LOGINCarol Dustin, wanita cantik yang diceraikan tiba-tiba oleh Henry Parker suaminya karena alasan yang tak jelas. Mereka menikah atas perjodohan lima tahun lalu saat ayah Carol masih hidup. Setelah perceraian, Carol bertemu dengan Damian si pria dingin dan arogan. Pria itu menawarkan pernikahan kontrak karena melihat berita perceraian Carol. Terdesak karena dendam, Carol pun menyetujui. Siapa yang sangka, Damian ternyata menggunakan Carol untuk membalaskan dendamnya pada keluarga Parker. "Aku selalu mengingat peristiwa ini sampai akhir hidupku. Aku akan membalas perbuatan kalian! Semoga kalian mendapatkan karmanya!" Apakah mereka akan memilih balas dendam atau cinta? Nasib Carol dan Damian tergantung pada cinta mereka.
View More[Breaking news: CEO Deluxe Corp telah mengumumkan perceraiannya ke publik dan berencana memperkenalkan calon istri barunya setelah acara di ulang tahun perusahaan bulan depan ]
"Apa ini? Perceraian? Henry tak pernah membicarakan ini padaku!" gumam Carol lirih. Saat Carol mematikan televisi di ruangannya, telpon di meja berdering. Carol menjawabnya dengan mata penuh waspada. 'Nyonya Carol, dengan berat hati kami mengumumkan jika hari ini adalah hari terakhir anda bekerja.' "Apa maksud kalian? Hari terakhir bekerja?" Carol menggeram, rahangnya mengeras menahan amarah. 'Tuan Henry yang memerintahkan kami untuk memecat anda. Harap segera ke luar dari dalam ruangan.' "Apa maksud kalian—" Tut Tut Tut Carol membanting telponnya dengan kasar. Ia keluar dari ruangannya menuju ruangan Henry yang terletak di lantai sepuluh. Ia berjalan tergesa-gesa hingga tak sadar telah menabrak seseorang yang akan memasuki lift. "Kenapa dia terburu-buru?" gumam orang itu sebelum masuk ke dalam lift. Carol berbelok mencari ruangan Henry namun matanya malah tertuju pada sekretaris suaminya yang duduk di ruangannya dengan nyaman. Terbakar api kemarahan, ia mendatanginya. "Mana Henry?" tanyanya pada Lucy, sekretaris Henry yang baru. Lucy hanya menggedikkan bahunya enggan berbicara dengan Carol. "Kau tuli ya?" "Maaf, anda tidak berhak memerintah saya," jawab Lucy ketus. "Heh, aku ini istri bosmu. Bilang padanya aku ingin bertemu!" teriak Carol yang mengundang perhatian beberapa karyawan yang lewat untuk melihatnya. "Sekarang bukan lagi," ujar Lucy sambil tersenyum mengejek. "Apa maksud—" Lucy beranjak dari duduknya pergi entah kemana. Tak lama kemudian dua penjaga yang biasa berdiri di depan pintu ruangan Henry datang menghampiri. Rupanya tadi Lucy memanggil keduanya untuk datang kemari. Dua penjaga tadi menarik tubuh Carol menjauh dari ruangan Lucy. Carol memberontak, ia tak merasa berbuat salah. Tangannya menunjuk ke arah Lucy yang kini tersenyum miring ke arahnya. "Apa-apaan ini? Aku adalah istri bos kalian! Mengapa kalian bertindak kejam seperti ini?" Carol menghempas tangan yang dicengkeram keras oleh dua penjaga tadi. Keduanya menundukkan kepalanya di hadapan Carol. "Maaf nyonya. Ini adalah perintah tuan Henry. Mulai sekarang, nyonya dilarang masuk ke ruangannya tanpa seizin sekretaris Lucy;" ucap keduanya meminta maaf. "Lucy? Apa hubungannya—" Lucy datang dengan langkah anggun menghampiri Carol yang berdiri dengan mata kebingungan. Kejadian hari ini begitu banyak dan membuat dirinya tak bisa berkata apa-apa. "Carol, mulai sekarang batasi dirimu bertemu dengan tuan Henry di kantor. Mungkin sebentar lagi itu berlaku juga di rumah kalian," ucap Lucy dengan nada mengejek. "Apa maksudmu?" Carol tak terima dengan kata-kata Lucy yang jelas-jelas merendahkannya. Kedudukan wanita itu tak lebih hanya sekedar sekretaris Henry, bukan untuk mengurusi masalah rumah tangga atasannya. "Nanti juga anda mengerti begitu sampai di rumah. Kalian, bawa nyonya Carol ke luar. Mulai hari ini, ia bukan lagi karyawan Deluxe Corp." kedua orang tadi mengangguk paham. Carol membelalakkan matanya tak paham dengan apa yang dikatakan oleh Lucy. Ia terus memberontak tapi kedua orang tadi tak mau melepaskannya. Hingga akhirnya ia terjatuh di tangga luar gedung karena dihempas keduanya. "Maaf nyonya, kami hanya mematuhi perintah." kedua orang itu pergi dari hadapan Carol, masuk kembali ke dalam gedung. "Ah, sial! Kenapa seperti ini?" *** Henry menatap puas kepergian Carol yang bisa diintipnya dari kaca jendela ruangannya. Carol nampak seperti pengemis dengan pakaian berantakan. Bertahun-tahun ia menginginkan hari ini terjadi dan akhirnya semua terwujudkan. Betapa senang hatinya hari ini. Hampir lima tahun terakhir dirinya harus bersikap pura-pura mencintai Carol di depan orangtuanya demi mendapatkan warisan keluarga Parker. Kini, setelah orangtuanya mewariskan semuanya, Henry akhirnya bebas. Carol yang bodoh terlalu mencintai Henry hingga memberikan semuanya pada suaminya itu. Cinta ternyata bisa membuat isi kepala wanita cerdas itu tak lebih besar dari anak kecil. Mereka bisa saja ditipu. "Masuk!" Henry menyunggingkan senyumnya melihat kedatangan Lucy ke dalam ruangannya. Lucy berjalan meliuk memamerkan pinggangnya yang ramping. Ia berjalan menghampiri Henry yang menyambutnya dengan tangan terbuka lebar untuk memberikannya pelukan. "Aku berterima kasih karena kau mengabulkan permintaanku untuk menceraikan wanita itu. Kau tahu, berpura-pura jadi sekretarismu membuatku muak. Aku tak bisa bersenang-senang dengan bebas denganmu." Lucy naik ke pangkuan Henry. Tangannya menyusuri dada bidang pria itu yang masih tertutup kemeja. Mata mereka saling bertatapan mengunci satu sama lain. Bibir mereka bersentuhan, detik demi detik hingga keduanya berciuman panas. Lucy membuka dasi ketat Henry lalu membuangnya ke lantai. Satu persatu kancing kemejanya juga tak luput dari sentuhan tangannya. Tangan Henry juga tak hanya diam saja. Ia mengusap lembut pinggang Lucy lalu merematnya hingga membuat wanita itu memekik kecil. "Aku hanya mencintaimu, sayang. Cukup lima tahun dalam kebodohan itu. Ayahku juga sudah meninggal," bisiknya di telinga Lucy. "Aku juga mencintaimu, sayang." Sementara itu, Carol yang berantakan kini tengah berada di sebuah bar kecil milik Kimi, sahabatnya. Setelah diusir dengan cara tidak manusiawi, dirinya memilih mengistirahatkan kepalanya di dalam bar kecil itu. Tak hanya satu, dua gelas champagne dihabiskan sekaligus tanpa ada jeda. Kimi sang sahabat hanya bisa menggelengkan kepalanya. Ia cepat-cepat menarik gelas minuman Carol agar wanita itu tak meminumnya lagi. "Pulanglah. Ini sudah hampir larut malam. Kau bawa mobil atau tidak?" tanya Kimi. "Kimi, aku ingat. Beberapa waktu lalu aku pernah melihat mereka di toilet perusahaan. Mereka bercinta di sana. Kenapa aku lupa?" Carol mengetukkan kepalanya di atas meja. Ia merutuki kebodohannya karena melupakan kejadian beberapa hari lalu. "Kau membicarakan apa?" tanya Kimi lagi. "Henry mengusir dan menceraikanku. Kau tak melihat berita besar hari ini?" Kimi menggelengkan kepalanya. Ia memang tak menyukai rumor atau permasalahan rumah tangga siapapun itu. "Lucy, dia adalah penghancur rumah tanggaku. Dia mengambil semuanya." "Carol, pulanglah. Aku akan pesankan taksi untukmu." Kimi mengambil ponselnya lalu mengetik nomor pemesanan taksi. Carol tak menolak tapi matanya masih menerawang jauh mengingat kembali detik-detik ia memergoki perselingkuhan Lucy dan Henry saat itu. Carol memukul kepalanya lalu menangis keras. "Kenapa aku bodoh? Dasar bodoh!" "Carol, kau jangan seperti ini. Kalau Henry menceraikanmu, bukankah akan dengan mudah kau lepas dari cengkeraman kuat keluarga gila itu?" Kimi membantu Carol membereskan barang-barangnya ke dalam tas. Ia menarik tangan sahabatnya lalu mengajaknya ke luar dari bar. "Aku akan mengantarkanmu pulang. Kau tak boleh sedih. Ada aku yang bisa membantumu." Tak ada jawaban dari bibir Carol. Rupanya wanita itu telah terpejam. 'Kasihan dia.'"Henry, kau mau ke mana? Hari ini ada pemeriksaan kehamilan. Bulan kemarin, kau berjanji akan ikut denganku." Lucy berdiri sambil merentangkan tangannya mencegah Henry pergi melangkahkan kakinya ke luar rumah. Pria dingin itu hanya diam, matanya menelisik setiap sudut tubuh Lucy. Ini baru pertama kalinya ia terlihat misterius. Lucy memang nampak berbeda, ia mengenakan pakaian rapi dengan riasan tipis namun terlihat cantik. "Aku akan pergi ke kantor. Ada rapat pemegang saham," ujarnya dingin. Henry menepis tangan Lucy dan hampir membuat wanita itu terjatuh. Beruntung Lucy berpegangan pada sisi dinding di sebelahnya. "Kau, bisa pergi sendiri." Henry pergi begitu saja tanpa menghiraukan keadaan Lucy. Wanita itu menangis tersedu-sedu melihat kepergian suaminya. Tanpa menoleh, ataupun sekedar kata maaf. 'Apa mungkin yang dikatakan oleh Hailey adalah fakta?'"Nyonya, nyonya tidak apa-apa?" tanya salah satu asisten Lucy membuyarkan lamunannya tentang Henry. Lucy menggelengkan kepalanya.
Damian lengah. Setelah sibuk seharian, ia baru tersadar jika istri dan adik tirinya tak menampakkan wajah sama sekali di hadapannya. Erik sempat berdebat dengannya lalu pergi tanpa pamit entah kemana. Ponselnya ditaruh di atas meja, itu yang membuat Damian merasa curiga. Menjelang malam, Erik dan Carol pulang ke rumah dengan membawa dua tas besar pakaian dan sepatu bermerk mahal. Keduanya berjalan sambil terus tertawa. Entah apa yang tengah mereka bicarakan. Hanya saja, Damian memandang keduanya dengan tatapan tak nyaman. "Dari mana kalian berdua?" tanya Damian dengan nada dingin. Erik dan Carol terdiam menghentikan langkahnya, menatap bersamaan ke arah Damian yang tengah memainkan arloji di tangan kanannya. "Kau lupa membawa ponselmu atau—" "Ponselku ada." Carol menunjukkan ponsel di tangannya yang menyala. "Ada apa?" "Kenapa kau tak menghubungiku?" "Aku lupa. Terlalu bersemangat berjalan-jalan dengan adikku yang sedang bersedih. Be
Erik mengadu pada Carol tentang keputusan Damian yang menurunkan jabatannya hari ini. Keputusan yang diambil secara tergesa-gesa tanpa pertimbangan matang, pikirnya. Bahkan, Damian juga menyerahkan leher Erik pada Henry secara cuma-cuma dengan menjadikannya sebagai wakil direktur. Bukankah itu sama saja dengan membunuh dirinya secara langsung? Carol juga tak habis pikir dengan keputusan yang telah diambil oleh Damian. Ia tak bisa terus berpangku tangan, apalagi ini menyangkut nyawa adik tirinya yang sangat berharga. Untuk itu ia memutuskan kembali ke Dustin House, membicarakan langkah selanjutnya dengan keluarga besarnya. Selama ini, mungkin Damian akan mengira jika Carol dan Erik adalah sisa dari keruntuhan keluarga Dustin di masa lalu. Ternyata, tidak. Mereka hanya mengubur diri agar tak terlibat langsung dengan perkelahian di luar sana. Bagaimanapun juga, mereka akan mendukung Carol dan Erik diam-diam tanpa sepengetahuan Damian. "Kau menyembunyikan ini dariku, Carol?" tanya Erik
Kebencian Henry pada Erik telah mencapai titik yang sulit dipadamkan. Rasa ingin membalas dendam membuatnya nekat melakukan apa saja asalkan Erik jatuh dan hancur. Tak peduli apakah itu sia-sia atau tidak, dirinya ingin sekali melihat Erik tak berdaya di depan matanya. Bukankah itu sepadan dengan kematian ayahnya yang sia-sia?Selama satu minggu ke belakang, Henry mengumpulkan para petinggi perusahaan yang sebelumnya pernah mendukungnya menaiki jabatan sebagai direktur utama di Harold Times. Mereka adalah orang-orangnya yang dahulu menentang Erik dan kini kembali menentang Erik dengan alasan yang cukup fatal. Erik dipanggil ke ruang rapat untuk mempertanggung jawabkan kepemimpinannya yang baru berusia tiga bulan. Dalam kurun waktu tersebut, Erik telah berkali-kali berbuat kesalahan yang membuat Harold Times hampir kehilangan kepercayaan publik. Menurut mereka, Erik tidak pantas duduk di atas kursi kepemimpinan karena kesalahan itu tak dapat ditoleransi. Mereka memaksa Erik untuk turu






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.