Suasana hening dan menenteramkan di satu pagi di kantor Alex tiba-tiba berubah bising. Suara teriakan dari seorang perempuan menggema hingga terdengar di kantor Alex. "Bagaimana bisa kalian melarangku masuk!" seru perempuan tersebut dengan mudah Alex kenali. 'Maura,' gumamnya.Brian yang tengah membacakan jadwal harian Alex berhenti berbicara karena mendengar suara Maura yang juga ia kenal. "Apakah aku harus meminta bantuan security untuk mengusirnya?" tanya Brian meminta pendapat Alex. Atasan sekaligus sahabatnya itu hanya merespon dengan tatapan yang tak dimengerti. "Apakah kamu mau menemuinya?" tanya Brian lagi enggan melakukan sesuatu sebab khawatir tidak sesuai keinginan Alex. "Biarkan dia masuk." Alex sudah memberi perintah, untuk itulah Brian segera izin keluar untuk mempersilakan Maura masuk. Pintu terbuka. Brian berdiri di ambang pintu dan melihat pemandangan buruk di pagi hari itu. "Pak Brian, maafkan kami. Kami tidak bisa menahannya." Salah seorang sekretaris Alex me
Alex ternyata belum tidur ketika Shania masuk kembali ke kamar. Rasa kesal yang masih hatinya rasakan, membuatnya malas melihat keberadaan lelaki itu di kamarnya. "Mereka sudah pulang?" tanya Alex. Ia yang terlihat tengah membaca buku milik Shania, menatap tersenyum. "Ehm, ya. Baru saja." Shania menjawab dingin. Hal itu jelas Alex sadari. Tapi, lelaki itu memilih untuk pura-pura tak tahu. "Istirahatlah kalau begitu." Alex beranjak bangun setelah meletakkan buku ke atas nakas. Shania tak menjawab. Ia berjalan menuju boks putranya, memperhatikan kondisi bayi itu yang ia tinggalkan cukup lama. "Tadi dia sempat menangis. Aku pikir haus, tapi ternyata popoknya basah." Alex tersenyum menjelaskan. Shania menengok tanpa kata. Ia lalu memeriksa bayinya sekali lagi sebelum pergi. Semua terlihat baik-baik saja. Shania pun lantas berbalik, melangkah menuju kamar mandi. Alex tak bicara lagi sampai Shania menghilang ke balik pintu kamar mandi. Sikap istrinya masih terlihat kesal atau mungki
Seketika area taman berubah hening, yang tadinya ramai dengan keseruan serta tawa teman-teman Shania, mendadak diam membisu sebab kehadiran Alex di tengah-tengah mereka. Fiersa dan beberapa temannya yang tidak tahu mengenai hubungan Alex dengan Shania, memandang takjub sekaligus tak mengerti. Mereka mengenal sosok Alex, tapi bagaimana bisa pengusaha itu ada di kediaman Shania. Hanya Ethan yang terlihat santai. Ini adalah kali kedua dirinya berjumpa dengan Alex di rumah Shania. Terlebih setelah ia tahu hubungan suami istri yang terjalin di antara mereka yang membuatnya lebih bisa bersikap tenang dan tidak terpengaruh sedikit pun atas kehadiran Alex yang tiba-tiba. "Aku permisi dulu." Setelah menyadari suasana yang mendadak canggung, Shania berinisiatif untuk meninggalkan tempat. Ia memilih untuk mengajak Alex supaya pergi meninggalkan keseruan teman-temannya. Rachel tampak mengangkat kedua bahunya, dan membiarkan Shania pergi bersama Alex. Setelahnya, ia kembali mengajak semua oran
Keluarga Harrison tengah melangsukan makan malam. Beberapa teman Shania, termasuk sahabatnya diundang oleh sang tuan rumah. Makan malam berlangsung penuh kehangatan dan keceriaan sebab salah satu anggotanya yang tak pernah berhenti untuk bercerita. Siapa lagi kalau bukan Rachel —sahabat Shania. Gadis itu datang bersama Ethan dan beberapa teman lainnya yang merupakan anak buah Ethan di kantor. Fiersa, teman Shania yang sudah tahu kalau temannya itu hamil, cukup kaget dan dibuat terkesima dengan fakta mencengangkan mengenai jati diri perempuan itu. Ia bahkan hampir tak bisa menelan makanan yang dihidangkan oleh para pelayan di rumah Shania saking shock-nya. "Apakah Bapak sudah tahu tentang fakta ini?" Fiersa sampai bertanya pada Ethan, sang atasan, saat pertama kali sampai di rumah Shania. "Ya, tidak mungkin aku tidak tahu," jawab Ethan tersenyum. "Sejak kejadian di rumah sakit, aku akhirnya mencari tahu.""Jadi, awalnya juga tidak tahu?"Ethan menggeleng. "Sama seperti yang lainnya
Alex kaget mendengar ucapan Maura. Dilihatnya ekspresi kesal yang ditunjukkan oleh kekasihnya itu setelah mengatakan sesuatu yang merujuk pada sosok Shania. "Aku pergi dulu. Nanti kamu bisa hubungi aku lagi kalau sudah selesai istirahat." Pada akhirnya Alex memilih untuk meninggalkan apartemen. Berusaha sekali mengabaikan kalimat sindiran yang tadi Maura lontarkan. "Apa yang sudah perempuan itu lakukan padamu?" Maura hampir berteriak saat Alex sudah akan membuka pintu mobil. Beberapa orang yang hilir mudik di sekitar mereka, menengok karena penasaran. Termasuk petugas security yang tadi diminta Alex untuk membantu mengangkat koper dan barang milik Maura ke unit apartemen, diam di tempat sambil memperhatikan keributan yang selama ini tak pernah terjadi pada pasangan tersebut. "Aku sedang tidak mau berdebat, Maura. Jadi, lebih baik kamu istirahat sekarang. Jangan lupa makan dulu. Aku sudah pesankan makanan melalui pesanan online. Sekitar sepuluh menit lagi sampai."Alex benar-benar
Suasana bandara tampak ramai dengan banyaknya orang di area kedatangan atau pun keberangkatan. Alex adalah salah satu dari banyaknya orang tersebut, menunggu kedatangan Maura dari luar negeri. Sebulan penuh wanita itu berada di benua biru untuk menyelesaikan sebuah proyek desain. Sebuah desain yang ia menangkan dalam sebuah lelang di adakan oleh salah satu perusahaan terkenal yang ada di sana. Alex sudah menunggu sekitar tiga puluh menit, namun tanda-tanda kemunculan wanita itu masih belum juga terlihat hingga sosok Brian muncul membawa makanan yang ia pesan. "Kenapa kamu tidak makan di restoran saja? Kenapa harus dibungkus seperti ini?""Tidak apa-apa. Aku lagi mau makan santai saja," ucap Alex seraya duduk di area tunggu. "Kamu tidak mau?" Alex mengangkat satu bungkusan satunya. Brian menggeleng. "Untukmu saja."Alex mengangkat bahunya cuek. Ia lanjut menikmati makanan yang sedang dikunyahnya. Suasana hatinya terasa lain. Sesuatu yang membahagiakan ia rasakan sebab perhatian Sha