Home / Romansa / Pengorbanan Cinta (Ketika Cinta Tergadaikan) / Bab 2 Menjatuhkan Mental Si Miskin

Share

Bab 2 Menjatuhkan Mental Si Miskin

last update Last Updated: 2023-03-08 11:04:10

Nirina sampai di rumah sedikit malam, karena Dewa mengajak makan malam di warung langganannya.

 Kebetulan hari ini Dewa gajian. Ia berusaha memanjakan sang kekasih dengan mengajak makan. Hal yang  jarang ia berikan pada Nirina karena keterbatasan ekonomi. Namun, setiap satu bulan setelah gajian ia menyisihkan gaji untuk mengajak Nirina jalan-jalan atau pun makan. Ya, meskipun tidak di restoran mahal hanya di warung lesehan, itu sudah membuat mereka berdua bahagia. 

"Makasih ya sudah ngajak aku makan," ucap Nirina berbinar. 

"Maaf, hanya bisa  mengajak makan di warung."

"Meskipun di warung dengan sepiring berdua aku pun mau, asalkan bersama kamu," ucap Nirina sambil tersenyum tulus. 

"Makasih sudah mau nerima dan mencintaiku apa adanya," ucap Dewa. Ia merasa belum bisa membahagiakan gadis yang sangat ia cintai itu.

"Sama-sama, selalu ... Aku akan selalu ada untukmu dan selalu mencintaimu."

"Ya sudah, ini sudah malam kamu masuk! istirahat ya biar besok makin semangat kerja," ucap Dewa pamit. 

"Ya udah aku masuk, kamu hati-hati ya di jalan."

"Iya ...."

Setelah mengerjakan sholat isya' Nirina segera tidur, tadi pas ia masuk ke rumah sang ibu dan sang  bapak sudah tidur. Nirina tidak mau membangunkan mereka, karena ia sudah membawa kunci rumah, jadi tidak perlu gedor-gedor pintu. 

***

Pagi ini Nirina begitu semangat. Seperti biasa ia membantu sang ibu memasak di dapur. 

"Semalam pulang jam berapa, Nak?"

"Pukul setengah sembilan, Bu."

"Emang dari mana kok malam pulangnya?"

"Dewa mengajak makan karena gajian, Bu."

"Bilang sama Nak Dewa supaya lebih bijak membelanjakan uang, tidak perlu menghamburkannya. Masih banyak keperluan untuk masa depan kalian dan untuk adiknya Dewa juga. Ibu ngomong gini karena ibu peduli, ibu enggak mau kalau tabungan Dewa habis hanya untuk mengajakmu makan dan jalan-jalan. alangkah baiknya uang itu ditabung."

"Iya, Bu. Terima kasih nasihatnya, tapi jarang-jarang Dewa juga ingin menyenangkan Nirina, Bu. Itu pun  cuma sebulan sekali, Nirina merasa tidak enak kalau harus menolak," ucap Nirina sambil menundukkan kepala.

"Ya sudah, tapi jangan mau ya kalau sering-sering, kasihan Nak Dewa. Karena Nak Dewa harus bantu ayahnya menyekolahkan adiknya, jadi perlu untuk berhemat."

"Iya, Bu. Kan sudah Nirina bilang jarang-jarang. Nirina mandi dulu ya, habis sarapan langsung berangkat."

"Iya, Nak."

Setelah sarapan, Nirina segera pamit pada sang ibu dan sang bapak. Pak Rahmat, sang bapak menawarkan untuk mengantar, tapi Nirina menolak. Karena tidak se arah, takut sang bapak telat kalau harus mengantarnya dulu.

Seperti biasa Nirina menunggu Dewa di depan gang masuk rumahnya. 

Sampai di toko Nirina berpapasan dengan Arisa. Mereka berdua masuk ke dalam toko bersamaan. Di dalam sudah berdiri dengan angkuh pemilik toko itu. Ya, Cynthia sudah berdiri di depan ruangannya. Arisa dan Nirina menyapa sekedar basa-basi dengan bos sombongnya itu. 

"Arisa gadis yang baik juga rajin, tapi sedikit ceroboh, meskipun tidak terlalu cantik, tapi Arisa gadis yang suka nyinyir dan suka membantah. Kalau Nirina ... juga baik, cerdas, cekatan, rajin, cantiknya biasa aja, tapi juga lumayan manis daripada Arisa. Nirina juga pendiam dan nggak banyak tingkah, tapi aku lihat Nirina sering diantar jemput laki-laki, apa mungkin laki-laki itu pacarnya?" batin Cynthia membandingkan dua karyawan yang menyapa tadi. 

Setelah sepuluh karyawannya sudah datang, Cynthia menghampiri mereka. 

"Kerja yang benar, jangan suka menggosip dan selalu ramah pada pembeli. Utamakan kepuasan untuk para pelanggan dan pembeli," ucap Cynthia tegas. 

" Baik, Bu..." ucap mereka bersamaan. 

Setelah mengucapkan itu Cynthia kembali masuk ke ruangan. 

"Menyuruh kita ramah sama pembeli, tapi ia sendiri tidak ramah pada karyawan, dasar majikan songong," ucap Rani menggerutu. 

"Hush ... kamu jangan ngomong gitu nanti bos songong denger kamu bisa kena pecat lo," ucap Santi mengingatkan. 

"Huh ... kalau aku tidak butuh pekerjaan aku udah keluar dari toko ini," lirih Arisa sambil menghela napas. 

"Ya ini memang sudah nasib kita, kita jalani aja," ucap Fitri. 

"Sudah, ayo kita kerja nanti Bu Cynthia tau, ‘kan ada CCTV di setiap sudut ruangan," ucap Nirina mengingatkan teman-temannya. 

"Untung di ruang ganti ini nggak ada CCTV," ucap Rani. 

"Tapi kita harus hati-hati juga kali, Ran," ucap Fitri. 

Mereka mulai bekerja sesuai tugas yang sudah di jadwal masing-masing yang sudah diatur oleh Cynthia. 

***

Seperti biasa Dewa menjemput Nirina, bahkan ia datang lebih awal karena ia sudah pulang lebih awal. Dewa menunggu Nirina di tempat parkir, ia mencoba untuk menelepon Nirina,  tapi tidak diangkat.

Dari arah pintu keluar toko, Dewa melihat Bu Cynthia. Pemilik toko itu sudah keluar dengan menenteng tas mahal. Cynthia melewati Dewa dengan angkuh menuju mobilnya. 

Saat ingin membuka pintu mobil Cynthia melihat ke arah Dewa sambil berpikir. 

"Itu kan cowok yang suka mengantar jemput Nirina, apa perlu aku bertanya apa hubungannya dengan Nirina," batin Cynthia. 

"Hai, kamu teman Nirina ya?" tanyanya masih dengan nada tegas dan sombong. 

Dewa merasa canggung. Bagaimana tidak? Nirina selalu menceritakan tentang kesombongan sang bos pada Dewa.

"I-iya, Bu. Ke-kenapa ya?" tanyanya terbata.

"Apa hubunganmu dengan Nirina?" tanyanya lagi dengan angkuh. 

"Ni-Nirina adalah tunangan saya, Bu," ucapnya masih terbata. 

"Ngapain sih nih orang pakai nanya-nanya hubungan aku dengan Nirina. Ngapain juga ngurusin urusan karyawan, nggak biasanya bos songong Nirina ini mau nyapa, apalagi dengan orang kecil kayak aku," batin Dewa. 

"Oo, kamu tunangannya? kerja apa sudah berani memutuskan menikah?" tanya Cynthia merendahkan sambil meneliti penampilan Dewa dari ujung kepala hingga ujung rambut. 

"Ngapain lagi nih orang lihat aku sampai segitunya bikin risih aja, emang ada yang salah dengan penampilanku? Ngapain juga nanyain tentang kerjaanku, emang menikah harus nunggu mapan semapan-mapannya, bukannya harta bisa dicari dan lebih barokah bila kita sudah menikah, dan bisa bertanggungjawab terhadap istri kita? Lagian aku nggak mau lama-lama berpacaran dengan Nirina takut khilaf," batin Dewa.

"Iya saya tunangannya dan kami akan segera menikah, meskipun pekerjaan saya hanya sebagai office boy yang penting halal dan saya akan berusaha membahagiakan Nirina, kenapa harus nunggu mapan? Setelah menikah kami bisa berjuang bersama-sama," ucap Dewa. Seketika membuat Cynthia terdiam dan mengangguk sambil tersenyum meremehkan. 

"Dasar ya, mental orang miskin. Miskin ya tetap miskin. Kalau kami orang kaya lebih mengedepankan kemapanan dalam pernikahan dan pekerjaan pasangan itu nomer satu."

"Maaf, maksud ibu ngomong gitu sejak tadi ada apa ya? Emang masalah buat ibu kalau saya menikah dengan Nirina? Saya tegaskan ya, Bu. Menikah itu niatnya ibadah bukan niat ajang pamer kekayaan dan jabatan. Dalam rumah tangga itu kita dituntut bertanggung jawab pada pasangan, pekerjaan itu juga penting, tapi untuk menunggu sampai mapan buat kami yang memang benar kata ibu kami miskin, harus berapa lama lagi kami akan menikah kalau nunggu mapan, yang penting saya sudah punya pekerjaan yang halal untuk mencukupi kebutuhan keluarga," ucapnya jengah dengan semua sindiran Cynthia padanya. 

Hampir 15 menit Dewa menanggapi Cynthia yang menurutnya menguras emosi. Akhirnya Nirina keluar dari toko dan melambaikan tangan ke arah Dewa. Nirina begitu kaget dan juga heran melihat Cynthia yang berdiri tidak jauh dari Dewa. Melihat Nirina keluar Cynthia segera melangkahkan kaki ke arah mobilnya dengan angkuh. 

Cynthia segera masuk ke dalam mobil dan melajukan mobil itu di depan Dewa juga Nirina. 

"Maaf, udah lama nunggu ya?"

"Iya nggak apa, cuma kurang lebih 15 menit doang."

"Tadi harus nyelesaiin mengepak paket yang harus dikirim lewat kurir, terus kenapa Bu Cynthia kok berdiri di sampingmu. Apa kamu melakukan kesalahan tadi?" tanya Nirina takut. 

"Nggak kok, tadi cuma nanya aku apanya kamu, terus nanya aku kerja apa?" jawab Dewa menjelaskan. Dewa memberikan helm pada Nirina. Setelah siap Dewa langsung tancap gas melajukan montor buntutnya.

"Terus kamu jawab apa?" tanya Nirina saat sudah berada di motor . Nirina masih penasaran dengan yang diobrolkan Dewa dan Cynthia.

"Aku bilang kamu tunanganku, dan aku kerja sebagai OB."

"Oo, cuma gitu?"

"Iya, tadi bos kamu bilang kerja gitu kok udah mau nikah nggak nunggu mapan. Pokoknya bete deh ... bos kamu sok pingin tau aja," ucap Dewa kesal. 

"Yaudah nggak usah diladenin."

Mereka memutuskan obrolan ketika Nirina sudah sampai di mulut gang masuk rumah. Berucap terima kasih pada Dewa dan melangkah meninggalkan Dewa. 

***

Sudah satu bulan Cynthia memberi penawaran pada sang putra. Namun, ia belum menemukan gadis yang mau dijadikan menantu. 

"Susah juga ya, cari gadis yang mau menikah hanya untuk mengandung dan melahirkan saja. Ada sih kalau mau wanita nakal, juga banyak wanita yang matre dan licik. Ah ... aku nggak mau kalau bisa gadis itu polos dan nggak tersentuh. Yang melahirkan keturunan Priambudi harus wanita baik-baik meskipun miskin. Dan mudah dikendalikan tentunya, " gerutu Cynthia. 

Dewa memutuskan untuk menikahi Nirina dua minggu lagi setelah kelulusan sang adik. Berbagai persiapan sudah disiapkan kedua keluarga itu, meskipun semua serba sederhana tetap saja butuh waktu dan uang, karena keterbatasan biaya mereka harus menyiapkan dengan sehemat mungkin.

"Nanti cari kemeja dan kebaya di pasar aja ya, biar murah meriah. Enggak perlu mahal yang penting berkesan," ucap Nirina. 

Sesungguhnya Dewa ingin membelikan kebaya di butik, meskipun bukan butik terkenal dan mahal, tapi kalau ada embel-embel butik kan lebih wah gitu. Namun Nirina menolak dengan halus. Nirina tidak mau Dewa menghamburkan uang hanya untuk kebaya yang digunakan sekali pakai. 

"Yah ... ya udah deh terserah kamu, tapi kalau kamu berubah pikiran mau ke butik juga nggak apa kok," ucap Dewa masih merayu. 

"Kita masih banyak kebutuhan, bukan beli kebaya dan kemeja aja, untuk souvenir dan juga jamuan itu juga butuh uang, jadi nggak usah yang mahal kebayanya," ucap Nirina bijak. 

"Iya-iya calon istriku yang cantik, meskipun pakai kebaya murah Insyaallah tetap cantik kok."

"Iya itu, meskipun barang murah yang penting nyaman, kecantikan alami akan terpancar dengan sendiri."

Nirina tersenyum tulus. Dewa hanya nyengir. 

"Alhamdulillah aku dikaruniai calon istri yang manis, baik hati dan tidak suka menuntut, mengerti keadaan keuanganku, meskipun jauh dari lubuk hatiku ingin sekali membahagiakannya dengan memberi sedikit barang mewah, mewah dalam artian kantong seorang office boy," batin Dewa.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
devvy sylvia dewi
... bagus sih
goodnovel comment avatar
Anggra
sebaik itu dewa...GK Sudi kalau NNTI Nirina hnya dijadikan mesin produksi bayi Ama si haziq
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pengorbanan Cinta (Ketika Cinta Tergadaikan)   102. Bayi Mungil (Season 3) Ending

    Saat ini Arash berada di stasiun untuk mengantarkan Zayyan dan Azzura. Ya, hari ini mereka berdua akan ke rumah Bik Jum dengan menggunakan kereta. Tentu saja semua itu permintaan dari Azzura yang tidak bisa diganggu gugat.“Kurang dua puluh menit lagi pemberangkatannya, Sayang. Lebih baik kamu duduk santai,” ujar Zayyan yang sejak tadi melihat sang istri mondar-mandir ke sana kemari. Baru kali ini, wanita cantik yang saat ini perutnya sudah mulai terlihat membuncit itu naik kereta.“Sayang sekali Filzah enggak ikut. Kalau dia ikut antar kami, pasti juga sangat senang karena belum pernah juga naik kereta,” sahut Azzura.“Arfi sedikit rewel, kayaknya mau tumbuh gigi, makanya Filzah enggak jadi ikut antar,” jawab Arash.“Kamu sudah menjadi suami siaga buat Filzah dan Arfi, bahkan di sela kesibukanmu kamu tahu setiap perkembangan Arfi, makasih, ya, Rash. Kamu benar-benar membuktikan ucapanmu untuk bahagiakan Filzah,” ucap Zayyan senang.“Tidak usah berterima kasih, Zay. Aku melakukan sem

  • Pengorbanan Cinta (Ketika Cinta Tergadaikan)   101. Semua demi Bumil (Season 3)

    Azzura terlihat berbinar saat Zayyan mengeluarkan motor sportnya dan menyuruhnya untuk duduk di belakangnya. “Jangan lupa pegangan yang erat seperti yang kamu katakan tadi,” ucap Zayyan saat memasangkan helm untuk Azzura.Azzura mencebik. “Dasar modus,” ucapnya memukul dada sang suami.“Modus, tapi untuk kebaikanmu juga, Sayang,” jawab Zayyan menaik turunkan alisnya menggoda.“Lho, Den Zayyan dan Non Azzura mau ke mana malam-malam naik motor?” tanya Pak Heru satpam yang berjaga di gerbang utama kediaman keluarga Priambudi.Zayyan dan Azzura menyengir sebelum menjawab pertanyaan satpam yang sudah bekerja di rumah ini belasan tahun yang lalu itu.“Mau cari nasi goreng seafood permintaan bumil yang sedang ngidam ini, Pak,” jawab Zayyan sopan. Ya, meskipun pada bawahan Haziq dan Nirina selalu mengajarkan pada anak-anaknya untuk menghormati yang lebih tua tanpa merendahkannya.“Owalah, tapi kenapa pakai motor, Den? Udah malam, lho. Apa tidak takut masuk angin Non Azzura?” ucap Pak Heru me

  • Pengorbanan Cinta (Ketika Cinta Tergadaikan)   100. Manjanya Azzura (Season 3)

    Lima belas hari berlalu, setelah kepulangan Filzah dari rumah sakit. Saat ini, bayi tampan yang diberi nama Arfi Putra Elmani gabungan dari nama Arash dan Filzah itu sedang dikhitan. Permintaan Nirina dan Haziq untuk mengkhitan sang cucu saat bayi pun disanggupi Arash, begitu pun dengan Filzah yang menyetujuinya, meskipun masih terbesit tidak tega. Namun, dia yakin semua akan baik-baik saja.Pagi ini, seperti biasanya Arfi dimandikan Bik Ulil karena Filzah masih takut untuk memandikannya sendiri. Nirina dan Nirmala yang sengaja menginap di rumah Arash dan Filzah pun segera mengambil alih Arfi. Sudah biasa mereka akan berebut untuk menggendong Arfi yang ujungnya Nirina harus mengalah.Usai sarapan bersama, Dokter Dony membawa teman seprofesinya yang diminta untuk mengkhitan Arfi. Haziq dan Habibi mempersilakan dokter itu untuk segera mengkhitan sang cucu. Arash dan Filzah pun sudah menyiapkan tempatnya.“Sayang, kalau kamu enggak tega lihatnya, sebaiknya kamu ke kamar. Kata orang tua

  • Pengorbanan Cinta (Ketika Cinta Tergadaikan)   99. Buah Ketulusan (Season 3 Kisah Cinta Filzah)

    Saat ini Arash dan Filzah berada di dalam kamar. Arash membantu mengemasi pakaian Filzah dan meletakkannya ke dalam koper. Laki-laki tampan itu terlihat bersemangat membantu Filzah. Sesekali ia mengusap lembut perut sang istri yang masih rata, lalu mencium keningnya.“Bagaimana dengan reaksi mama nanti, Kak? Aku pergi meninggalkan rumah dan Kak Arash begitu saja,” ungkap Filzah resah. Hatinya masih cemas memikirkan sang mama mertua yang tidak menyukainya.“Tidak usah risau memikirkan mama, Sayang. Ini kehidupan kita, rumah tangga kita. Aku akan tetap menjadi anak yang berbakti pada mereka, tapi aku tidak akan tunduk pada perintah mama yang sekiranya menyesatkan. Berbakti pada kedua orang tua tidak harus menyesatkan diri, bila mama salah aku akan menentangnya,” ucap Arash sungguh-sungguh. Dia tidak mau kehilangan Filzah lagi hanya karena sang mama.“Ba-bagaimana kalau Alvisyah hadir lagi dalam kehidupan rumah tangga kita. Tidakkah Kak Arash akan tergoda?” tanya Filzah lagi. Sebenarnya

  • Pengorbanan Cinta (Ketika Cinta Tergadaikan)   98. Menyatukan Kepingan Hati (Season 3 Kisah Cinta Filzah)

    Kamu adalah kepingan hatiku yang telah hilang, bersamamu aku Bahagia.(Arash Habibi Elmani – Sekeping Hati)Filzah ingin mempercepat langkahnya, rasanya ia ingin segera menjauh dari Mirza. Namun, tanpa sepengetahuan Filzah, Mirza tengah mengikutinya dari belakang. Pemuda manis itu hendak menyusul Filzah, dia tidak mau terjadi sesuatu pada Filzah. Dia ingin memastikan wanita itu sampai di rumah Bik Jum dengan selamat. Dari kejauhan Filzah melihat mobil yang sangat dia kenali. Sebuah mobil mewah berwana hitam metalik dan itu adalah milik ayahnya. Perlahan mobil itu semakin mendekatinya. Dia bingung harus berbuat apa. Filzah pun memutuskan untuk kembali ke masjid. Dia ingin menghindar dari kedua orang tuanya. Namun, saat membalikkan badan, ia tercengang karena mendapati Mirza telah berada di belakangnya. Filzah bimbang, antara kembali ke masjid dan menghadapi Mirza lagi atau bertemu keluarganya. Jujur, Filzah belum siap untuk itu. “Maaf, aku tidak bermaksud menguntitmu. Aku hanya ingi

  • Pengorbanan Cinta (Ketika Cinta Tergadaikan)   97. Rasa yang Tak Seharusnya (Season 3 Kisah Cinta Filzah)

    Cinta itu suatu perasaan yang indah bila dirasa, sakit bila diacuhkan, dan kecewa bila tidak terbalas.(Sekeping Hati)Zayyan masih tidak percaya, Filzah meninggalkan rumah Arash tanpa sepengetahuan dirinya dan keluarga. Rasa khawatir sebagai seorang kakak yang sangat menyayangi adik menyelimuti hatinya. Saat ini hatinya bimbang diterpa kekhawatiran setelah meninggalkan rumah Arash. Beruntung ada Azzura di sampingnya. Wanita cantik itu adalah penawar dari segala gundanya.“Bagaimana kalau bunda tahu? Bunda pasti syok dan menangis seharian. Filzah tidak pernah jauh dari keluarga. Sejak kecil dia selalu berada di samping bunda dan oma. Bahkan untuk bisa kuliah di luar negeri seperti aku pun bunda tidak mengizinkannya,” ucapnya lirih. Saat ini Zayyan dan Azzura dalam perjalanan pulang ke rumah.“Apa rencanamu, Kak?” tanya Azzura memastikan. Azzura sangat tahu, masalah ini sangat sensitif terjadi pada keluarga suaminya. Kasih sayang yang besar membuat keluarga itu saling menjaga dan mera

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status