Share

Burung di sangkar emas

Setelah melakukan perdebatan cukup panjang dengan orang tuanya yang awalnya sangat murka mendengar kata-kata tidak sopannya, akhirnya Adyaksa merasa sangat puas setelah mendengar keputusan dari mertuanya yang mengijinkannya untuk membawa wanita yang baru dinikahinya.

   Tentu saja dengan berat hati, Rendi merestui kepergian putrinya yang memang memiliki sebuah kewajiban untuk mengikuti kemanapun suaminya pergi. Karena Surga seorang istri bukan lagi di bawah telapak kaki ibu, namun ada pada restu suaminya. 

   Sedangkan Aisyah yang sebenarnya merasa tidak rela pergi secepat itu meninggalkan kedua orang tuanya, tidak mampu mengungkapkan perasaannya. Karena dirinya sangat mengerti akan kewajibannya sebagai seorang istri. Dan dirinya sadar harus menuruti perintah dari pria yang baru saja menikahinya tersebut.

   Aisyah terlihat sedang berpamitan pada kedua orang tuanya, ia sengaja menahan sekuat tenaga agar jangan sampai air matanya tidak keluar dari bola matanya. Karena ia tidak ingin membuat orang-orang yang sangat disayanginya itu bersedih saat melepas kepergiannya.

   "Aisyah pergi dulu Abi, Umi. Jaga kesehatan kalian, jangan sampai sakit. Dan juga jangan mengkhawatirkan Aisyah, karena semuanya akan baik-baik saja."

   "Tentu saja putriku, kamu akan baik-baik saja saat tinggal bersama dengan suami dan mertuamu. Hati-hati di jalan putriku," ucap Mila dengan berlinang air mata. 

  Perasaan seorang Ibu yang melahirkan putrinya seolah tidak bisa dibohongi, entah kenapa perasaannya sangat tidak enak saat melepaskan putrinya pada seorang pria yang sangat arogan dan sama sekali tidak mempunyai sopan santun pada orang yang lebih tua.

   Sedangkan Ryan Atmadja tidak berhenti meminta maaf pada sahabatnya atas sikap tidak sopan dari putranya. Awalnya, Ryan ingin langsung menampar wajah putranya tadi. Namun, sahabatnya itu melarangnya untuk tidak berbuat kasar pada pria yang sudah menjadi menantunya.

   Setelah selesai berpamitan, Aisyah mengucapkan salam dan langsung berjalan ke arah mobi mewah Mercedez Benz berwarna hitam yang sudah terparkir rapi di depan rumahnya. Kemudian ia mulai masuk ke dalamnya, dimana di sana sudah ada pria yang sudah duduk menunggunya dan menatapnya dengan tatapan menghunus, seolah penuh dengan kebencian.

   "Aku sudah siap Mas, kita bisa pergi sekarang!" ucap Aisyah dengan suaranya yang agak bergetar. Tentu saja dirinya yang tidak pernah sekalipun berdekatan dengan seorang laki-laki, membuatnya merasa agak kebingungan saat duduk bersama dengan pria yang sudah sah menjadi suaminya.

   Tanpa memperdulikan perkataan dari wanita yang sudah duduk di sampingnya, Adyaksa mengeluarkan titahnya pada sang supir. "Cepat jalan Pak, aku sudah bosan berada di tempat kumuh ini!" 

   "Baik Tuan muda," jawab pria paruh baya yang sudah duduk di balik kemudi. Kemudian mulai menyalakan mesin mobil dan mengemudikannya meninggalkan rumah sederhana itu.

   Sedangkan perasaan Aisyah seketika berkecamuk begitu melihat sikap ketus dari suaminya. Karena tidak ingin melakukan kesalahan, ia hanya diam dan sama sekali tidak berani menatap wajah suaminya lagi. Karena perjalanan dari Bandung ke Jakarta membutuhkan waktu kurang lebih tiga jam, ia memanfaatkan waktu yang menurutnya cukup lama itu dengan membaca Al-Qur'an di dalam hati. Karena tidak ingin membuat pria yang sudah bersandar pada jok mobil itu merasa terganggu mendengar suaranya.

   Aisyah mengambil Al-Qur'an berukuran sedang yang selalu berada di dalam tasnya dan mulai melantunkan ayat-ayat suci di dalam hatinya. Karena sebelum berangkat tadi, ia sudah mengambil air wudhu dan sholat Ashar terlebih dahulu. 

   Sementara itu, Adyaksa yang sudah memejamkan kedua matanya sambil bersandar pada jok mobil, tidak berhenti mengumpat. 

   'Wanita ini sangat membosankan, bahkan dia selalu memakai baju kedodoran yang sama sekali tidak membuatku bernafsu saat melihatnya. Apa aku harus menjalani hari-hari membosankan bersama wanita yang selalu memakai baju kedodoran hingga ke tanah itu? Astaga ... aku bisa gila jika terus berada di dekat wanita pendiam ini, sama sekali tidak menarik dan kurang menantang.'

   Adyaksa membuka matanya dan melirik sekilas ke arah wanita yang memakai gaun panjang berwarna putih dengan kerudung syar'i berwarna senada. Dah bisa dilihatnya wanita yang sudah berstatus istrinya itu sedang serius menatap ke arah kitab suci ditangannya.

   "Apa kau sedang mencari perhatianku dengan berakting membaca itu? Aku tidak akan tertarik padamu, jadi tidak perlu bersandiwara seperti itu di depanku! Kau hanyalah wanita materialistis yang ingin merubah nasibmu dengan menikah denganku, bukan?"

   "Dasar wanita munafik!" sarkas Adyaksa dengan tatapan penuh kebencian.

   Kata-kata hinaan yang keluar dari mulut pria yang sudah sah menjadi suaminya itu, seolah sebuah pisau tajam yang tertancap tepat di jantungnya. Sebuah pernikahan bahagia seperti rumah tangga Nabi Muhammad SAW yang selama ini diimpikannya seketika hancur saat itu juga begitu mendengar kalimat tuduhan dari pria yang baru saja menikahinya.

   Refleks Aisyah mengakhiri bacaan Al-Qur'an-nya dan menoleh ke arah pria yang saat ini tengah menatapnya dengan tatapan sinis. "Astaghfirullah, maksud Mas apa? Apakah Mas sudah mengenalku? Sehingga mengeluarkan tuduhan sekejam itu padaku."

   "Aku tidak perlu mengenalmu untuk bisa mengetahui sifat aslimu. Wanita-wanita munafik sepertimu banyak bertebaran di jalanan. Bersembunyi di balik hijab untuk menutupi sifat aslinya yang busuk. Menurutku malah lebih baik para wanita yang memakai pakaian seksi, tapi mereka tidak munafik dan bersikap apa adanya."

   "Kenapa Mas bisa menghujatku, padahal Mas belum mengenalku. Bahkan sebuah fitnah lebih kejam dari sebuah pembunuhan, Mas. Aku bukanlah wanita seperti yang Mas tuduhkan. Sumpah demi Allah Mas, aku sama sekali tidak berpikir untuk merubah nasib dengan menyetujui pernikahan ini."

  "Jangan bawa-bawa nama Tuhan untuk menutupi sifat aslimu. Jika kamu bukanlah seorang wanita munafik, tidak mungkin kamu mau menikah dengan pria yang bahkan tidak pernah kamu temui. Aku sudah tahu kalau yang kamu pikirkan hanyalah kekayaan dari keluargaku, bukan? Jadi, jangan sok suci dan membela diri!" 

   "Astaghfirullah, jadi itu yang menjadi pedoman dari Mas, hingga menuduh istrimu sendiri. Aku bisa menjelaskan tentang kesalahpahaman ini Mas. Sebenarnya aku ...."

   "Sudah, aku tidak ingin mendengar alasanmu. Jadi diamlah! Karena aku sangat pusing dan ingin tidur. Jangan menggangguku dengan suara berisikmu itu, aku sudah muak mendengar suara wanita munafik sepertimu!" 

    Setelah mengungkapkan kekesalannya, Adyaksa memalingkan wajahnya dan kembali bersandar pada jok mobil, lalu memejamkan kedua matanya. Pikirannya yang stres karena memikirkan pernikahan terpaksa itu, membuatnya semalaman uring-uringan dan frustasi. Karena saat Papanya pergi ke Bandung, ia benar-benar dijaga ketat oleh para pengawal yang berada di Mansion.

   Sehingga dirinya tidak bisa pergi bersenang-senang di Club' seperti biasanya untuk menikmati malam bersama para wanita cantik. Karena itulah begitu melihat sosok wanita yang menjadi penyebab kebebasannya direnggut hanyalah wanita yang menurutnya membosankan, membuatnya langsung mengungkapkan amarahnya.

   Aisyah hanya bisa meremas gaunnya dan tidak berhenti mengucap istighfar agar bisa menenangkan perasaannya yang amat sangat terluka. 

   'Ya Allah, ternyata suamiku sama sekali tidak menginginkan aku, tapi malah sangat membenciku. Apakah aku sanggup hidup bersama dengan sosok suami sepertinya? Apa yang harus hamba lakukan jika suami hamba sendiri sangat membenci dan tidak mempercayai hamba ya Allah.'

   'Yang hamba takutkan hanyalah satu ya Allah, yaitu hamba akan mengeluh dan suudzon pada-Mu. Astaghfirullah ... ampuni hamba ya Allah, karena terlalu banyak mengeluh pada-Mu. Padahal banyak orang yang Engkau uji melebihi hamba. Namun, sama sekali tidak mengeluh dan ikhlas menjalani ujian dari-Mu. Insyaallah hamba akan berusaha untuk merubah suami hamba agar bisa menjadi seorang suami yang baik dan akan selalu berada di jalanmu.' Gumam Aisyah.

   Pukul delapan malam, mobil mewah yang membawa Aisyah dan Adyaksa telah tiba di Mansion keluarga Atmadja. Rumah mewah nan megah yang berdiri di atas tanah tiga hektar itu, membuat Aisyah benar-benar merasa sangat takjub dengan pemandangan di depannya.

   Tanpa memperdulikan Aisyah, Adyaksa berjalan masuk ke dalam Mansion. Namun, sebelum masuk ia menatap sinis Aisyah dan mengeluarkan kalimat ejekannya. "Wanita miskin sepertimu pasti langsung merasa seperti Cinderella saat melihat istana mewah ini."

   "Hidupmu tidak akan seperti Cinderella di dongeng anak-anak itu, jadi jangan terlalu banyak bermimpi!"

   Aisyah hanya diam saat suaminya mengejeknya dan berjalan meninggalkannya. Saat dirinya berusaha menata hati, mertuanya yang baru saja tiba, menepuk bahunya dari belakang.

   "Kenapa tidak masuk ke dalam, Aisyah? Pasti anak bandel itu meninggalkanmu dan tidak mengajakmu masuk ke dalam. Maafkan putra Mama ya Aisyah, karena Adyaksa terbiasa dimanja dan selalu dipenuhi keinginannya. Jadi, Mama meminta bantuanmu untuk merubah bocah nakal itu."

   "Aisyah tidak bisa berjanji bisa merubah putra Mama, tapi Aisyah akan berusaha. Semoga Allah memberikan hidayah pada suami Aisyah." 

   Mama sangat yakin kamu bisa merubah Adyaksa, karena kamu adalah wanita yang sangat luar biasa, Sayang. Ayo, kita masuk! Sekarang Mansion ini adalah tempat tinggalmu, anggap ini adalah rumahmu sendiri. Karena sekarang, kamu adalah nona muda di rumah ini."

   "Bolehkah Aisyah tidak dipanggil nona muda, Ma? Karena saya lebih suka dipanggil nama, daripada gelar nona muda."

   "Kalau begitu, kamu bilang saja pada semua orang yang ada di sini untuk memanggilmu seperti yang kamu minta itu, tapi Mama tidak yakin keinginanmu itu akan dituruti oleh para pelayan."

   Aisyah hanya bisa menyunggingkan senyumnya saat permintaannya hanya ditertawakan oleh mertuanya.

   'Seandainya aku boleh memilih dengan siapa aku menikah, aku ingin menikah dengan pria Sholeh biasa yang sederhana. Bukan menikah dengan pria pewaris tahta Atmadja Group yang mempunyai banyak harta. Dengan aku masuk ke Mansion ini, aku bagaikan seekor burung yang tinggal di sangkar emas.' Batin Aisyah.

TBC ...

   

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status