Home / Fantasi / Pengendali Arwah Terakhir / 4| Gadis Ular dan Barbro Si Buta

Share

4| Gadis Ular dan Barbro Si Buta

Author: Roe_Roe
last update Huling Na-update: 2022-12-22 10:24:15

“Kumohon, jangan!” Eryk berusaha mempertahankan hidupnya dengan segala cara tapi tenaganya terlalu lemah ketika dijerat dengan sangat kuat oleh sulur-sulur tanaman itu.

Gadis aneh dengan sulur tanaman di sekujur tubuhnya itu masih duduk di atas kaki Eryk. Dia urung mencobloskan ujung tanaman berduri ke jantung Eryk. Dia malah mengeluarkan belati dan ingin memotong jari-jari Eryk yang terentang di permukaan aspal.

Eryk tak bisa melihat White di mana pun. Kadangkala burung hantu itu datang menolongnya. Lebih sering tiba-tiba dia menghilang saat Eryk dalam keadaan terdesak. Rasa takut memompa ke dalam pembuluh darah Eryk.

“Aku mati malam ini,” pikirnya berulang-ulang.

Tapi, belati itu hanya tipuan untuk mempermainan Eryk.

“Awas!” teriak si burung hantu tiba-tiba datang sambil menukik tajam. Dia mencengkeram kuat sulur tanaman yang hampir menembus jantung Eryk.

Eryk setrika mendongak saat mendengar teriakan burung hantu itu yang terdengar sangat meremangkan tengkuk.

Seseorang datang dari ujung gang. Dia menembakkan anak panah yang meluncur dan memotong sulur-sulur tanaman yang menjerat tubuh Eryk. Si gadis berqipao merah melompat dari tubuh Eryk dan merasa kesakitan.

Eryk berguling di permukaan aspal begitu dirinya terbebas. Dia sempat melirik sosok yang baru datang dan menyelamatkannya dengan busur dan anak panah.

“Hentikan, Aly!” teriak seorang pria berusia sekitar awal 50-an dengan pakain compang-camping.

Di tangan pria itu masih tergenggam busur. Anak panah tersimpan di tas di punggungnya. Dia siap menembakkan anak panah lagi ke arah gadis bernama Aly.

“Jangan ikut campur urusanku, Barbro!” desis Aly.

“Kau sudah melukai orang yang salah, Aly!” ujar Barbro. “Atau haruskah kau kupanggil dengan nama Belinda? Sepertinya nama Belinda (ular berbisa) lebih cocok untukmu.”

Eryk berlutut di permukaan aspal yang lembap dengan dada yang naik turun dan terengah-engah. Burung hantunya bertengger tak jauh dari tempat sampah di dekatnya.

Kali ini, gadis yang dipanggil Aly atau Belinda atau siapa pun itu, pikir Erik, tengah berhadapan dengan Barbro—seorang pria berpakaian compang-camping dan penuh brewok di wajahnya. Rambut cokelat kasar mencuat dari bawah topi wol lelaki itu. Dia mengenakan beberapa lapis pakaian pudar termasuk jaket wol tua yang bagian pinggangnya dieratkan dengan tali.

“Jangan ganggu pemuda itu!” ujar Barbro yang suaranya terdengar kasar. Dalam keadaan normal matanya seperti awan putih.

“Dia buta!” Eryk terkejut.

“Apa urusanmu Barbro? Pemuda ini terlibat dengan banyak pembunuhan akhir-akhir ini di Rockwool. Malam ini dia baru saja meninju seorang summoner muda yang terlalu bodoh dan ceroboh sampai tulang belulangnya remuk di ujung gang sana.”

“Tinju? Tulang remuk?” ulang Eryk di dalam benaknya. Dia teringat pada dua pria yang pernah menyekapnya di gudang.

Barbro mencengkeram salah satu sulur tanaman yang terhubung dengan tubuh Aly.

Eryk memperhatikan semuanya dalam diam di sudut gelap dengan ditemani White di pundaknya. Terlihat Aly menahan sakit dan mengernyit ketika sulur tanaman itu dicengkeram kuat oleh Barbro.

“Jika kau masih membuat ulah di sini dan tak segera pergi, aku akan memotong tanamanmu hingga kau tak berdaya, Alyssa!” ancam Barbro. “Tempatmu bukan di jalanan Rockwool, tapi di menara gading di Black Lake sana.”

“Jadi, kau bersekongkol dengan pria ini, Barbro? Kau akan membiarkan kematian demi kematian para summoner itu begitu saja?” desis Alyssa.

“Aku yang akan menjamin bahwa pemuda itu tak terlibat dengan pembunuhan para summoner. Mereka mati dengan tinju di sekujur tubuhnya. Bahkan kau bisa melihat sendiri pemuda ini sangat lemah. Jangankan meninju, melawan tanamanmu saja dia sudah kewalahan. Dia hanya manusia biasa, gelandangan, bukan seorang summoner,” ujar Barbro.

Alyssa mendesis dan menyentakkan kembali seluruh tanamannya agar masuk ke dalam telapak tangannya. Di beberapa bagian tubuh Alyssa terlihat bekas luka yang diakibatkan oleh panah-panah Barbro pada roh summonnya.

Eryk berpikir cepat. Dia mengira-ngira apakah setiap perlakuan yang diterima oleh roh summon akan berimbas pada summonernya?

White bisa membaca pikiran Eryk. Burung itu memutar kepala 360 derajat sebagai ganti anggukan.

Eryk bergegas berdiri dengan napas yang terengah-engah. Dia mendongak melihat burung-burung gagak bertengger bersama di susuran tangga darurat mengawasi mereka dengan diam.

Gagak-gagak itu mengepakkan sayap dan berterbangan ke langit gelap. Alyssa menyimpan kembali seluruh sulur tanamannya dan kini dia tampak seperti seorang gadis biasa. Dengan tatapan dingin, Alyssa melihat bergantian pada Barbro dan Eryk sebelum pergi meninggalkan gang gelap itu.

Eryk masih kelaparan. Dia melesat ke arah ayam goreng yang bergeletakan di tanah. Dia memasukkan kembali sisa-sisa ayam goreng itu ke kotak.

“Jangan buang-buang makanan!”

Selagi melakukan itu, Eryk merasakan Barbro menatap punggungnya. Eryk tak peduli dan tak merasa berutang dudi ataupun harus mengucapkan terima kasih pada pria itu. Dia tak ingin terlibat dengan siapa pun. Setelah selesai memunguti ayam-ayam itu, Eryk membenamkan kotak ayam ke dalam saku mantel dan bergegas melompat ke arah tangga darurat.

“Tunggu, Anak Muda!” teriak Barbro. “Kau benar-benar tak tahu sopan santun. Siapa namamu?” tanya Barbro.

Eryk menoleh dan menghadap pria itu. Tapi, tatapan Eryk mengarah ke tanah. “Aku bukan siapa-siapa,” balas Eryk datar.

Barbro mendengus. Sepasang mata butanya memicing tak suka. “Oh, ya? Jadi kau pendatang baru di sini? Aku tak pernah melihatmu sebelumnya.”

Eryk menggeleng lagi tak tahu harus mengatakan apa. “Apa kau sudah selesai? Aku ingin segera pergi dan menikmati makan malamku.”

“Sebaiknya kau berhati-hati,” tegur Barbro.

“Aku bukan anak kecil. Aku bisa mengurus diriku sendiri,” ujar Eryk sambil melompat ke salah satu bordes sebelum naik ke atap bangunan terdekat.

“Buatku kelihatannya tidak begitu,” ujar Barbro. Dia mengangkat dagu.

Eryk mendengar suara kaokan dan cakar para gagak yang bergerak-gerak di susuran tangga di atasnya. Eryk seolah-olah bisa mengerti maksud dan kemauan para gagak-gagak itu. Mata buta Barbro beralih ke para gagak tersebut. Bibirnya membentuk senyum samar.

“Mereka teman-temanmu?” tanya Barbro.

Eryk menoleh pada Barbro dengan pandangan yang sangat tajam. “Aku tak punya teman! Aku tak pernah berteman dengan siapa pun apalagi binatang pemakan bangkai.”

Eryk menaiki tangga baja tanpa menatap ke bawah. Dia bergerak naik dengan sangat cepat dan lincah seolah-olah tubuhnya seringan kapas. Sesekali kakinya melompat dan mengayun seperti seorang pemain parkour profesional. Nyaris setiap gerakannya tak menimbulkan suara.

Ketika Eryk sampai di atap, dia menengok untuk terakhir kali dan melihat Barbro masih memperhatikan dengan mata butanya.

“Sesuatu yang buruk akan datang!” teriak Barbro dari bawah. “Sesuatu yang sangat buruk. Jika kau mendapat masalah bicaralah pada burung-burung berwarna putih. Kematian demi kematian di kota ini hanyalah awal dari bencana yang lebih besar.”

“Burung berwarna putih?” Eryk melirik pada White yang masih diam bertenggerr di pundak. “Apakah yang dia maksud itu kau, White?”

Burung hantu itu tak menjawab dan hanya mengibaskan sayapnya yang terentang lebar. “Dia mungkin hanya beromong kosong. Dia bahkan tak bisa melihatku. Dia buta!” ujar si burung hantu.

“Benarkah? Aku pikir dari tadi pria itu terus menatap ke arahmu.”

“Dari tadi pria itu terus melirik ke langit. Kau terlalu jelas menanggapinya. Berhati-hatilah dengan kemampuanmu dalam berbicara dan membaca pikiran para burung. Itu bisa membawamu ke lubang neraka.”

Eryk masih berlutut di atap bangunan. Sekali lagi dia melongok ke bawah tapi Barbro sudah tak ada di sana. Eryk melihat pada sirine mobil polisi yang terus berkelap-kelip di kejauhan dengan suara yang meraung-raung.

“Apa kau tahu sesuatu, White?” tanya Eryk. “Sepertinya aku perlu memeriksa ke sana. Baru kali ini ada seseorang yang menuduhku terlibat dengan pembunuhan. Ini sedikit mengerikan. Apakah aku terlihat seperti seorang pembunuh? Jika pembunuhan itu dilakukan oleh dua pria itu, maka aku harus mengejarnya, bukan?”

“Kau ingin balas dendam? Bukankah sebelumnya aku katakan, apa kau tidak ingin menolong gadis itu? Dan kau mengabaikannya,” ujar White sebelum mengepakkan sayap meninggalkan Eryk.

“Aku ingin balas dendam untuk diriku sendiri!”

Eryk berlari dan melompat dari satu atap ke atap yang lain mengikuti kepergian si burung hantu. Pada salah satu gang yang terlihat sepi dan tak ada lampu, dia melihat suatu pergerakan yang sangat cepat di bawah sana. Eryk memburunya. Ada sesuatu yang tak biasa tengah terjadi di kawasan tempat dia biasa bermain. Sesuatu itu telah membuatnya berada dalam bahaya.

“White!” teriak Eryk. “Kejar sosok itu!”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pengendali Arwah Terakhir   118| Runtuhnya Tembok, Bangkitnya Harapan

    Kota Rockwool berada dalam kekacauan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Orang-orang miskin yang telah lama terkurung di balik dinding batu raksasa mulai memberontak. Mereka berbaris dengan obor dan alat-alat seadanya, meneriakkan tuntutan kebebasan dan keadilan. Di sisi lain, kaum kaya yang tinggal di bagian kota yang lebih baik mulai panik, ketakutan bahwa pemberontakan ini akan menghancurkan kenyamanan mereka.Eryk berdiri di atas menara utama Kota Rockwool, memandang ke bawah pada kerumunan yang kacau. Di sisinya, Ravenclaw berdiri dengan ekspresi serius.“Eryk, kita tidak bisa membiarkan ini terus berlanjut. Jika tembok ini tidak dihancurkan, mereka akan saling membunuh,” kata Ravenclaw.Eryk mengangguk perlahan. “Aku tahu. Tembok ini adalah simbol ketidakadilan yang telah memisahkan manusia dan summoner selama puluhan tahun. Jika kita ingin menciptakan dunia yang baru, tembok ini harus runtuh.”Namun, sebelum Eryk bisa memutuskan langkah berikutnya, Joshua Wayland muncul di tem

  • Pengendali Arwah Terakhir   117| Pusaran Dendam Darah Wayland

    Setelah berbulan-bulan menyusun strategi dan menaiki tangga kekuasaan di Kota Black Lake, Eryk akhirnya mencapai puncak keberhasilannya. Wayland Corp yang sempat runtuh kini kembali berdiri megah di bawah kepemimpinannya. Dengan pengaruh dan kekayaan yang ia kumpulkan, Eryk mendapatkan undangan eksklusif untuk menghadiri pertemuan rahasia para summoner penghancur di sebuah benteng tersembunyi di luar kota. Namun, ia tidak menyangka bahwa pertemuan itu akan mengungkap kebenaran yang mengejutkan tentang keluarganya.Di ruang besar yang diterangi cahaya lilin, Eryk berdiri dengan tenang meski jantungnya berdegup kencang. Di hadapannya, seorang pria paruh baya dengan tatapan tajam dan aura yang menekan duduk di singgasana. Pria itu, yang dikenal sebagai pemimpin tertinggi para summoner penghancur, adalah Joshua Wayland, ayah Eryk sendiri.“Kau akhirnya sampai di sini, Eryk,” kata Joshua dengan suara rendah namun penuh wibawa. “Aku telah menantikan saat ini.”Eryk menatap ayahnya dengan ma

  • Pengendali Arwah Terakhir   116| Kebangkitan untuk Balas Dendam

    Eryk Wayland berdiri di bawah pohon ek tua. Di bahunya bertengger seekor burung hantu dengan bulu putih. Lyra bukan burung biasa; ia adalah roh summon pertama Eryk, hasil dari bakat summoning yang diwarisi dari keluarganya. Namun, kekuatan Eryk masih jauh dari sempurna. Sejak kematian keluarganya yang tragis, dia bertekad untuk menjadi summoner yang kuat demi membalaskan dendam mereka.Eryk telah mencoba segala cara untuk meningkatkan kekuatannya, tetapi usahanya selalu menemui jalan buntu. Suatu hari, dia mendapatkan kabar dari seorang pedagang keliling tentang seorang summoner legendaris yang dikenal sebagai Ravenclaw. Summoner ini memiliki kemampuan luar biasa dalam mengendalikan roh burung, tetapi dia telah dipenjara di Kota Rockwool karena dianggap terlalu berbahaya.Kabar ini menjadi harapan terakhir bagi Eryk. Dia menyusun rencana yang gila dan penuh risiko: menyerahkan dirinya ke penjara summoner. Untuk itu, dia memalsukan tuduhan bahwa dia telah membunuh pamannya, seorang pria

  • Pengendali Arwah Terakhir   115| Ingin Kembali ke Level Seharusnya

    Alyssa dan Joker ditemani Wanda pergi untuk menemui sang Summoner Petir. Dia adalah seorang pria bertubuh tinggi besar dengan senjata tombak yang bisa memancarkan aliran listrik.Pria itu duduk berhadapan dengan Wanda di sebuah kafe. Sedangkan Alyssa dan Joker berdiri tidak jauh dari mereka, tapi tetap bisa mendengar percakapan keduanya.“Benarkah senjata yang dibuat oleh Iron telah membunuh Kayes?”Flash sang Summoner Petir terlihat sangat terkejut dengan informasi yang baru saja disampaikan oleh Wanda.Dengan muram, Wanda mengangguk. “Itu benar.”Tiba-tiba, Flash berdiri dan berteriak marah di hadapan Wnada.“Kenapa Kayes baru dibunuh sekarang? Apakah Iron bermaksud untuk menjebakku dan menjadikanku sebagai pelaku? Apakah Iron juga yang merebut roh summon tersegel itu dari tangan Sandra? Apakah dia yang membunuh Sandra waktu itu?”Wanda sangat geram. Dia pun berdiri tegak membelakangi jendela kafe dan menatap tajam pada Flash.“Kenapa kau bertanya itu padaku? Seharusnya, akulah yang

  • Pengendali Arwah Terakhir   114| Petunjuk dari Penjual Senjata

    “Joker?” kejut Alyssa dan Duri bersama-sama.“Belinda?” tanya Joker yang juga tidak kalah kaget ketika melihat kemunculan Alyssa di toko senjatanya.Alyssa menggeram dan mengepalkan tinju. “Jangan memanggilku dengan nama itu!”“Oh, sorry, aku lupa. Tapi, di antara kalangan Guardian Summoner, kau terkenal dengan nama Belinda si ular berbisa.”“Joker, apa yang kau lakukan di sini?” tanya Alyssa. “Bukankah kau seharusnya berada di level sembilan?”Joker mengangkat kedua bahunya. “Kau bisa melihat sendiri. Aku sedang berdagang di sini. Mana mungkin aku melewatkan peluang untuk menghasilkan uang? Koleksi benda-benda antikku bisa aku jual dengan mudah di sini. Kau sendiri, maksudku kalian, apa yang membawa kalian sampai ke sini?”Alyssa mengembuskan napas berat. Dia menarik sebuah bangku di depan meja dan langsung duduk begitu saja tanpa dipersilahkan.Joker keluar dari balik meja counter yang memamerkan beragam jenis senjata langka dan pergi ke kulkas mini untuk mengambil sekaleng soda.“K

  • Pengendali Arwah Terakhir   113| Toko Senjata dan Perlengkapan Summoner

    “Aku tidak setuju dengan cara itu!” protes anggota Guardian Summoner yang lain. “Strategi itu akan membahayakan para warga desa.”“Seharusnya itu tidak perlu membuat kalian risau. Karena warga desa yang kalian maksud di sini, tidak lain adalah para summoner itu sendiri. Masing-masing dari mereka seharusnya memiliki kemampuan dan kapabilitas untuk bertarung dan melindungi diri. Dan sudah seharusnya warga desa tersebut tidak berleha-leha melainkan ikut berjuang bersama kita melawan para perusak.”“Tapi–”Alyssa menatap tajam pada pemuda keras kepala itu. “Pertempuran kali ini sepenuhnya diatur olehku–Alyssa Harris, wakil ketua Guardian Summoner. Mohon patuhi perintahku!”Usai pertemuan yang tidak berjalan lancar itu, mereka akhirnya membubarkan diri. Alyssa kembali ke kota, ke tempat penginapannya berada. Dia berjalan didampingi dengan Duri.Duri tampil dengan pakaian kesatria, meski kulitnya tetap berwarna hijau. Tubuh Duri saat berwujud asli tampak sangat kuat dan berotot. Dia selalu

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status