Share

Bab 17

Penulis: Yellow
Beban di hati Sofia langsung terasa sirna. Akhirnya, malam ini dia bisa tidur dengan nyenyak.

....

Pagi ini diawali dengan rapat departemen. Setelah selesai rapat, Reno kembali memanggil Sofia ke ruangannya.

Sofia kira Reno mau memberi tahu pemecatannya, tetapi tak disangka, Reno terlihat begitu senang dan bersemangat. "Kamu tidak perlu mengundurkan diri."

"Kenapa?" Sofia sama sekali tidak merasa senang, dia malah merasa aneh dan curiga.

Glen dan Vera tidak mungkin berbaik hati melepaskan Sofia. Ditambah, orang yang bernama Ethan juga memiliki posisi yang lebih tinggi daripada Reno. Reno tidak mungkin mengabaikan perintah Ethan, 'kan?

"Aku sudah memberi tahu Pak Liam, Beliau menyuruhmu untuk bekerja seperti biasa," jawab Reno.

"Pak Liam? Liam Pranoto?" Sofia agak kaget mendengarnya.

"Kamu jangan pernah memanggil nama Pak Liam seperti itu di depan umum! Kalau sampai Pak Liam tahu, aku tidak bisa membantumu." Reno memperingati Sofia yang keceplosan memanggil Liam dengan sebutan nama.

Sofia berpikir sebentar, kayaknya Liam memiliki posisi yang lebih tinggi daripada Ethan. Namun Liam sudah cukup sibuk dengan urusan Grup Charula, memangnya dia punya waktu untuk mengurus masalah Grup Upeska?

Sesaat memikirkan kesibukan Liam, Sofia malah tersenyum sambil menggelengkan kepala. Saat ini, harusnya Sofia mengkhawatirkan nasibnya sendiri, bukan malah memikirkan kesibukan orang lain.

"Tidak perlu merepotkan Pak Liam. Pak Reno, Anda telah membimbingku selama 5 tahun. Setelah mengundurkan diri dari Hotel Royal, dengan bekal ilmu yang Anda berikan, aku tidak akan kesulitan cari kerja," jawab Sofia.

"Tapi kalau kamu mau berkarier di bidang perhotelan, Hotel Royal adalah pilihan yang paling bagus." Reno masih berusaha membujuk Sofia.

Ucapan Reno berhasil menggoyahkan hati Sofia. Reno benar, Hotel Royal adalah hotel bintang 7 yang mewah dan berkelas. Terlepas dari lingkungan kerja, gaji, dan jenjang karier, Hotel Royal menduduki urutan pertama di industri perhotelan.

Sofia yakin, dia tidak akan menemukan pekerjaan yang lebih baik daripada di Hotel Royal.

"Aku sudah terlanjur meminta bantuan Pak Liam. Kalau kamu bersikeras mau mengundurkan diri, itu sama saja menyia-nyiakan kebaikan aku dan Pak Liam. Nanti bagaimana aku menjelaskannya sama Pak Liam?" Reno memelototi Sofia.

"Tapi kalau aku tetap bekerja di sini, kurasa Pak Ethan akan terus mencari cara untuk mengusirku. Masa setiap kali bermasalah, aku harus merepotkan Pak Liam?" Sofia mengemukakan pemikirannya.

Liam memiliki batasan untuk membantu Sofia. Selama Vera membenci Sofia, Ethan pasti akan mencari cara untuk mengusir Sofia dari hotel ini.

Reno terdiam selama beberapa saat. Setelah merenungkan semuanya, Reno kembali berkata, "Intinya tunggu dulu. Jangan buru-buru mengundurkan diri."

....

Sofia tidak memedulikan pesan Reno. Sofia tetap melakukan serah terima kerja dengan kedua asistennya.

Malam ini Sofia mendapatkan shift malam. Jadi dia tidak pulang dan beristirahat di hotel.

Sekitar pukul 9 malam, Yaga menelepon Sofia. Sofia baru ingat, hari ini adalah hari jumat, Yaga dan pacarnya mungkin sudah sampai di hotel.

Sebenarnya Sofia malas menjawab telepon Yaga, tetapi di sisi lain Yaga datang sebagai seorang tamu. Sebagai orang yang profesional, Sofia tak punya pilihan selain meladeninya.

Sofia menarik napas panjang, lalu mengesampingkan kebenciannya dan baru menjawab telepon Yaga. "Halo."

"Aku sudah sampai di hotel, ini lagi di resepsionis." Suara Yaga terdengar sangat dingin. "Ke sini sebentar."

"Ada apa?" tanya Sofia.

Yaga menjawab dengan ketus, "Ya pasti karena ada masalah. Kalau nggak ada masalah, ngapain aku menghubungi kamu?"

Sofia berusaha bersabar, dia harus menghormati tamunya. "Baik, tunggu sebentar."

Ada sekitar 4 sampai 5 orang yang berbaris di meja resepsionis. Di antara beberapa orang ini, Sofia melihat seorang pemuda tinggi dan kurus. Kalau bukan Yaga, siapa lagi?

Yaga berdiri di depan meja resepsionis sambil memainkan ponselnya. Resepsionis yang melayani Yaga tampak cemberut, raut wajahnya terlihat canggung dan serba salah.

"Yaga." Sofia menepuk pundak Yaga sambil tersenyum paksa.

Yaga mengangkat kepala, ekspresinya terlihat kesal. "Lama banget!"

Sofia masih bersabar, dia tetap bersikap sopan. "Ada apa?"

Yaga menatap Sofia sambil menggerutu, "Aku kan sudah suruh kamu pesanin hotel!"

"Aku sudah pesan, kok." Sofia menatap 3 resepsionis yang sedang bertugas, salah satunya adalah Mita.

"Mita, bukannya sudah direservasi? Tidak ada namanya?" Sofia meminta penjelasan kepada Mita.

"Ada, tapi ...." Mita terlihat sungkan menjawabnya. "Tamu ini menolak untuk bayar. Katanya Beliau adalah adik iparmu, jadi semua tagihan mau dibebankan kepada Bu Sofia. Ini agak menyalahi aturan hotel ...."

"Bukannya hotel ini hotel bintang 7? Kok sistem di hotel ini kaku banget sih?" Yaga melirik sinis resepsionis yang melayaninya. "Kamu mau dipecat?"

Mita dan beberapa resepsionis langsung ketakutan, mereka menatap Sofia dengan memelas.

Sofia mulai muak melihat sikap Yaga yang menjijikkan.

"Kamu tidak salah. Memang harusnya begitu." Sofia membela para resepsionis.

"Em, baik Bu." Beberapa resepsionis lega melihat Sofia yang berpihak kepadanya.

"Apa maksudmu?" Yaga memelototi Sofia.

"Maksudku ...." Sofia menatap lurus ke arah Yaga, rautnya wajahnya pun tampak serius. "Di hotel ini tidak menerima utang! Ini hotel, bukan warung!"

Biasanya Sofia selalu bersikap lembut dan sopan, tetapi begitu dia serius, aura yang dipancarkan membuat orang-orang ketakutan dan terintimidasi. Tak terkecuali Yaga, dia juga ketakutan saat melihat sikap Sofia yang tegas.

Meskipun merasa bersalah, Yaga tetap berlagak sok hebat. Karena takut kepada Sofia, Yaga melampiaskan kemarahannya kepada resepsionis. "Cepat, berikan kartunya!"

Beberapa resepsionis terlihat ragu karena Yaga belum membayar kamarnya.

"Sebentar!" Sofia melarang resepsionis untuk memberikan kartu kamar.

Kemudian Sofia menegakkan kepalanya dan berbicara sambil menunjuk Yaga, "Kamu belum bayar!"

Ucapan ini sontak membuat Yaga dan resepsionis terkejut.

"Oh, jadi bukan Bu Sofia yang bayar?" Salah satu resepsionis bergumam.

"Tentu saja tidak," Sofia menjawab dengan santai, lalu memperingati Yaga, "Sebelum menginap, semua tamu harus melunasi pembayarannya. Kalau saat check-out ada tagihan lain, baru dihitung secara terpisah."

Yaga menatap Sofia dengan tatapan tidak percaya, wajahnya memucat karena malu.

"Kakak Ipar macam apa kamu?" Yaga membentak Sofia.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Penguasa Hati sang Presdir   Bab 643

    Liam terkejut saat Kenta memanggil namanya. Liam mengira kalau keberadaannya ketahuan.Ketika mengintip ke ujung lorong, Liam tidak melihat siapa pun yang berjalan ke arahnya."Tunggu saja! Suatu hari nanti aku akan menghabisimu!" Ternyata Kenta sedang berbicara sendiri.Liam tertawa mendengar ucapan Kenta. Pada akhirnya, entah siapa yang akan menghabisi siapa.....Ketika Liam kembali ke aula, mempelai pria dan wanita telah berganti pakaian, mereka sedang menyapa para tamu.Orang tua kedua mempelai berdiri di samping, mereka berterima kasih kepada para undangan yang hadir.Entah karena berdandan atau sudah terlalu lama tidak bertemu, Liam tidak langsung mengenalinya saat melihat Niel.Dibandingkan beberapa tahun lalu, wajah Niel terlihat jauh lebih dewasa. Niel sudah berubah, dia tidak lagi ceria dan percaya diri seperti dulu.Beberapa tahun ini Grup Aluva hampir mengalami kebangkrutan. Kehidupan yang sulit dan penuh perjuangan telah mengubah karakter Niel.Liam sama sekali tidak bers

  • Penguasa Hati sang Presdir   Bab 642

    Sebentar lagi pesta pernikahan akan dimulai, para tamu undangan mulai berdatangan. Evano dan Liam pun mulai sibuk.Ada begitu banyak tamu undangan yang mengenal Liam, sebagian besar tamu yang hadir adalah sosok familier. Para tamu undangan menyapa Liam secara bergantian, ada yang mengajak berjabat tangan, ada pula yang mengajaknya berfoto bersama. Bahkan beberapa orang yang akrab menawarkan untuk menjodohkannya.Demi nama baik Evano dan Kaila, awalnya Liam masih berusaha untuk meladeni orang-orang yang menyapanya. Namun kesabaran Liam ada batasnya, semua tamu yang hadir malah lebih memilih untuk mendekati Liam daripada menyapa mempelai. Mereka menggunakan kesempatan ini untuk menjalin kedekatan dengan Liam.Akhirnya Liam sudah tidak tahan, dia menyerahkan semuanya kepada Evano. "Aku mau cari angin."Aula ini sangat besar, Liam bersusah-payah menemukan tempat yang sepi. Dia berdiri di depan jendela lorong. Embusan angin sejuk menyeka wajahnya.Liam mengeluarkan ponsel, sama sekali tidak

  • Penguasa Hati sang Presdir   Bab 641

    Sesaat Evano dan Liam datang, pihak keluarga mempelai pria menghampiri mereka. "Pak Liam, Pak Evano, lama tidak berjumpa."Liam tidak bergeming, dia menatap sosok tersebut dengan dingin."Maaf, kami tidak merokok." Evano menolaknya dengan sopan, tidak seperti Liam yang menolak dengan ketus.Pihak keluarga mempelai pria mengajak Evano mengobrol sekaligus mencari muka. Evano tidak tahan, dia langsung mencari alasan untuk memisahkan diri.Begitu menoleh, amarah Evano langsung mendidik melihat Liam yang bersenang-senang di atas penderitaannya. "Semua salahmu! Masih bisa tersenyum?""Kenapa aku tidak boleh senyum?" Liam melihat kedua tangannya di dada."Dia datang buat menyapamu." Evano memelotot. "Tapi ujung-ujungnya aku yang jadi tumbal."Meskipun Evano juga merupakan salah satu pemilik Grup Charula dan memiliki jabatan yang tak kalah penting, orang-orang lebih menghormati Liam yang jelas berkuasa di dalam perusahaan."Aku tidak menumbalkanmu." Liam memperbaiki ucapan Evano. "Aku hanya ma

  • Penguasa Hati sang Presdir   Bab 640

    "Ngapain menyuruhku datang pagi-pagi?" Evano memperhatian ruang aula yang telah selesai didekorasi. Kaila tinggal menyuruh staf hotel untuk mengecek sebelum acara pesta dimulai.Evano mengerutkan alis, sebenarnya tidak ada pekerjaan yang memelukan bantuannya. Evano pun kesal dan mengomeli Kaila, "Kaila, kamu nggak bisa berhenti menggunakan cara rendahan semacam ini?"Dulu Kaila tak sungkan menggunakan berbagai cara demi bisa bertemu Evano. Awalnya Kaila tersentak mendengar nada bicara Evano yang ketus, tetapi dia segera menangkan diri dan tersenyum. "Sepertinya Pak Evano salah paham, ayahmu yang menyuruhku untuk menghubungimu. Jangan lupa, di mata orang-orang, kita adalah pasangan yang harmonis dan serasi. Kamu mau rahasia ini ketahuan publik?"Keluarga Pradita dan Yeca mengetahui hubungan Evano dan Kaila yang sebenarnya. Namun selama kerja sama kedua keluarga berjalan lancar, orang tua mereka tidak memedulikan kebahagiaan pernikahan anak-anaknya.Orang tua Kaila dan Evano hanya memint

  • Penguasa Hati sang Presdir   Bab 639

    Kaila sedang mengecek semua persiapan pesta pernikahan.Kaila mengenakan gaun ketat berwarna putih dan sepatu hak tinggi yang berkisar 10 cm. Setiap Kaila berjalan, rambutnya terkibas indah hingga memperlihatkan anting mutiara yang berkilau di telinga.Evano terpaku melihat Kaila. Liam yang duduk di samping Evano pun diam-diam mengeluarkan ponsel dan mengambil fotonya.Kaila memegang walkie-talkie dan menunjuk ke arah langit-langit sambil mengerutkan alis saat berbicara kepada salah seorang staf yang mengikutinya.Liam sengaja bertanya kepada Evanio, "Mau menyapanya?"Evano tersadar dari lamunan dan bergegas memalingkan wajah."Tidak." Sorotan mata Evano terlihat hampa. "Ayo, cari tempat duduk."Liam mengangkat alis matanya. "Katanya Kaila menelepon sampai tiga kali untuk mendesakmu? Pasti dia ada keperluan, makanya memaksamu datang lebih awal.""Aku nggak bakal bantu." Evano menggertakkan giginya dengan kesal. "Lagi pula bukan kami yang menikah, ngapain ikut repot-repot?"Liam dan Eva

  • Penguasa Hati sang Presdir   Bab 638

    "Kamu takut sama Kaila?" Liam menatap Evano dengan ekspresi mengejek.Wajah Evano sontak memerah, dia tampak kesal dan kembali menendang Liam. "Cepat! Jangan cerewet."Hari ini suasana hati Liam sangat bagus, dia jarang-jarang tertarik dengan kehidupan orang lain. Kali ini dia akan berbesar hati dan tidak membuat perhitungan dengan Evano yang menendangnya."Akui saja kamu menyukainya. Lagi pula ini bukan pertama kalinya kamu menelan ludah sendiri." Liam menepuk pundak Evano. Liam tidak bercanda, dia tulus membujuk Evano. "Apalagi kalian sudah menikah, tidak ada gunanya mengingat-ingat masa lalu."Raut wajah Evano sontak membeku. Warna merah yang merona pun pudar, ekspresi Evano tampak masam. Melihat reaksi Evano, sepertinya dia sedang berada di dalam situasi sulit."Tidak mudah menemukan pasangan yang kita cintai dan juga mencintai kita." Liam jarang menasihati orang lain. Hanya saja, dia pernah mengalami dan tahu sakitnya patah hati. Walaupun Liam tidak menyukai semua perbuatan Kaila

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status