangkah keluar kamar Emma. Dia menggaruk kepalanya sembari bergumam, ‘Untung aku bisa menahannya, jika tidak semua akan ketahuan.’
Sementara itu Emma tidak tahan lagi menunggu Nathan sehingga, dia diam-diam keluar kamar dan berjalan menyusuri lorong berusaha mencari Erland. Sayangnya, dia malah bertemu seorang wanita yang sebelumnya sudah menyiksanya. ‘Dia?! Gawat aku harus pergi sebelum aku babak belur,’ Gumam Emma sembari putar balik.
“Tunggu!”
Langkah Emma terhenti seketika, dia mengepalkan kedua tangannya sembari menutup mata meratapi nasibnya. Kemudian Emma Berbalik dan berhadapan langsung dengan Joana, dia tersenyum sembari menatap Joana yang dingin, dibalik senyumnya tersirat sebuah ketakutan atas apa yang dia alami beberapa minggu lalu.
“Untuk apa kamu kesini?”
“A-anu i-itu ….”
“Katakan dengan jelas!” Pekik Joana karena merasa kesal.
“A-aku mencari Er … land."
Mendengar nama yang disebut oleh Emma membuat Joana memasang wajah masam. Dia mengepalkan tinjunya, dalam hatinya api emosi sudah membara. Kemudian dia mengangkat tangannya dan ….
Plak!
Sebuah tamparan berhasil mendarat di pipi Emma, pipi putihnya seketika memerah membentuk telapak tangan Joana. Emma Jatuh tersungkur ke lantai sembari memegang pipi kirinya yang terasa panas dan perih. Kemudian dia mendongak menatap tajam ke arah Joana.
“Kamu berani menatap ku seperti itu? Lancang sekali!” Ucap Joana dengan penuh amarah, dia meraih kasar lengan Emma dan menariknya untuk berdiri. Kemudian Joana mendorong Emma ke tembok dengan keras, membuat Emma mengernyit kesakitan.
“Lancang sekali kamu mencari pria yang aku sukai, kamu bernyali sekali.” Ucap Joana dengan senyum miring sembari mencengkram kasar dagu Emma.
Setelah Emma mendengar kalimat itu sontak membuat jantungnya berhenti berdetak, dadanya terasa nyeri seolah ditusuk ribuan pedang. Sudut matanya berair, dia memalingkan wajahnya sembari berdecih dan berkata, “Memang kenapa jika kamu menyukainya, aku mencarinya karena dia adalah pengawal pribadiku.” Ucap Emma dengan keberanian yang entah datang dari mana.
“Kamu?!” Pekik Joana sembari kembali mengangkat tangannya dan akan melayangkan sebuah tamparan. Sayangnya, tangannya berhasil dihentikan oleh seorang pria memakai jubah hitam lengkap dengan tudung yang menutupi wajahnya. Joana menoleh dan matanya melotot seolah akan keluar, dia lantas melonggarkan cengkramannya.
“Hentikan,” Ucap pria tersebut dengan datar dan menarik Emma, dia menggandeng tangan Emma dan membawanya pergi begitu saja.
Joana yang melihat punggung mereka berdua hanya bisa terdiam, dia mengepal tinjunya menahan amarah. Matanya berkaca-kaca melihat tangan pria itu menggandeng Emma dan berkata, “Kamu bahkan tidak pernah menggandengku … Erland.”
Sementara itu Emma yang ditarik berusaha memberontak, karena saat melihat pria yang menariknya dia teringat dengan pria yang menemuinya saat dia masih di dalam penjara. “Lepaskan aku!” Teriak Emma sembari menghempaskan tangannya. Dia menatap pria itu dan berkata, “Terima kasih tapi, aku harus mencari Erland.”
Baru beberapa langkah pria itu menggenggam pergelangan tangannya, pria itu menghentikan Emma yang berusaha mencari Erland. Kemudian dia berkata, “Tidak perlu, aku disini.” Pria yang mengaku sebagai Erland lantas membuka tudungnya dan memperlihatkan wajah tampannya.
Melihat orang di hadapannya adalah orang yang dia cari, lantas membuat mata Emma kembali berkaca-kaca. Dia tersenyum dan langsung menghamburkan dirinya dalam dekapan Erland. Dia melingkarkan kedua tangannya ke tubuh Erland dengan erat sembari sebuah isakan tangis muncul darinya.
“Kenapa?”
"Jika kamu sudah tahu maka capet serahkan wanita itu padaku."Dengan lirikan mautnya, Erland membuat Charlie yang berdiri jauh dibelakangnya bergidik ngeri. "Apa kamu hanya akan menatapku saja?" Tanya Erland dengan suara dingin sembari terus melirik Charlie."I-ikuti saya."Erland melangkah mengikuti Charlie masuk ke sebuah Kastil yang baru pertama kali dia datangi. Kedatangan mendadak Erland membuat Penguasa Kastil, ayah Charlie tidak bisa menyiapkan apapun untuk menyambut dirinya."Maafkan kami Tuan Tamsos Karalius, kami tidak menyambut kedatangan anda.""Sudahlah, aku juga tidak butuh penyambutan apapun." Mendengar jawaban Erland membuat Sang Penguasa Kastil Bulan merasa tersinggung, karena ucapan Erland seolah telah merusak harga dirinya. Dalam hatinya, dia ingin sekali menghajar Erland namun, dia sadar bahwa orang yang datang ke Kastilnya bukanlah lawannya."Baiklah, silahkan anda duduk dan .... ""Aku kesini bukan untuk menikmati pelayananmu."Ucapan Erland yang tiba-tiba memot
"Apa yang dia katakan?"Erland berdiri di samping tubuh dingin Emma yang terbaring di ruangan dingin. Dia bertanya sambil memunggungi Nathan sekaligus menatap Emma yang tertidur secara bersamaan. Suaranya terdengar sedikit serak karena terus menangisi kepergian Emma beberapa hari ini."Dia tidak mau mengatakan apapun."Mendengar jawaban dari Nathan membuatnya naik darah, dia mengepal kedua tinjunya sembari menegangkan rahangnya. Kesabarannya sudah dikalahkan oleh amarah kekesalan yang dia tahan beberapa hari selama proses introgasi."Aku akan membuatnya membuka mulut." Ucapnya penuh penekanan.Setelah itu, Erland beranjak dari tempatnya dan melangkahkan kakinya di sepanjang lorong menuju tempat Felix dikurung. Langkahnya yang besar serta mantap terlihat mengerikan, amarah dihatinya sudah tak tertahankan. DUAKKKErland menendang pintu dengan tidak sabar, dia maju lima langkah lalu, tangannya dengan cepat meraih leher Felix. Ibu jarinya menekan titik vital yang dapat membunuh Felix, "K
"Tidak Emma, jangan tersenyum seperti itu."Kini Erland sudah sepenuhya berwujud manusia, tangannya bergetar hebat kala menyentuh pipi Emma yang sudah terdapat noda merah. Hatinya hancur berkeping-keping melihat senyuman terakhir yang Emma berikan untuknya. "EMMA!!!" Teriakan Erland terdengar sangat menyayat hati orang-orang yang menyaksikan kematian Emma. Erland terus mengguncang tubuh yang sudah tidak lagi bernyawa itu, untuk pertama kalinya setelah sekian lama tangisnya pecah karena kehilangan seseorang.Erland terus berteriak memanggil-manggil nama gadis yang berada dalam dekapannya itu. "Emma kenapa kamu meninggalkanku, bukankah kamu berjanji tidak akan pergi lagi." Ucap Erland mengingatkan Emma atas janji yang pernah gadis itu ucapkan sebelumnya."Erland relakan dia." Ucap Angela sembari berusaha menenangkan Erland."Angela biarkan saja dia." Ucap Nathan lirih sembari menggeleng pelan.Bak orang gila, Erland terus berbicara ini itu dengan tubuh yang tidak bernyawa itu. Dia jug
"Jangan sentuh dia!" Dengan cepat Erland meluncurkan serangan menggunakan sihirnya kala mendengar teriakan Emma menggema di telinganya. Seketika para bawahan Felix meledak bersamaan dengan sihir yang Erland luncurkan. Karena menyelamatkan Emma, membuatnya sedikit lengah. "Kerja bagus Emma, berteriaklah sebanyak mungkin." Seringai Felix sembari pandangannya tak lepas dari Erland. Kelengahan Erland dimanfaatkan oleh Felix dengan sangat baik, dia dengan cepat mengayunkan pedangnya dan berhasil melukai lengan kanan Erland. Erland menoleh kala merasakan lengan kanannya bergesekan dengan benda tajam. Dia menatap datar darah yang mengalir keluar dari lukanya seolah tidak merasakan sakit sama sekali. Kemudian dia mengalihkan padangannya, menatap tajam Felix yang sedang tersenyum sombong padanya. "Hanya luka ini bukan berarti kamu bisa lolos dariku." Ucapan Erland terdengar dingin dan menakutkan, nada bicaranya mampu membuat siapapun yang mendengarnya bergidik ngeri. Sesaat kemudian mata
"Wow! Selamat atas pernikahanmu Erland." Erland mengepal tinjunya sembari menatap Felix dengan sorot mata yang tajam menusuk. Dia sangat kesal karena hari bahagianya diganggu oleh beberapa penganggu yang datang tanpa undangan. "Untuk apa kamu kemari?" Tanya Erland sembari menahan kekesalannya. "Tentu saja aku kemari untuk merayakan pernikahan kalian ... dengan darah," Ucap Felix penuh penekanan sembari menoleh kepada Erland menampilkan seringaiannya yang terlihat menyebalkan. Setelah itu, dia langsung melesat mengayunkan pedangnya ke arah Erland. Dengan sigap Erland langsung menggunakan sihirnya untuk melindungi dirinya, mengingat tangan kanannya sudah tidak mampu lagi memegang pedang. "Kali ini aku tidak akan membiarkanmu kembali hidp-hidup!" Ucap Erland penuh penekanan sembari menampilkan sorot matanya yang mulai berubah memerah. "Kamu salah, akulah yang akan membuatmu tak bisa bangkit dan mengambil pengantin cantik yang berdiri disana." Ucap Felix sembari menyeringai menatap Emm
'Apakah aku sedang bermimpi?' Mata Emma membulat sempurna kala melihat sebuah Cicin dengan Berlian merah darah yang berkilau. Dia menutup mulutnya yang ternganga dengan kedua tangannya, jantungnya berdetak keras, darahnya berdesir terasa panas. Matanya berkaca-kaca melihat senyum Erland yang menunggu jawaban darinya. Tatapan Erland yang begitu teduh dan dalam membuatnya tak bisa berkata apapun. Tangan Emma menggenggam satu sama lain di depan dada lalu, dia mengangguk antusias sembari menampilkan senyum bahagiannya. Tangannya dengan lembut diraih oleh Erland, sesaat kemudian dia merasakan dingginnya Cincin tersebut menyentuh jari manisnya. Air mata kebahagiannya kini tak bisa lagi dia bendung. Dia mengangkat tangannya menatap indah jarinya yang dihiasi Cincin Berlian merah. "Dia sangat cocok denganmu." Dia mengalihkan pandangannya menatap Erland yang sedang tersenyum kepadanya. Dengan penuh kebahagiaan dia menghamburkan dirinya ke dekapan hangat Erland. Dia akhirnya merasakan hal y