Share

Bab 3. keributan di pagi hari

Pagi menjelang, namun Kaila masih enggan untuk bangkit dari tempat tidurnya. Setitik air mata lolos dari pelupuknya, Kaila masih belum bisa melupakan rasa sakit penghiantan yang di lakukan oleh Andika. Belum lagi, ketika mengingat bahwa sang suami memiliki perempuan lain dan perempuan itu tengah hamil anaknya. Betapa pedih nya hati Kaila, segala pengorbanannya selama ini tak cukup untuk membuat suaminya setia.

Pikirannya kosong, dia tak tahu harus bagaimana menyikapi penghiatan yang sudah di lakukan oleh sang suami. Padahal, apa kurangnya Kaila selama ini sebagai istri? Dirinya selalu menjaga penampilan agar selalu terlihat cantik, menarik dan wangi. Kaila juga tak pernah protes, ketika Andika mengklaim rumah yang mereka tinggali itu adalah miliknya pada orang tua dan juga saudara-saudaranya di kampung bahkan pada perempuan yang kini menjadi istri barunya itu.

Tok! Tok! Tok!

"Kai bangun! Mas udah terlambat ini." Panggil Andika niat membangunkan Kaila. "Sayang,.." Teriaknya lagi namun tetap tak ada jawaban dari dalam kamar.

Dengan malas Kaila beranjak bangun dan menuju kamar mandi untuk membasuh wajah yang terlihat sembab karena menangis semalaman. Di depan cermin ia mensugesti dirinya sendiri untuk bersikap lebih kuat dan tegas, dirinya terlalu berharga untuk disakiti oleh orang-orang nggak tahu diri. Dia harus menunjukkan pada suaminya itu bahwa betapa meruginya sudah menghianati cinta tulusnya.

"Ada apa sih, Mas? Kok teriak-teriak? Ini tu rumah bukan peternakan," kata Kaila cuek sambil berlalu menuju dapur dan tak lupa ia menutup pintu kamarnya kembali. "Kenapa kamu masih di rumah ini, Mas? Bukannya tadi malam aku sudah meminta kamu dan perempuan murahan itu keluar dari sini?"

"Sarapan untuk Mas mana, Beb? Baju kerja Mas juga kamu nggak siapin? Tadi juga kamu nggak bangunin, Mas terlambat lho ini." Ujar Andika lemah lembut mengekori Kaila menuju dapur. Dia sengaja tidak mengubris kalimat terakhir Kaila.

"Iya, aku nggak masakin kamu sarapan. Mulai besok minta Bi Imah aja yang siapin sarapan atau kamu minta istri baru kamu yang masakin." Jawab Kaila ketus.

"Kok gitu? Biasanya kamu yang larang Bi Imah untuk masak, supaya aku makan masakan kamu. sekarang kamu kok minta Bi Imah yang masak. Kenapa, Kai? Kamu lagi sakit?" Tanya Andika pada Istrinya.

"Itu dulu sebelum kamu punya gundik murahan itu! Dulu aku ikhlas masakin kamu Mas! Sekarang aku sudah nggak mau lagi."

"Oke. Mas bisa terima kalau kamu sudah nggak mau masak lagi. Tapi gimana dengan baju kerja Mas siapa yang siapin? Perlengkapan kerja? Masa Bi Imah juga, Beb?"

Kaila hanya tersenyum tipis.

"Kamu punya gundik itu, kan?" Tanya Kaila dengan wajah santai. "Minta dialah yang siapain, bila perlu suruh dia yang masak untuk kamu," Imbuhnya lagi.

"Nggak bisa, Kai. Kamu tahu sendiri Luna sedang hamil, dia juga nggak terbiasa buat ngerjain yang begituan." Jawab Andika lemah lembut.

"Kamu pikir aku terbiasa ngelakuin semua itu? Sejak kecil aku sudah terbiasa di layani oleh Bi Imah, bahkan Orang tuaku melarangku untuk memasak. Semenjak menikah sama kamu, aku bahkan mengerjakan semua itu. Apa bedanya aku sama dia?" Tanya Kaila tak terima dengan ucapan Andika yang terkesan memanjakan Luna.

"Bukan begitu maksud Mas, Kai! Kamu tahu sendiri, saat ini Luna sedang hamil. Dia hamil anakku, anak yang nantinya bakal jadi anak kamu juga." Jawab Andika.

"Sampai kapan pun, anak itu nggak akan pernah menjadi anakku. Cam kan itu, Mas!" Sergah Kaila penuh ketegasan.

Kaila mengambil Outmeal kemudian menyeduhnya tak lupa juga ia menambahkan Berry, Strowberry dan Irisan buah Kiwi sebagai toping. Kaila duduk di meja makan menyantap sarapannya sesekali dia menyurumput susu hangat yang sudah tersedia di meja makan.

"Untuk Mas mana, Kai?" Tanya Andika yang menarik kursi dan duduk bersebelahan dengan istri pertamanya.

Kaila mengendikkan bahu. "Bikin sendiri, kalau kamu mau." Sahut Kaila santai. "Tuh, gundik kamu sudah bangun minta bikinin sama dia, gih!" Ucap Kaila sambil menujuk Luna dengan dagunya yang baru saja keluar dari kamar.

"Selamat pagi semuanya,..." sapa Luna dengan suara khas bangun tidur. "Kalian lagi sarapan bareng ya? Ikutan dong!" Ucapnya lagi sambil menguap lebar di samping Andika, tercium aroma tak sedap dari mulutnya.

"Jorok banget sih istri baru kamu, Mas! Suruh dia cuci muka dan sikat gigi dulu, sana!" Ucap Kaila dengan senyum sinis dan melanjutkan sarapannya.

Luna melotot tak terima. "Siapa yang kamu bilang jorok, hah? Namanya juga baru bangun, jadi wajar aja belum sikat gigi." Protes Luna. "Sirik aja," imbuhnya lagi.

"Apa? Sirik sama kamu?" tanya Kaila tak percaya. "Hei, Jubaedah! nggak ada satu pun di diri kamu yang membuat aku sirik. Amit-amit sih, iya!"

"Kamu,..." luna hendak menyahut lagi, namun Kaila lebih dulu mensergah.

"Apa? Nggak terima?" Tantang Kaila. "Kenapa melotot? Mau ku colok matanya? Supaya nggak bisa ngedip sekalian."

Luna menghentak-hentakkan kakinya kesal dan memanyunkan bibirnya merajuk taj terima dengan ucapan Kaila. Perempuan hamil itu merengek manja pada sang suami dan berniat membuat cemburu Kaila. Namun sayangnya Kaila tak perduli.

"Maaas,.. kamu denger sendiri kan? Masa dia mau nyolok mata aku, terus nanti kalau aku buta gimana, Mas?" Rengek manja Luna pada Andika.

"Terus Mas harus apa, Lun? Tolong kamu maklumi sikap Kaila dulu." Jawab Andika sekenanya. "Ya sudah kalau begitu, aku berangkat kerja dulu. Kalian berdua baik-baik di rumah, yang akur jangan berantem. Ingat! Kalian itu istri Mas keduanya. Mas mencintai kalian dengan kadar yang sama." Pamit Andika sembari mencium pucuk kepala Luna dan Kaila bergantian namun Kaila segera menghindar.

"Hati-hati ya, Mas!" Sahut Luna.

"Ingat! Kalian berdua harus akur," peringat Andika lagi.

"Iya, Mas! Kami akur, Kok! Iya kan, Mbak? Tanya Luna pada Kaila.

"Ogah!" Sahut Kaila lalu beranjak pergi.

"Kamu lihat kan, Mas? Istri pertama kamu yang selalu ketus sama aku," adu Luna menatap sinis Kaila.

Andika hanya menggelengkan kepala dan menghela napas panjang. Kepalanya menjadi pusing, niat memiliki dua istri dalam satu rumah, namun malah seperti mengumpulkan dua musuh dalam satu atap.

"Sudah, sudah! Mas berangkat dulu."

"Oh iya, Mas! Minta uang, ya? Uang yang kemarin kamu kasih sudah habis. Tadi malam ada temanku yang nawarin tas branded, murah kok cuma 52 juta limeted edition lho, Mas!" Pinta Luna sembari mengantar Andika ke depan.

Andika mengerutkan dahi. "Kok uangnya sudah habis aja? Kemarin Mas kasih kamu 50 juta, kan? Kamu pakai untuk apa uangnya?" Tanya Andika.

Luna nyengir kuda. Memperlihatkan barisan giginya yang rapi, hanya saja belum sikat gigi.

"Uangnya aku belikan perhiasan, Mas. Lumayakan kan, untuk investasi kita." Ujar Luna cengengesan. "Kamu transfer lagi aja ya, Mas! lagian uang kamu kan banyak, transfer setiap hari juga nggak bakal habis."

"kamu jangan terlalu boros, Lun. beli saja barang yang ada manfaatnya. contoh si Kaila, dia nggak pernah menghambur-hamburkan uang dan membeli barang yang nggak ada manfaatnya. dia sangat pintar mengelola keuangan." ujar Andika.

"loh, kok kamu ngomong begitu, Mas! aku beli baju, perhiasan dan tas branded begitu kan supaya nggak malu-maluin kamu. Masa istri pengusaha muda dan kaya seperti kamu istrinya kucel, kan malu, Mas!" kata Luna sedikit tak terima dengan perkataan suaminya. "kalau Kaila sih, bodo amat! dia nya aja yang nggak tau fashion dan barang-barang brended. Norak sih!" Cibir Luna.

"Mas cuma ngingetin kamu aja, jangan boros-boros lebih baik uangnya di simpan."

"Ya elah, Mas! tabungan kamu juga udah banyak, kan?" jadi kamu mau transfer atau nggak, nih?" tanya Luna pura-pura nerajuk.

"Ya sudah, nanti Mas transfer."

"Nah gitu dong dari tadi, Mas! Makasih, sayang!" Luna merangkul lengan Andika dengan manja. "Mas, hari sabtu kamu kan libur kerja. Gimana kalau kita pergi belanja untuk keperluan bayi kita, aku juga tiba-tiba ngidam pengen belanja di temanin kamu." Ucap Luna memasang wajah manjanya.

"Kita berdua? Terus Kaila gimana?"

"Ya udah sih, Mas! Biarin aja dia sendirian. Toh, selama ini juga dia hidupnya sendirian kan? Aku pengen jalan-jalan berdua sama kamu, ini permintaan Bayi kita, Mas!" Rengek Luna pura-pura sedih.

"Oke! Hari sabtu kita pergi belanja. Mas, jalan dulu, Bye!" Pamit Andika pada Luna.

"Hati-hati, Mas! Kabarin kalau sudah sampai kantor, ya?"

Andika tak menyahut lagi, dia hanya mengancungkan jempolnya sebagai tanda oke. Lalu melajukan mobilnya menuju kantor.

"Mas Dika sudah pergi kerja, enaknya aku ngapain ya?" Gumam Luna sambil berjalan kembali kemeja makan.

Bersambung!

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status