Luna membuang muka. Berdebat dengan madunya ternyata tak mudah. Walau wajah Kaila nampak begitu teduh terlihat seperti perempuan lemah lembut ternyata perempuan itu ternyata bisa melontarkan kata-kata pedas menohok hati.
"Karena perempuan pelakor seperti kamu ini, nih! Banyak pasangan yang sudah menikah rumah tangganya hancur," Imbuh Kaila lgi."Diam kamu!" Bentak Luna pada Kaila."Kamu yang diam! Ini rumahku! Aku yang mempunyai hak penuh di rumah ini. Kalau kamu nggak terima ucapanku, silahkan keluar dari sini!" Balas Kaila tak kalah membentak."Oke!" Jawab Luna mantap. "Aku akan keluar dari rumah ini! Tapi aku nggak akan pergi sendiri. Mas Dika akan tinggal bersamaku dan nggak bakal aku izinin untuk datang kesini lagi. Biarin aja kamu kelaparan dan nggak punya uang karena nggak di nafkahi sama suami," ancam Luna dengan senyum miring di bibirnya."Siapa takut!" Balas Kaila. "Kalau begitu cepat keluar dari sini!""Ayo, Mas kita pergi aja dari sini. Aku juga nggak sudi tinggal satu atap sama perempuan kayak dia." Kata Luna pada Andika. "Pantesan aja suami kamu selingkuh, orang kamunya nggak ada sopan santunnya sama sekali. Tidak punya tata krama, bermulut pedas. Jangan nangis ya nanti kalau di tinggal sendirian. Aduh! kasihan deh," cibirnya lagi."Kaila! Luna! Sudah cukup!" Teriak Andika menengahi pertengakaran antara istri pertamanya dan istri keduanya. "Dan, kamu Kai!" Tunjuknya mengarah pada sang istri pertama. "Tolong Kamu bersedia dan berlapang dada menerima kehadilan Luna di rumah ini!""Tidak akan! sampai mati pun aku tidak mau. Aku tidak sudi menerima dia di sini! sekarang juga Keluar kalian berdua dari rumah ini." Tegas Kaila."Awas aja kamu, ya! Keluar dari sini aku akan suruh Mas Dika buat jual rumah ini biar kamu jadi gembel sekalian," ancam Luna dengan gigi bergemelatuk.Kaila hanya tersenyum menanggapi ancaman adik madunya itu dengan senyuman sinis. "Silahkan saja, kalau memang Mas Dika bisa! Memangnya kamu bisa jual rumah ini, Mas?" Tanya Kaila pada Andika.Andika hanya bisa tertunduk dan terdiam. Luna tampak nengernyit kebingungan, dia tidak mengerti apa maksud dari perkataan dari Kakak madunya itu. Kenapa Kaila malah bertanya seperti itu pada suaminya? begitulah kira-kira pertanyaan yang ada di kepala Luna."Beritahu fakta yang sebenarnya pada perempuan ini, Mas! Siapa pemilik sah rumah ini? Siapa pemilik perusahaan tempat kamu bekerja, siapa yang sudah memberi kamu jabatan Direktur dan dari mana sumber kekayaan kamu selama ini berasal! Aku tidak mau di anggap menumpang hidup sama kamu. Dan satu lagi, jangan lupa beritahu dia siapa kamu sebenarnya dan seperti apa kehidupan kamu sebelum menikah denganku! biar istri baru kamu itu tahu, siapa sebanarnya suami yang dia bangga-banggakan itu. Jangan sampai nanti menyesal kalau sudah tahu semuanya!"Setelah mengucapkan kalimat tersebut Kaila berlalu dan meninggalkan mereka menuju kamarnya. Di kumpulkan semua aset berharga milik orang tuanya, mulai dari sertifikat rumah, villa, dan perhiasan-perhiasan miliknya. Kaila tak ingin jika Luna menghasut Andika dan memintanya untuk mengambil harta dan perhiasan miliknya setelah mengetahui fakta yang sebenarnya bahwa sumber kekayaan Andika selama ini adalah milik Kaila. Lebih baik Kaila mengamankannya lebih dahulu sebelum itu terjadi.Kaila berencana menyimpan semua barang berharganya tersebut ke Bank. Jika masih di simpan di dalam rumah sudah di pastikan Andika akan nekat dan mengacak semua isi rumah untuk mencarinya. Semua BPKB kendaraan pun tak luput Kaila amankan. Perempuan itu ingin sang suami keluar dari rumahnya tanpa membawa barang berharaga apapun sama seperti dahulu saat Andika pertama kali datang. Dahulu Laki-laki itu hanya membawa satu unit sepeda motor Honda Mio J keluaran tahun 2012 itu pun sudah di jual oleh Andika dan di tukar dengan mobil Alphard keluaran terbaru, bahkan kini dia memiliki satu mobil lamborgini dan motor Kawasaki Ninja ZX yang terparkir di dalam garasi mereka. Semua itu Andika beli dari uang yang ia dapat dari perusahaan milik orang tua Kaila."Apa kurangnya aku selama menjadi istri kamu, Mas? Aku bahkan rela memberikan jabatan ku sebagai direktur padamu. Aku juga rela meninggalkan dunia karirku hanya untuk mengabdikan diriku padamu. Tapi, inikah balasannya?"Tak terasa, air mata Kaila kembali menetes. Ia membaringkan tubuhnya yang terasa lelah diatas penbaringan sambil memeluk foto kedua orang tuanya yang menjadi pengobat rindu selama ini."Ma, Pa kenapa Mas Dika tega nyakitin Kaila seperti ini?" Lirihnya.*"Aku minta maaf, Mas! Gara-gara aku Mbak Kaila jadi salah paham dan marah sama kamu." Ujar Luna berpura-pura sedih saat dia dan Andika sudah di dalam kamar tamu.Andika meraih bahu sang istri dan menatapanya dengan lekat."Kamu nggak perlu minta maaf, Sayang. Tidak ada yang perlu di maafkan, memang sudah waktunya Kaila tahu tentang kamu dan calon anak kita." Ucap Andika menenangkan Luna yang merasa bersalah karena kehadirannya."Aku takut, Mas! Bagaimana kalau Mba Kaila nggak bisa menerima hubungan kita? Aku nggak mau gara-gara kehadiranku dan anak ini kalian bertengkar dan sampai bercerai, Mas." Seru Luna merasa bersalah sambil mengelus perutnya yang mulai membuncit."Sudahlah, kamu jangan berpikir yang macam-macam. Fokus saja pada kehamilan kamu," ujar Andika sambil meraih tangan Luna dan menciumnya dengan lembut.Andika merebahkan tubuhkan di kasur, rasanya hari jauh melelahkan dari pada biasanya. Perkataan Luna barusan sedikit mengusik pikiran Andika, bagaimana jika Luna benar-benar tidak menerima pernikahannya dengan Luna dan meminta cerai darinya? Apa yang harus dia lakukan jika itu terjadi. Andika tak mau dan tak rela jika harus bercerai dari Kaila, itu sama saja dia akan kehilangan semuanya, jabatan, kehidupan mewah dan popularitasnya sebagai laki-laki muda yang sukses kaya raya."Mas,..." panggil Luna.Andika tak menyahut, laki-laki itu masih berkelut dengan pikirannya."Mas Dika," panggil Luna sekali lagi."Hm,.. ada apa?""Kalau seandainya Mbak Kaila meminta kamu untuk memilih antara aku dan dia, kamu pilih siapa, Mas?" Tanya Luna was-was."Sudahku bilang, jangan berfikir yang tidak-tidak!" Sahut Andika."Aku cuma bilang, kalau seandainya Mbak Kaila meminta kamu untuk memilih tolong kamu lepaskan saja aku! Hiduplah bahagia dengan Mbak Kaila, aku akan membesarkan anak kita dengan baik seorang diri."Andika bangkit dari tidurnya, ia lalu meraih tangan Luna lalu menarik kedalam pelukannya. Di elusnya dengan lembut pucuk kepala Luna dan ia kecup berkali-kali."Mas tidak akan pernah melepaskan kamu, Lun! Kamu tahu kenapa? Karena di sini ada anak kita, darah dagingku." Tunjuk Andika pada perut Luna. "Kalau nanti aku di minta untuk memilih, Mas pasti akan memilih kamu dan melepaskan Kaila. Kamu sudah bersedia mengandung keturunan Mas, sedangkan Kaila? Dia tak mau hamil, katanya takut jika hamil badannya akan melar dan muncul Stretch mark. Dia juga takut setres jika mempunyai anak. "Jelas Andika mengada-ada. Pasalnya dirinyalah yang belum siap memiliki anak dengan Kaila, dia tak ingin repot mengurus anak dan masih ingin bebas bepergian tampa ada beban fikiran yang mengganggu. "Tapi kamu tenang saja, Kaila tidak akan berani meminta cerai. Kamu ingat! Mas pernah bilang Kaila itu sudah tidak punya orang tua lagi, orang tuanya sudah meninggal. Mau kemana dia kalau bercerai dariku, iya kan?" Imbuhnya lagi sambil tersenyum sinis.Luna tersenyum. "Terima kasih ya, Mas! Kamu sudah mau bertanggung jawab sama aku dan calon anak kita." Membalas pelukan sang suami dengan erat."Sama-sama sayang! Mas cinta sama kamu, jadi sudah seharusnya bertanggung jawab atas kamu dan anak kita." Jawab Andika sembari mengecup kening Luna.Luna tersenyum licik. Sebentar lagi niatnya untuk menjadi Nyonya dan menguasai harta Andika akan terlaksana. Dia akan menjadi perempuan yang sangat beruntung dan istimewa sedangkan Kaila akan tersiksa pelan-pelan tanpa bisa berbuat apa-apa. Luna tak akan bisa hidup tanpa Andika, sedangkan Andika tak akan bisa hidup tanpa dirinya. Pikir Luna.bersambung!teman-teman mohon dukungannya untuk karyaku ya, like komen dan Vote seikhlasnya. terima kasih!"Eh, Bu Sinta Bu Ratna! Ngapain kalian kesini, hah? kalian jangan ikut campur masalah keluarga saya!" Seru Bu Diana yang tidak terima kedua Ibu-ibu itu membantu Kaila. "Siapa yang ikut campur sih, Bu? Kami ini cuma lagi membantu tetangga kami yang di zolimi oleh mantan mertuanya! Masa iya, sebagai tetangga yang rukun, kami diam aja! Nggak bisa lah!" Balas Bu Ratna. "Terima kasih, Bu-ibu! Tapi, saya bisa kok, menyelesaikannya sendiri." Ucap Kaila tak enak jika tetangganya ikut-ikutan terserat dalam masalah pribadinya. "Tidak apa-apa, Mbak Kaila. Kita bantuin aja! Mantan mertua seperti Bu Diana ini emang pantas di serang sama warga supaya mulut nyinyirnya itu diam. Tidak ada malunya sama sekali, merasa paling benar dan paling segalanya. Rasanya pengen Ibu kasih sambal tu mulut," celetuk Bu Sinta. "Berani ya kamu sama saya, Bu Sinta!" Tantang Bu Diana."Loh, emangnya selama ini saya takut sama situ? Sama tukang nyinyir kok takut, aneh! Takut itu sama Allah, Bu!" Balas Bu Sinta. "Ibu
Pagi ini, wajah ceria Kaila kembali terlihat setelah dua bulan terakhir terlihat muram. Perempuan itu merasa lega perceraiannya dengan Andika berjalan mulus, kini saatnya dia menyambut hidup baru dan menatanya sebaik mungkin jangan sampai kesalahan yang dulu terulang kembali. Baru saja keluar pintu rumah, Andika sudah berdiri di samping mobilnya menunggu kedatangannya. Pagi-pagi sekali laki-laki itu sudah menyambangi rumah perempuan yang sudah menjadi istrinya tersebut. "Pagi, Kai!" Sapa Andika tersenyum manis."Mau ngapain kamu kesini?" "Jangan galak-galak, nanti ujung-ujungnya cinta. Kan, ribet! Kamu yang minta cerai, kamu juga yang minta balikan." Seringai Andika meledek. "Jangan halu!" "Siapa yang halu? Mas kan cuma bilang, memangnya kita tahu apa yang akan terjadi di masa depan? Enggak, kan? Bisa aja kita bersatu lagi, nggak ada yang tahu, Kai! Jika memang kita sudah di takdirkan untuk selalu bersama, sekuat apapun kita mencoba untuk berpisah pasti akan bersatu lagi.""Tidak
"Mama!" Pekik Andika dan Luna berbarengan. Keduanya tidak menyangka jika Bu Diana nekat mendorong Bu Nia sampai tersungkur ke lantai. "Kenapa?" Tantang Bu Diana. "Jangan kalian pikir, saya bakal diam aja di tuduh seperti itu! Terlebih kamu! Bu Besan! Hati-hati kalau ngomong!"Luna gegas membantu sang Ibu untuk berdiri. Dia menatap Bu Diana dengan tatapan tidak suka, begitu juga dengan Bu Nia. Terpancar kemarahan di sorot matanya, rahangnya sudah mulai mengeras. Harga dirinya jatuh seketika di perlakukan tidak hormat oleh besannya itu. Mau membalas, Bu Nia takut. "Kamu jangan keterlaluan, Bu Besan! Ini tu sudah termasuk kekerasan, saya bisa laporkan kamu kepolisi!" Bu Nia mengancam balik. "Eh, Bu Nia! Jangan kamu pikir saya tidak bisa melaporkan kamu juga. Siapa yang menuduh saya duluan tanpa bukti, hah? Siapa?" Tantang Bu Diana sambil berkacak pinggang. "Kalau situ mau lapor polisi, saya juga bisa melaporkan kalian berdua!""Dasar mertua gila!" Hardik Luna. Perempuan itu kesal sete
"Sudah seminggu Dika nggak kesini ya, Pa?" Seru Bu Diana pada suaminya. "Mungkin dia sibuk mengurusi Luna, Ma. Maklum saja, Luna kan habis keguguran pasti dia sangat membutuhkan Dika di saat-saat seperti itu.""Alah, emang anaknya aja yang manja pengennya di perhatiin terus. Seharusnya dia mikir juga dong, kalau Kakak kandungnya Dika juga di rawat di rumah sakit. Sudah sepatutnya sebagai Adik, Dika juga ikut menjaganya di sini, bukan malah mengurusi perempuan manja itu. Lagian Pa, Luna kan sudah di urus sama orang tuanya, pastinya Dika nggak ngapa-ngapain di sana. Selama Fatur di rawat Dika cuma pernah jengukin satu kali, Pa!" Omel Bu Diana. "Sudahlah, Ma. Bukannya, Sudah ada kita berdua yang menjaga Fatur di sini? Biarkan Dika dengan istrinya. Toh, kalau Dika di sini juga mau ngpain? Nggak ada, kan?" "Emang susah ngomong sama Papa!" Gerutu Bu Diana. "Benar kata Mama, Pa!" Timpal Fatur yang sudah mulai membaik. "Mama sama anak sama saja," ujar Pak Dani. Pak Dani hanya menggelen
PLAK!!!Andika mendapatkan sebuah tamparan di pipi kanannya ketika baru saja bertemu dengan Pak Jaya orang tua Kaila. Setelah Andika memberi kabar pada orang tua Luna, perempuan itu juga segera mengirim pesan pada orang tuanya. Dia menceritakan secara singkat apa yang sudah terjadi padanya, bagaimana dia bisa keguguran. Luna berharap orang tuanya dapat memberi pelajaran pada sang suami, karena biar bagaimana pun Luna saat ini membenci Andika. Manusia yang menyebabkan janinnya keguguran!"Apa yang sudah kamu perbuat pada anak saya, hah?" Bentak Pak Jaya pada menantunya itu. "Maaf, Pa! Dika nggak sengaja.""Tidak sengaja katamu? Tidak sengaja saja anak saya keguguran, itu artinya kalau kamu sengaja Luna bisa mati di tangan kamu, begitu?""B-bukan begitu, Pa! Dika benar-benar tidak sengaja. Saat itu, Dika dan Luna sedang berdebat. Entah bagaimana ceritanya Dika tidak sadar lalu mendorong Luna kesofa," jelas Andika. PLAK!"Kurang ajar! Berani sekali kamu mendorong anak saya, bahkan saya
"Mama jangan menuduh orang lain sembarangan," tegur Pak Dani pada sang istri setelah Dokter yang memeriksa Fatur pergi dari sana. "Siapa yang menuduh, Pa! Emang bener kok, Fatur sama Kaila lagi ada masalah. Fatur di pecat dari kerjaan dan mobilnya juga di sita, itu semua ulah siapa? Ulah mantan menantu kesayangan Papa itu, kan?" "Bukan berarti Kaila yang melakukan penganiayaan itu, Ma!" "Mama yakin 100 persen kalau itu ulah dia, Pa!" Ujar Bu Diana penuh keyakinan. "Jika memang benar, coba kasih tau Papa, apa alasan Kaila melakukan itu semua?" Tanya Pak Dani pada istrinya. "Ya,.... mana Mama tau alasannya apa!""Tuh, kan! Mama aja nggak bisa jawab. Itu berarti memang bukan dia pelakunya. Coba Mama fikir, buat apa Kaila membayar orang buat mukulin anak kita? Toh, kedudukannya lebih tinggi ketimbang anak kita. Dia pemilik perusahaan ternama, punya kehidupan yang berkecukupan, selama ini Papa juga mengenal dia sebagai anak yang baik budi pekertinya. Buat apa dia menganiaya Fatur? Ti