“Alexa tadi di kantor kepleset, Ma ketika berlari menuju ruang rapat dan jatuhnya nyungsep sehingga dahi terbentur di sudut meja yang ada bunga hiasnya. Makan malam, yuk.”
Alexa mengalihkan pembicaraan dan memalingkan wajah dari mertuanya untuk menyembunyikan luka di bibirnya lalu makan masakan ibu dan mertuanya bersama Helena.
Suasana rumah baru menegang dan memanas ketika Barnett tidak menghadiri kepentingan keluarga. Papa mertua menyalahkan Barnett dan tidak terima dengan ketidakhadiran Barnett di rumah baru.
Mereka menuruti ucapan Alexa untuk menyelesaikan makan malam. Beberapa menit berlalu, semua menyelesaikan makan malam dan masih duduk dengan kedua pundak terangkat.
“Dari pada diam-diaman seperti ini, lihat dan berkeliling seisi rumah ini, yuk, Pa, Ma, Ibu, Ayah.” Helena mengajak mereka untuk berkeliling seisi rumah dengan suara menggelegar yang membuyarkan ketegangan di antara mereka.
“Astaga, iya. Mama dan Ibu hampir lupa gegara kakakmu,” sahut Mama mertua sambil berdiri dan sekali menepuk tangannya.
“Ayo, Nak Alexa, kita melihat seisi rumah ini saja bersama sambil membuat videonya yang direkam sama adikmu. Dia sudah mempersiapkan semuanya dari kemarin dan berencana untuk menambah pendapatan di youtube dengan cara membuat konten apa pun yang berkaitan denganmu dan Barnett.” Ibu Alexa bersemangat dan memberitahunya terkait konten yang dibuat khusus untuknya.
Alexa hanya tersenyum dan menatap orang tuanya. Ia mengikuti langkah dengan direkam oleh adiknya dari berbagai sudut. Semua ruangan dimasukinya hingga kembali ke lantai satu dan telah memakan waktu selama satu jam.
“Nah, inilah rumah baru kakakku sebagai hadiah pernikahan. Bagaimana? Bagus, kan? silakan komen dan beri masukan untuk hiasan rumahnya di kamar utama.”
Helena mematikan kamera lalu mengusap lengan Alexa perlahan dan menggenggam erat tangannya. Dia tampak mengerti suasana hati dan pikirannya sehingga mendekatinya, tetapi tidak berani menanyakan apa yang terjadi pada mereka di hubungan pernikahan yang masih muda.
“Papa sudah menghubungi Barnett dan katanya masih sibuk sama pekerjaan. Alexa ditemani sama Ibu dan Ayah, ya untuk malam pertama menginap di sini,” kata Papa mertua yang tidak betah dengan suasana panas dan canggung dalam keadaan bahagia.
“Iya, Pa. Tidak apa-apa.”
“Kalau ada apa-apa, jangan sungkan bilang ke Mama dan Papa, ya, Alexa.” Mama mertua berpesan lembut sembari memeluknya.
Alexa hanya mengangguk sambil tersenyum lebar. Mertua Alexa meninggalkan rumah barunya dan membiarkannya bersama orang tua. Ia berbincang dengan ibu secara empat mata setelah mengantarkan ayahnya ke kamar untuk istirahat.
“Kamu tadi berbohong, ya, Nak,” ujar Ibu Alexa membuatnya terkejut.
“Tidak, Bu.” Alexa reflek berbohong pada ibunya.
“Tidak di mulutmu, tapi iya di hatimu. Matamu sudah menjelaskan semuanya, termasuk sikapmu tadi. Ibu dan Mama mertuamu pun tahu dan memahami sikap anak ketika berbohong, tapi beliau tidak ingin memperkeruh keadaan karena Pak Reynard bisa menarik semua fasilitas yang diberikan padanya.”
Alexa tertunduk sambil memainkan jemari dengan dada yang sangat sesak dan digenangi oleh butiran bening di kelopak mata. Perasaan seorang ibu memang tembus saat anaknya terjadi sesuatu. Ia tidak tahu harus berbicara jujur terhadap ibunya atau tetap membungkam atas masalah yang terjadi padanya.
Satu sisi, ia ingin sekali mengatakan kejadian yang diperbuat oleh Barnett, tetapi tidak bisa karena masalah rumah tangga dan apa pun yang terjadi di antara dua manusia setelah akad menggelegar di sebuah ruangan, sebisa mungkin tidak diceritakan kepada siapa pun.
Air mata pun tumpah dan berusaha menahan isak tangis yang bisa dibaca oleh ibunya. Ia menyeka air mata secepat kilat lalu tersenyum lebar. Ibu memeluk Alexa erat sembari mengelus punggungnya lembut.
“Apa pun yang terjadi padamu dan pernikahanmu sedang tidak baik-baik saja, berusahalah terus untuk menyelamatkannya, tapi kalau memang sudah tidak bisa diperbaiki dan diperjuangkan, kamu boleh melakukan yang kamu mau.”
Alexa memeluk erat ibu. “Apakah ini yang dinamakan keseimbangan takdir, Bu?” tanyanya bergetar.
“Tidak ada yang namanya keseimbangan takdir. Kehidupan ini selalu berdampingan dengan rasa manis dan pahit sampai tutup usia. Semua orang memiliki dua rasa itu dan untuk menghadapi dan mengatasinya dengan cara masing-masing,” tutur ibunya lembut.
“Apakah ada pernikahan yang tidak saling mencintai atau salah satu mencintainya hingga tutup usia?” tanyanya lagi yang berusaha menahan isak tangis saat mengingat sikap Barnett terhadapnya.
“Ada dua-duanya. Semua itu bukan serta merta dijodohkan, seperti yang Ibu lakukan ke kamu dan Barnett. Mereka menikah tidak mengerti tujuan pernikahan sampai tutup usia melainkan, hanya kesenangan yang ada dalam pikiran sehingga berujung pada peristiwa tragis yang kebanyakan terjadi. Jika salah satu tidak mencintai pasangannya maka pasangannya berusaha untuk tetap dekat, perhatian dan melakukan tugas dan kewajiban sebagai istri atau suami, dia juga leleh nantinya,” jawab Ibu Alexa yang menggambarkan kehidupan pernikahan.
“Bagaimana kalau masih sama? Bagaimana kalau salah satu dari mereka yang mencintainya itu lelah dan mengetahui sesuatu yang menyakitkan suatu hari nanti? Apakah boleh berhenti dan menyudahi penderitaan hati?” tanya Alexa yang mengalirkan air matanya di pipi.
Ibu Alexa hendak melepas pelukannya, tetapi ditahan oleh Alexa. Ia tidak ingin ibu melihatnya menangis dan tidak ingin mendapatkan pertanyaan tentang hubungan pernikahannya dengan Barnett.
“Jangan dilepas, Alexa tidak pernah seperti ini sama Ibu. Alexa selalu memeluk sebentar saat berangkat olimpiade bela diri Karate,” tahan Alexa yang beralasan ingin memeluk lama ibunya.
Ibu Alexa menghela napas lalu mengelus punggungnya lembut. “Boleh berhenti dan pisah karena dia tidak ingin diberjuang bersama dan memperbaikinya.”
Alexa terdiam seraya menggigit bibir bawahnya agar tidak keluar isak tangisnya. Jawaban yang membuatnya sedikit tenang, tetapi menyakitkan saat mengetahui jalan keluar untuk diambil.
Berjuang untuk mempertahankan rumah tangganya adalah cara yang terbaik untuk membuat hati pasangan luluh. Sikap kelembutan, perhatian dan kepedulian kebanyakan membuat siapa pun menjadi luluh ketika terjadi sesuatu yang panas dan mencekam.
Alexa menyeka air mata secepat kilat hingga pipi mengering lalu melepas pelukannya. Ibu Alexa menatap sambil mengelus pipinya lembut. Tatapan seorang ibu sangat dalam dan hangat sehingga tampak memahami perasaan anaknya saat ini.
“Nak, apa pun situasi hatimu saat ini, tenangkan dan percaya bahwa semua masalah selalu ada jalan keluarnya dan jalan keluar itu bisa datang dengan cepat dan tepat atau membutuhkan waktu untuk datang padamu,” tutur Ibu Alexa lembut sembari mengusap tangan Alexa.
Alexa mengangguk berkali-kali dan air mata mengalir di pipi tanpa disuruh. Kesedihan itu keluar sendiri tanpa diperintahkan ketika ibu memberikan nasihat dengan lembut. Tidak ada yang bisa mengelak disaat berhadapan dengan ibu.
“Ibu tidak pernah melihatmu menangis selama ini. Apakah Barnett menyakiti hatimu?” tanya Ibu Alexa yang berusaha mengorek kejadian yang terjadi pada Alexa.
“Malam, aku pulang,” ucap Barnett yang membuyarkan pembicaraan Alexa dengan ibunya lalu bersalaman dengan ibu mertuanya.
Alexa belum menjawab pertanyaan ibu, Barnett datang. Keberuntungan baginya datang untuk tidak menjawab pertanyaan itu.
“Bu, aku antar Barnett dulu, ya ke kamar.”
Alexa memasuki kamar utama bersama Barnett sambil membawa air mineral untuknya. Barnett melepas jas dan dasi yang melekat di tubuhnya dengan pakaian yang berantakan dan aroma parfum wanita.
“Apa yang kamu sampaikan ke Papa?” tanya Barnett yang tidak terima ditegur oleh papanya.
“Tidak ada yang kusampaikan ke Papa. Papa yang peka dengan ketidakhadiranmu sampai menghubungimu dan aku tidak pernah ngomong apa pun tentang apa yang terjadi pada kita!” Alexa menjawab dengan intonasi penekanan dan berusaha menekan suaranya selirih mungkin.Barnett berbalik badan lalu meletakkan jas dan dasi di samping tempat tidur. Dia membuka kemeja dan dilemparkan ke atas jas dengan aroma parfum wanita yang menyengat lalu bola mata merayap ke pria yang memiliki badan atletis dengan tatapan curiga padanya.Alexa hanya mengenali suaminya sebagai pria yang dingin, tidak peduli dengannya dan takut kehilangan kedudukannya. Pertanyaan yang aneh mulai bertebaran di pikiran sehingga bola mata bergerak ke area leher, pundak dan punggung untuk mencari tahu tanda-tanda dia habis berhubungan dengan seorang wanita atau tidak.Namun, beberapa menit setelah mencari tanda kemerahan di area tubuhnya tidak ada. Mata menyipit yang mulai menaruh ketidakpercayaan terhadapnya. Barnett menoleh ke arahny
Helena mendekati Alexa sambil mengendus-endus di pakaiannya dengan mata terpejam lalu mengerutkan alis. Tidak lama, ia beralih ke pakaian Barnett dengan garisan panjang yang melebar lalu membuka mata.“Aroma parfum wanita di kemeja dan jas hitamnya Kak Barnett? Bagaimana bisa dia menyemprotkan parfum sembarangan? Bukankah dia tidak suka dengan menyemprotkan parfum yang bukan kesukaannya?”Helena merasa aneh dengan aroma parfum yang ada di pakaiannya. Dia sudah hapal dengan sikap Barnett yang lain. Namun, fakta baru untuk Alexa sekaligus aneh. Kesempatannya untuk mengetahui hal apa pun yang disukai olehnya.“Dia tidak suka menyemprotkan parfum sembarangan ke tubuh maupun pakaiannya?” tanyanya yang menyelidiki.“Iya, Mbak. Dia anti banget soal begituan dan sedikit gengsi dengan perempuan. Dia pernah banget salah pakai parfum dan waktu itu pakai parfumku. Tapi, aromanya tidak seperti ini.”“Oh, dia suka parfum yang seperti apa?”“Dia suka parfum yang mereknya Aigner yang warnanya biru. D
“Perkenalkan dirimu kepada teman-temanku!”Fisik pria yang ramah dengan Alexa tidak kalah dengan fisik Barnett. Pria di sampingnya tersenyum lebar saat Alexa meminta untuk memperkenalkan diri.“Ehem, baik. Nama saya adalah Frank Halton.”“Frank Halton? Pemilik perusahaan start up pengobatan mata, kan kalau tidak salah Eyedow?” celetuk salah satu teman kantornya.Frank Halton tersenyum lebar lalu menundukkan kepalanya. Alexa terkejut mendengar keberhasilan sahabatnya yang sudah lama tidak bertemu dan hanya komunikasi melalui pesan dan panggilan telepon.“Jangan begitu. Saya hanya pria biasa dan tidak ada yang beda.”“Orang ganteng mah bebas mau ngomong apa.”“Iya. Bapak ada janji sama Pak Barnett?”“Betul. Saya ada janji dengannya.”“Tunggu sebentar, dia mungkin dalam perjalanan. Aku berangkat dulu tadi,” ucapnya perlahan lalu menepuk pundaknya sekilas.“Baiklah. Semangat kerjanya dan tetap tersenyum.” Frank menarik garisan panjang bibirnya menggunakan dua jari kepada Alexa.Alexa ters
“Kamu ngapain memecat karyawanku? Apa hakmu untuk memecatnya?”“Aku ada hak untuk memecatnya karena aku sudah menjadi istrimu. Jika ada yang buruk di sini maka aku berhak mengeluarkan dia agar tidak menjadi penyakit menular!” Alexa menjawab nada tinggi sambil memerhatikannya yang menggeleng bersama jari telunjuk.“Kamu hanya istriku bukan Nyonya CEO di kantor ini karena di luar kamu bukan siapa-siapaku. Tapi, kalau di rumah, kamu adalah istriku.”Alexa tersenyum getir saat mendengar ucapannya seperti itu. Dia hanya takut kehilangan harta dan status di perusahaannya sehingga berpura-pura hanya di rumah dan di hadapan orang tua.“Oke, kalau kamu begitu. Jadi, aku bebas di luar dan jangan pernah memprotesku untuk dekat dengan siapa pun. Sesuai dengan kesepakatan di awal dan semuanya terbuka satu sama lain. Jika tidak ada yang terbuka satu sama lain, maka lihat saja dampaknya.”Lagi dan lagi, Alexa memperingatkan perjanjian di awal yang selalu terbuka atas hal apa pun. Ia berdiri lalu mel
Alexa terdiam selama satu menit untuk memikirkan jawaban yang tepat. Ia tidak mungkin memberitahu situasi dan keadaan rumah tangganya kepada Frank karena dia adalah orang luar, meskipun sudah menjadi sahabat.“Dia sangat menyayangiku dan baik kepadaku,” jawab Alexa sambil tersenyum pahit lalu mengalihkan pandangan ke arah jalanan.Frank memperhatikannya sambil menghela napas panjang ketika Alexa memperhatikan jalanan yang macet dan panas. Mobil melajut dengan kecepatan standar dan tidak lama, ia tiba di depan sebuah café kekinian dan terdapat es krim.“Kamu mengajakku ke tempat ini?”“Iya. Menurutku tempat yang cocok untuk makan siang kali ini.”Alexa memasuki café dengan posisi duduk di meja paling ujung. Ia memesan es krim rasa cokelat, sup merah, minuman air mineral. Jemari sibuk di handphone meskipun sedang istirahat.“Bisa masukkan handphonemu dulu?”“Oke, aku masukkan.”Ia memasukkan handphone ke dalam tasnya lalu menghadap dan menatap Frank yang memperhatikannya.“Kamu tahu yan
Barnett menghampiri Alexa yang memerhatikannya dengan tatapan heran lalu melewatinya tanpa melirik dan mengucapkan satu kata pun kepadanya. Barnett hendak memasuki ruangannya, ia memberitahu bahwa tetap memberhentikan Yasmin bekerja di departemennya.“Aku tetap memecat Yasmin,” kata Alexa sambil menatap gagang pintu.Barnett tidak merespons ucapannya dan memilih untuk memasuki ruangannya. Alexa pun kembali bekerja dan terdapat penampakan teman Yasmin dan dua orang lainnya memerhatikannya dengan tatapan aneh dan benci.“Kenapa kalian begitu? Ada yang salah dari saya?” tanya Alexa sembari melirik Yasmin terisak.“Kenapa ibu tega sekali memecat Bu Yasmin?” tanya salah satu rekan kerjanya.“Saya memecatnya karena dia memiliki racun yang berbahaya dan bisa membuat lingkungan kantor yang bisa kapanpun panas. Saya sebagai seorang Manajer berhak untuk memecat anak buah saya ketika tidak bekerja sama,” jawab Alexa tegas.Semua terdiam setelah mendapat jawaban darinya. Alexa melanjutkan pekerja
Alexa terdiam saat Frank memahami sikapnya. Ia tidak bisa mengelak ketika dia telah mengatakan demikian. Hanya dia yang bisa memahami perasaannya saat ini.Beribu alasan untuk menutupi permasalahan rumah tangga, Frank tetap hapal kebiasaannya saat berbohong maupun tidak. Namun, Frank tidak meminta untuk menceritakan permasalahannya.Frank berhenti di taman kesukaan Alexa di kala cuaca sedang redup dan angin sepoi-sepoi pun berdatangan. Ia menoleh ke arah Frank yang melepas sabuk pengamannya dengan kelopak mata yang dipenuhi butiran bening.Frank menyeka air matanya. “Ayo turun. Bukankah ini taman kesukaanmu? Taman yang kamu gunakan untuk melampiaskan semua masalahmu?”Alexa masih menutup mulutnya dengan dada yang membekas sakitnya sembari menoleh ke taman sekaligus memperhatikan cuaca diluar. Melihat angin yang berembus kencang dengan dahan yang meliuk-liuk, dedaunan beterbangan yang bertanda tidak lama akan turun hujan.Tanpa memberikan aba-aba kepada Frank, ia keluar dari mobil deng
Pintu lemari ditutup dan berbalik badan dengan mengernyitkan dahi. Pertanyaan yang dilontarkan olehnya sangat aneh. Bagaimana bisa dia melontarkan demikian di saat kemungkinan besar dia juga melakukan perbuatan tersebut?“Apa maksudmu?”“Halah, jangan berpura-pura bodoh.”“Aku sungguh tidak tahu, apa yang kamu bicarakan kepadaku. Aku tidak melakukan hal begitu di belakangmu.”Barnett berdesis sambil sibuk dengan handphone. Ia meletakkan handphone dan hitungan detik, nada singkat milik Alexa berbunyi keras seakan, dia mengirim pesan beberapa detik yang lalu.“Cek pesanmu!”Alexa mengecek pesan masuk darinya lalu membulatkan bola mata sekilas saat sebuah rekaman aksi dirinya sedang dipeluk oleh Frank. Ia menghela napas panjang dan memasukkannya ke dalam tas. “Video yang kamu lihat tidaklah mengatakan hal yang kamu pikirkan. Aku bisa menjelaskannya.”“Tidak perlu. Sikapmu ternyata jauh lebih menjijikkan dari pada Deana yang kamu pikir berusaha merayuku.” Barnett membandingkan dirinya