Henry menarik tangan Lucy menjauh dari kerumunan. Hatinya panas melihat pesaing bisnisnya tertawa bahagia di depan sana bersama mantan istrinya. Isi kepalanya sangatlah kacau. Ia ingin memuntahkan semua yang melintas terutama pada Damian.
"Henry, kita akan kemana?" Lucy terseok-seok mengikuti langkah Henry yang semakin cepat. Semua orang memandang pasangan itu dengan dahi berkerut. Lucy hampir saja jatuh andai saja tak ada orang yang membantunya berdiri."Hei bung, istrimu jatuh. Kau kasar sekali pada wanita." Lucy menundukkan wajahnya. Ia sungguh malu karena menjadi tontonan banyak orang sekarang. Pria yang tadi menolongnya berjalan mendekati Henry yang menghentikan langkahnya. "Pria yang menyakiti wanita adalah pecundang."Ucapan pria tadi menyulut kemarahan Henry. Ia melepas pegangan tangannya pada Lucy lalu menyingsingkan lengan kemejanya. Pria tadi merasa ada sesuatu yang salah dari Henry. Naluri kewaspadaannya muncul ketika Henry siap melayangkanDamian kembali bekerja setelah dua hari berada di rumah sakit menemani istrinya. Pekerjaannya semakin menumpuk dan sepertinya malam ini dirinya harus lembur untuk menyelesaikannya. Selain pekerjaan yang menumpuk, Damian juga harus siap mendengar rumor yang kembali bertebaran di kantornya. Sebenarnya ini bukan rumor, hanya sebuah bisikan kecil betapa romantisnya sang atasan saat bersama dengan istrinya. "Aku tak menyangka tuan Damian begitu romantis. Dia bahkan tak segan mencium pipi nyonya Carol kemarin.""Dia memang romantis. Beruntung nyonya Carol dicintai olehnya." Begitulah. Banyak sekali yang mengatakan jika Damian adalah pria romantis. Di balik sikap dinginnya, dia menyimpan sejuta pesona yang membuat jantung para wanita menggila. "Ken, naikkan gaji staf yang memujiku tadi," ujar Damian sambil tersenyum lebar saat berjalan di lobby kantornya. Ken yang mengikuti dari samping sedikit terseok-seok mengimbangi langkah bos besarnya i
BrughHenry menghempas tangan Lucy dengan kasar hingga istrinya itu terjatuh. Bunyi debuman cukup kencang terdengar. Lutut Lucy berbenturan dengan lantai hingga membuatnya memar. Lucy meringis kesakitan. Ia menekuk lututnya sembari mengusap air matanya memelas. "Kau senang suamimu diperlakukan buruk di depan orang banyak?" dengus Henry. Tangannya menunjuk Lucy yang masih menangis di lantai dengan tangan gemetar. "Ini semua karena ulahmu yang terlalu manja." "Aku hanya memintamu untuk melihat acara tarian tadi, tidak ada yang lain. Kenapa kau begitu kasar?" balas Lucy dengan teriakan. Ia kembali menangis lagi. Lututnya sangatlah sakit. Ditambah dengan luka hatinya karena telah dituduh membuatnya dibenci oleh orang lain. "Kau berani membantah? Aku benci wanita yang senang membantah suami!" Henry menarik lengan Lucy lalu menjatuhkannya di dekat pintu kamar mandi. Lucy mundur ke belakang hingga punggungnya menyentuh pintu yang terbuka. "Masuk!" Hen
Henry menarik tangan Lucy menjauh dari kerumunan. Hatinya panas melihat pesaing bisnisnya tertawa bahagia di depan sana bersama mantan istrinya. Isi kepalanya sangatlah kacau. Ia ingin memuntahkan semua yang melintas terutama pada Damian. "Henry, kita akan kemana?" Lucy terseok-seok mengikuti langkah Henry yang semakin cepat. Semua orang memandang pasangan itu dengan dahi berkerut. Lucy hampir saja jatuh andai saja tak ada orang yang membantunya berdiri. "Hei bung, istrimu jatuh. Kau kasar sekali pada wanita." Lucy menundukkan wajahnya. Ia sungguh malu karena menjadi tontonan banyak orang sekarang. Pria yang tadi menolongnya berjalan mendekati Henry yang menghentikan langkahnya. "Pria yang menyakiti wanita adalah pecundang." Ucapan pria tadi menyulut kemarahan Henry. Ia melepas pegangan tangannya pada Lucy lalu menyingsingkan lengan kemejanya. Pria tadi merasa ada sesuatu yang salah dari Henry. Naluri kewaspadaannya muncul ketika Henry siap melayangkan
Pertunjukan air mancur akan berlangsung malam nanti. Bersamaan dengan diluncurkannya sebuah wahana baru di taman seni Amberfest. Rencananya, wahana baru itu akan digunakan untuk para artis pendatang baru yang ingin melakukan debut aktingnya di drama atau film terbaru di semua agensi terkenal di Amberfest. Kota Amberfest adalah surganya para penggiat dunia hiburan. Selain Ilba, Amberfest terkenal dengan pusat agensi berkelas internasional di negara bagian Ambroxia. Tak mengherankan, banyak artis pendatang baru akan berbondong-bondong datang ke kota ini. Setidaknya, ada dua atau tiga agensi aktor berdiri tiap tahunnya yang menjadi magnet untuk mereka. "Wah, itu gedung untuk wahana yang baru?" tanya Carol menunjuk sebuah gedung berwarna biru terang yang tampak mewah di matanya. Walau gedung itu hanya berisi tiga lantai, tapi nuansanya terlihat sangat elegan. "Ya, itu adalah gedung yang dirancang oleh Billy dan Mr Zuck. Sebenarnya, gedung itu suda
Nyonya Emma tertawa senang mendengar keberhasilan Henry. Berdasarkan informasi yang mata-matanya dapatkan, nyonya Carmen berhasil mendapatkan suara dari Damian untuk memilih Henry dalam pemilihan pemimpin Harold Times yang diadakan tiga bulan lagi. Bibirnya terus tersenyum membayangkan Carol menangis di bawah kakinya saat mereka menguasai satu-satunya harta peninggalan ayahnya. Nyonya Emma teringat suatu kejadian di mana dirinya bertengkar hebat dengan nyonya Ivana Dustin, ibu kandung Carol. Nyonya Emma meminta pertolongannya untuk memberikan bantuan modal kepada suaminya. Namun dirinya ditolak mentah-mentah oleh nyonya Ivana. "Aku tidak sudi membantu keluarga Parker dalam hal apapun. Aku membenci kalian semua," ujar nyonya Ivana saat itu. Kalimat yang terucap mengandung kata-kata penuh amarah. "Ivana, aku tak menyangka kau begitu angkuh. Hanya karena Freddy tak memilihmu, kau jadi seperti ini. Ingat Ivana, aku yang pernah menolongmu di saat kau sedang
Hari ini cerah. Rachel berencana ingin pergi ke pusat kota untuk melihat pertunjukan tarian yang dipersembahkan oleh penari lokal. Tarian yang mereka kuasai begitu mengagumkan. Mereka semua berbakat, hanya saja tak menemukan tempat yang cocok untuk menyalurkan bakatnya. Pertunjukan telah berlangsung selama setengah jam, selama itu pula Rachel duduk diam sambil menepuk tangannya. Bibirnya tersenyum melihat lima orang penari berdiri di depan sana dengan anggunnya. Ah, andai saja dirinya tak menikah muda pastinya kini dia bisa saja berdiri di depan menunjukkan bakatnya yang terpendam. "Kau suka dengan tariannya?" tiba-tiba saja seorang pria duduk di sebelah Rachel. Ia menyodorkan minuman dingin padanya lalu bertanya lagi, "Aku sering melihatmu di sini. Apa kau juga seorang penari?" Rachel menggelengkan kepalanya. Pria ini pasti seorang anak orang kaya yang sedang iseng duduk dan menikmati pemandangan gratis di tempat ini. "Kau, sedang apa di sini?" tanya Rachel tiba-tiba. Pria itu me