"Athalia, kamu masih perawan, kan? Jika kamu jadi teman tidurku selama satu bulan, kupastikan adikmu sembuh." Athalia terkejut mendengar ucapan Mahesa, sang atasan. Kelamnya masa lalu telah membentuk pria itu tak percaya dengan cinta. Tetapi, Athalia hadir dengan membawa segala ketulusan yang ia punya. Akankah Athalia mampu membuat Mahesa percaya bahwa cinta itu nyata?
Lihat lebih banyak“Aku setuju. Yang namanya hal baik itu tidak boleh ditunda-tunda. Pernikahan adalah sebuah hal yang sakral. Apalagi Mahesa dan Kiran saling mencintai. Pernikahan mereka pasti akan bahagia,” tambah Leuwis yang makin membuat senyum lebar mengembang di bibir Kiran.Akan tetapi tiba-tiba saja Mahesa yang sejak tadi diam, kini angkat bicara.“Aku tidak bisa menikah,” katanya. Membuat terkejut semua orang.Semua pasang mata tertuju ke arah Mahesa. Raut bingung tergambar di wajah mereka.“Apa maksudmu dengan tidak bisa menikah, Mahesa?” tanya Leuwis dengan bingung, detak jantungnya tak beraturan, wajahnya memerah karena kesal sekaligus terkejut mendengar ucapan Mahesa yang di luar dugaannya.Mahesa balas menatap Leuwis, lekat. Kemudian ia melanjutkan ucapannya setelah sebelumnya menarik napas pelan.“Aku baru saja mengalami cedera otak. Aku tak ingat sebagian memori di otakku. Bahkan aku pun tidak ingat tentang a
Mahesa mengerjap, bahkan ia tak tahu siapa Yasna dan siapa ibu yang Athalia maksud."Tapi jika kau mengatakan jangan pergi, maka aku tidak akan pergi," lanjut Athalia, dengan sejuta harap yang bergejolak dalam dadanya.Mahesa masih bergeming."Jika kau mengatakan jangan, maka aku tidak akan pergi, Mahesa. Aku akan tetap di sini, menunggumu sampai kau ingat kembali semua tentangku. Tolong katakan jangan pergi, Mahesa! Tolong cegah aku!" dengan ujung-ujung jemari yang sedikit gemetar, Athalia menyentuh punggung tangan Mahesa, menatap wajah tampan itu dengan linangan air mata."Cegah aku Mahesa! Tahan aku di sisimu. Aku tidak akan pergi jika kau memintaku untuk jangan pergi." Athalia meraih tangan itu, menempelkannya di pipi, lantas meremasnya dengan penuh rindu."Pergilah." sampai sebuah kata membuat harap itu melebur begitu saja.Kata paling menyakitkan, akhirnya terlontar dari mulut orang yang sangat dicintainya. 
Athalia tak bisa terus-menerus berusaha menjadi orang yang tegar menghadapi masalah. Apalagi saat ini seseorang sedang menghardik ibunya.Imran terus mencaci dan memaki Narsih juga Athalia. Bahkan ia berusaha mengompori Pak RT agar mengusir keluarga Athalia dari kontrakannya.Yasna tak bisa lagi menyibukkan diri dengan setumpuk PR, ketika teriakan seseorang terdengar sedang mencela kakak dan ibunya."Sabar. Tahan dulu emosinya, Pak Imran. Ini sudah malam. Athalia dan ibunya tidak bisa langsung pergi malam ini. Setidaknya beri mereka waktu satu hari untuk mengosongkan rumah." Pak RT memberikan keputusan yang lebih bijak, meski tetap menyakitkan bagi Athalia."Halah! Semua warga sini sudah ingin mereka segera diusir. Hanya membuat malu saja," cetus Imran dengan sinis."Pak Imran. Maaf, tapi RT di sini adalah saya. Dan saya akan memberikan Athalia dan ibunya waktu untuk meninggalkan tempat ini. Sebagai warga, saya harap Pak Imran t
“Bukankah aku sudah memperingatkanmu, pergi dari kehidupan putraku! Aku tidak ingin Mahesa berhubungan dengan wanita sepertimu yang hanya ingin memanfaatkannya.” Leuwis menunjuk wajah Athalia, namun Athalia membalasnya dengan tatapan datar.Hari ini, Athalia kembali mendapat hinaan dan ancaman dari Leuwis. Lelaki itu hendak menjenguk Mahesa kembali, namun langkahnya terhenti ketika melihat Athalia masih menunggu di depan ruang rawat putranya.Tapi kali ini Leuwis tak datang sendirian, tidak juga dengan Ayaz dan Bianca, melainkan dengan seorang wanita yang dulu pernah Athalia pergoki dekat dengan Mahesa.Dia adalah Kiran Ardelia. Bibirnya menyunggingkan senyum miring saat melihat Athalia direndahkan oleh Leuwis. Mungkin Kiran sedang merasa posisinya berada di atas langit, sementara Athalia di dasar bumi paling rendah. “Dan aku pun sudah pernah mengatakannya padamu, Tuan. Kalau aku tidak akan menyerah untuk tetap menunggu Mahesa.”
Bukan hanya Narsih yang terkejut mendengar kehamilan Athalia, tetapi juga Yasna. Gadis berusia dua belas tahun itu membuka mulutnya, terhenyak.“Katakan bahwa ini semua hanya lelucon, Athalia! Katakan pada Ibu kalau kau hanya bercanda. Iya, ‘kan?” duduk di hadapan Athalia, Narsih mengguncang pundak gadis itu.Athalia makin menundukan kepalanya, terdengar isak tangis dari bibir mungil itu. Sebelum kemudian ia mengucapkan sesuatu yang membuat keluarganya makin terkejut.“Aku tidak bercanda, Bu. Aku memang sedang hamil. Maafkan aku, Bu.”Lemas sudah tubuh wanita paruh baya itu. Perlahan tangan Narsih terhempas dan jatuh ke pahanya sendiri.Tidak ada yang paling menyakiti hati seorang ibu, kecuali mendengar bahwa putri yang dijaganya selama ini, ternyata telah ternoda oleh seorang lelaki.Seketika Narsih merasa tak becus menjadi seorang ibu.“Siapa ayahnya, Athalia? Apakah Tuan Mahesa?”Athalia menja
“Lepaskan aku! Aku ingin meminta penjelasan pada Dokter Erdi.” Athalia menyentak tangan Bianca yang tadi menariknya, kemudian segera menyusul Dokter Erdi yang berjalan entah akan ke mana bersama dengan Leuwis. Mungkin mereka akan ke ruangan Dokter Erdi dan membicarakan soal keadaan Mahesa.Tapi mengapa mereka tak mengajaknya? Athalia berpikir keras.“Dokter, dokter, tunggu! Tolong jawab aku, apa yang terjadi dengan Mahesa? Kenapa dia seperti tidak mengenalku?” Athalia menahan langkah dokter yang berusia empat puluh dua tahun itu, membuat Leuwis berdecak sinis.Bianca pun menyusulnya sambil mengepalkan tangan.“Dengar, Nona. Bukankah sudah kukatakan kalau aku belum bisa memastikan keadaan Mahesa sebelum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Jadi bersabarlah, dan tunggu sampai pemeriksaan dilakukan, lantas hasilnya keluar,” ucap Dokter Erdi.Athalia menghembuskan napas pelan, matanya semakin mengembun. Hari ini tak ada Narsih
Narsih dan Yasna sudah berdiri sejak tadi, saling menggenggam dan menatap dengan raut khawatir.Athalia tersenyum kecut.“Dokter. Bukankah tadi kau bilang Mahesa tidak boleh dijenguk saat aku memohon untuk masuk ke dalam ruang rawatnya? Tapi kenapa sekarang kau membolehkan mereka masuk?”Berdeham sebentar, Dokter Erdi sedikit kikuk. Tapi ia tetap menjaga wajah wibawanya di hadapan Tuan Leuwis.“Mereka berbeda, Tuan Leuwis adalah keluarga pasien.”“Tapi aku calon istrinya!” Athalia sedikit meninggikan nada bicaranya, ia merasa diperlakukan tidak adil di sini.“Kau pikir putraku akan benar-benar menikahimu? Huh! Jangan bermimpi terlalu tinggi, Athalia! Harusnya kau sadar, kau tidak pantas bersanding dengan Mahesa. Sekarang saja kau sudah membawa sial dalam kehidupan putraku. Kau tidak pantas untuknya!” cetus Leuwis, yang sejak tadi hanya diam dan menatap penuh amarah pada Athalia.Meli
Athalia terduduk gelisah, menautkan kedua tangannya di atas paha. Matanya memerah, mati-matian ia berusaha menahan tangis.Ada sesuatu yang mengusik pikirannya. Tadi saat ia menelpon dan memberitahu Mahesa soal kehamilannya, lelaki itu hanya diam, bergeming tanpa suara, dan hanya menyuruhnya menunggu.Hal itu membuat Athalia menyimpulkan banyak hal. Apakah Mahesa tidak senang mendengar kehamilannya? Hati Athalia sesak, membayangkan seandainya Mahesa benar-benar tidak senang dengan kehamilannya? Bagaimana…Suara ketukan pintu terdengar dari luar, segera Athalia mengusap air matanya, berpura-pura tidur dan bersembunyi di balik selimut.“Kak Athalia? Kakak sedang tidur ya?” ternyata itu Yasna.Kakinya berjalan, menghampiri ranjang Athalia. Lalu helaan napas pelan keluar dari mulutnya saat melihat Athalia tampak pulas, meski wajahnya sedikit tertutupi oleh rambut. Sengaja, Athalia tak ingin Yasna melihat sis
Mahesa memang serius dengan ucapannya. Hari ini, Athalia telah resmi berhenti bekerja sebagai sekretaris lelaki itu. Tapi Athalia tak merasa keberatan, toh itu kemauan calon suaminya.Calon suami? Mengingat itu, Athalia mengulum senyum. Pernikahan mereka sudah ada di depan mata. Bahkan Mahesa sudah menyuruh orang untuk mengurus undangan pernikahan mereka. Sementara gaun pernikahan mereka sudah siap di tangan designer terbaik.“Athalia! Kau tidak pergi bekerja hari ini?” Rika—salah seorang tetangga Athalia bertanya. Dia sedang menjemur pakaian di halaman depan, sama seperti yang sedang dilakukan Athalia sekarang.Para tetangga di dalam gang ini memang jauh lebih ramah dibanding tetangga Athalia di kontrakan sebelumnya. Di sini Athalia bisa merasakan bagaimana berbaur dengan tetangga, saling menyapa, atau sekadar melempar senyum saat berpapasan. Hal yang tidak pernah di dapatkannya saat masih hidup di kontrakan sebelumnya, karena tetangganya yang dulu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.