Athalia mencoba menahan tubuh Ayaz agar tidak maju lagi ke dalam apartmen itu. “Tolong pergi dari sini! Aku bisa berteriak untuk mengusirmu!” Athalia mendorong dada Ayaz yang bidang, namun sayangnya tubuh tegap dan jangkung lelaki itu tak bergerak sedikitpun. Ternyata tenaga Athalia terlalu lemah untuk Ayaz yang seorang lelaki berperawakan atletis.“Silakan saja jika kau ingin berteriak. Tapi biar kuberitahu, teriakanmu itu hanya akan menjadi sia-sia saja. Kau tidak akan bisa mencegahku untuk mengganggumu, Athalia!” kata Ayaz yang tanpa diduga malah mendorong tubuh Athalia hingga mundur beberapa langkah ke belakang.“Aakhh … “ beruntung Athalia tidak sampai terjatuh karena dorongan Ayaz tidak terlalu keras.“Apa yang kau lakukan?! Jangan kunci pintunya!” Athalia berteriak histeris saat Ayaz memanfaatkan kesempatan itu untuk mengunci pintu apartmennya.Begitu kuncinya sudah aman, Ayaz menoleh ke arah Athalia dengan seringaian yang membuat tubuh Athalia serasa merinding.“Tenang, Atha
Mahesa tidak tahan. Jika sejak dulu ia selalu menahan diri untuk tidak memukuli Ayaz karena takut Leuwis datang dan memarahinya dengan cara membuka masa lalunya.Tapi sekarang, cukup sudah! Mahesa sudah terlalu banyak diam. Ia akan meluapkan puncak kemarahannya pada Ayaz. Ia tidak suka melihat Ayaz yang mencoba menyentuh miliknya.“Mahesa cukup! Aku mohon cukup! Hentikan, Mahesa! Nanti dia bisa mati!” Athalia berteriak, menjerit panik saat melihat Ayaz yang sudah terkapar di lantai dengan banyak luka lebam di tubuhnya.Tapi Mahesa tidak mendengarkan Athalia. Ia berjongkok di atas perut Ayaz, tangannya makin bersemangat meninju rahang adik tirinya itu dengan penuh emosi.Padahal Ayaz sudah tidak berdaya. Meski sempat melawan, tentu saja Ayaz akan kalah dengan
"Selamat pagi, Tuan Mahesa! Aku membawakan kopi untukmu."Membuka pintu ruang kerja Mahesa, Athalia datang sambil membawa nampan dan secangkir kopi di tangannya."Terimakasih. Simpan saja di sana," titah Mahesa sambil tetap memokuskan pandangannya ke arah monitor di depannya.Athalia menaruh cangkir itu tepat di atas meja kerja Mahesa, sesuai apa yang diperintahkan oleh lelaki itu padanya.Sambil matanya tetap fokus pada layar monitor, sambil tangan kanannya meraih cangkir kopi itu, kemudian mengangkatnya, mendekatkan ke mulut.Namun tak sampai satu detik, Mahesa langsung memekik dan memuntahkan kopinya dengan wajah meringis."Sssh ... panas!" katanya sambil mengusap bibirnya yang
Meski dengan bibir yang manyun lima senti, Athalia tetap mengekori Mahesa di belakangnya.Langkah Mahesa memasuki sebuah toko pakaian dengan merek bergengsi. Athalia tahu sekali kalau merek itu sangat dikenal dengan harganya yang mahal."Selamat malam, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" seorang pramuniaga wanita langsung menghampiri Mahesa dan bertanya.Dari wajahnya yang memerah, tampak sekali kalau pramuniaga itu sedang mencuri-curi perhatian Mahesa. Mungkin dia terkejut melihat lelaki setampan dan segagah Mahesa tiba-tiba masuk ke dalam tokonya."Aku ingin membeli gaun malam. Bisakah kau tunjukan mana gaun malah terbaik yang ada di sini?" tanya Mahesa.Pertanyaan itu seketika membuat si pr
Athalia tahu kalau ucapan Mahesa hanya untuk menyindirnya. Mungkin lelaki itu menahan tawa melihat Athalia yang mati-matian menahan rasa malu dan gugupnya.“Kau menyuruhku mengenakan baju ini? Padahal apa bedanya aku mengenakan baju ini dengan tanpa berpakaian?” Athalia mengerucutkan bibirnya.Mahesa tersenyum semakin miring.“Jadi … kau lebih suka tampi tanpa pakaian di depanku daripada mengenakan lingeri ini?” ejeknya membuat Athalia melebarkan mata.“Bukan! Bukan itu maksudku!” Athalia hendak mengelak.“Ssssttt … “ tapi Mahesa lebih dulu menempelkan telunjuknya di bibir wanita itu. Hingga membuat ucapan Athalia terhenti.
“Jangan lupa, Athalia! Nanti kau harus makan siang denganku! Jangan lagi pergi ke pantry!” Mahesa mengingatkan sembari kaki mereka melangkah di baseman apartmen.Mereka berjalan beriringan. Athalia menganggukan kepalanya.“Baik. Nanti aku akan makan siang denganmu,” jawabnya yang membuat Mahesa tersenyum puas.“Bagus!”Baru saja Mahesa akan melangkah makin mendekati mobil mewahnya, seketika Mahesa langsung membuang napas kesal saat matanya melihat mobil Bianca yang juga ada di sana. Terparkir tepat di samping mobilnya.Melihat Mahesa, Bianca segera turun dari mobilnya dan berseru melambaikan tangan sambil menyunggingkan senyum lebarnya yang di mata Mahesa tak terlihat cant
Mahesa juga segera mengatakan bahwa ia tidak ingin berdebat dengan Leuwis.Tentu saja! Leuwis selalu bisa mengalahkannya dengan mengungkit semua masa lalu terburuk yang pernah Mahesa alami. Masa lalu yang sangat tidak ingin Mahesa ingat. Saat ia dipukul, ditampar, dilempari barang, diabaikan kedua orang tuanya, atau ditinggalkan oleh ibunya demi seorang lelaki kaya raya, semua itu adalah kenangan pahit dalam masa lalu Mahesa.Setiap kali mengingat serpihan kenangan dalam masa lalunya, Mahesa pasti akan merasa sangat ketakutan dan parahnya, ia tidak bisa mengendalikan rasa takutnya itu.‘Mengapa kau memukuli Ayaz? Kau membuatnya babak belur, Mahesa! Sejak kapan kau bersikap seperti seorang preman? Sudah kubilang, jangan pernah mencoba keahlian bela dirimu pada Ayaz! Dia itu saudaramu!’ tanya Leuwis dengan
Athalia menggelengkan kepala, sembari mengibaskan sebelah tangannya di depan wajah.“Hah, paling juga aku salah mendengar.” kakinya kembali melangkah, tetapi lagi-lagi Athalia mendengar sesuatu.“Aa … tha … lia … “ kali ini seperti suara pelan yang memanggil namanya.“Itu suara Mahesa!” Athalia berseru, ia berbalik dan mencoba mencari di mana sumber suara tersebut.Saat melihat ke balik meja kerja Mahesa, Athalia langsung membeliakan matanya. Ia terkejut seraya menutup mulutnya dengan sebelah telapak tangan.“Mahesa! Kau kenapa? Apa yang terjadi padamu?!” pekik Athalia, segera berjongkok dan menaruh kepala Mahesa ke atas pangkuannya.