Share

Ch. 02 - Feng Guang dan Tanah Para Dewa

Badai semakin kuat menyapu pesisir, kabut menebal saat menjelang malam. Di sisi lain semua orang memandang seram ke arah gunung yang dimaksud tetua desa, Gunung Gui Shan.

Gui Shan disebut sebagai Gunung Setan, di sana hidup banyak makhluk serta tanaman mistis peninggalan sejarah yang menjadi bukti bahwa dulu manusia dan siluman pernah hidup berdampingan. Tempat itu nyaris tak pernah disentuh setelah banyaknya manusia yang mati. Dari cerita yang beredar, tidak ada satu pun yang berhasil kembali setelah memasuki Gunung Gui Shan. Tujuan mereka kebanyakan untuk mengambil sumber daya di dalamnya, sumber daya itu sendiri berasal dari tanaman dan mahkluk spiritual yang dikatakan tak terbatas sehingga tak heran banyak kultivator di masa lalu berebut untuk masuk ke sana.

Meski pun dilihat dari kejauhan, Gunung Gui Shan seolah-olah dihuni oleh setan raksasa yang bersemayam di jurang dalam. Tidak ada yang berani membawa jasad anak kecil itu ke sana. Maka dari itu semua orang memasang wajah cemas.

"Tapi bagaimana cara kita mengantar anak ini ke sana, tetua? Bukankah di sana ..." Lelaki yang baru saja menyanggah menelan ludah tidak berani.

Kepala desa mengangguk memahami kekhawatiran penduduknya, lalu dia berkata, "Biar aku yang mengurusnya."

*

Malam hari hujan deras membasahi desa yang dipenuhi kabut pekat, sejauh mata memandang hanya ada asap putih memenuhi Desa Laoyang.

Sebuah gerobak yang diikatkan pada kuda hitam berderak ketika satu mayat diletakkan di atasnya bersama sebuah tong dan beberapa drum.

Dua laki-laki bertudung hitam di sisi kanan dan kiri kereta kuda melihat satu sama lain, mengangguk pertanda semua persiapan telah selesai. Sebelum kuda tanpa penunggang itu diluncurkan salah seorang dari mereka sempat mengelus kepala hewan tersebut.

"Bawa anak ini ke Gunung di depanmu dan jangan pernah kembali. Biarkan setan di gunung itu memakan jasad kalian berdua. Ini adalah tugas terakhirmu."

Kilat petir sekilas menerangi pandangan, salah seorang dari pemuda itu meringis tatkala melihat jasad anak kecil tersebut.

Mata hitam kuda menatap sesaat majikannya sebelum akhirnya satu kibasan membuat kuda tersebut meluncur melalui jalan yang mengantarkan mereka ke Gunung Gui Shan.

Kuda hitam yang mendaki gunung sesekali tergelincir, kuda itu mulai melambat saat dia berjalan di menuju puncak gunung yang berhadapan dengan jurang di depan.

Kepala desa yang mengamati tak jauh dari tempat pemuda itu mengangkat tangan, dia dapat melihat lokasi kuda tersebut karena lentera yang diikat di gerobak kayu. Lantas seorang maju dengan panah bercahaya. Tentu sosok tersebut bukanlah orang biasa melihat kekuatan yang dikeluarkannya meskipun dia hanya berdiri diam. Seluruh kekuatannya kini berpusat pada anak panah yang akan dibidiknya.

"Lepaskan!"

Kuda hitam berhenti berlari dan menoleh ke arah majikannya dari kejauhan yang kini memalingkan muka. Sebuah panah berapi menembus tong kayu dan drum yang dia bawa bersamanya. Seketika ledakan sebanyak lima kali terdengar dari atas gunung Gui Shan.

Pemanah menurunkan busurnya dan berucap tenang, "Mereka sudah terbakar, Anda bisa tenang."

Dia membalikkan badan, diikuti oleh kepala desa, tetua desa dan enam penjaga bersamanya. Namun diam-diam dia ingin memastikan sesuatu.

Hutan di atas gunung terbakar, api menjalar semakin lebar hingga membuat puncak gunung itu tampak merah bercahaya.

Namun sebuah cahaya tipis masuk ke penglihatannya, hanya sekelebat namun tidak begitu mengganggu pikirannya. Dia kembali menatap lurus ke depan sembari berpikir anak kecil itu sudah habis dimakan api, bahkan tulangnya tak akan tersisa lagi besok pagi.

Hujan turun semakin deras, mengguyur seluruh Desa Laoyang, dan juga Gunung Gui Shan.

*

10 Tahun Kemudian di Tanah Para Dewa...

“Lebih baik kau serahkan kitab itu, Feng Guang!” gertak seorang lelaki dengan jubah putih mewah sambil melotot marah, matanya menghunus tajam pada seorang lelaki yang berdiri di aula kerajaan.

Dia telah dikelilingi oleh para prajurit kerajaan. Ribuan pedang yang biasanya berjuang bersamanya sekarang diangkat untuk mengambil nyawanya, dalam situasi genting seluruh prajurit kerajaan mewanti-wanti setiap gerakan lelaki itu. Bahkan Sembilan Jenderal Perdamaian yang hadir memasang wajah tegang. Meski pun lelaki itu hanya seorang diri tapi dia memiliki kemampuan untuk meratakan seluruh prajurit kerajaan.

“Aku khawatir kau tidak bisa merebutnya dariku,” kata lelaki itu sembari menarik senyum tipis yang terkesan meremehkan.

Lelaki dengan jubah putih yang merupakan generasi ke-16 keturunan Raja Rong yang telah memerintah Tanah Para Dewa selama ratusan tahun melebarkan mata kesal, sebelah tangannya dikepal dengan geram, urat-urat muncul di wajahnya yang memerah.

“Kau adalah kerabat baik ayahanda, beliau menaruh kepercayaan besar padamu... Dia sendiri yang bahkan memberikan gelar Tujuh Pilar Langit kepadamu! Tapi, inikah balasanmu kepada kami?!” Di tengah kemarahan lelaki itu, sepintas dia mengingat masa kecilnya di mana Feng Guang mengajarinya bertarung, berburu dan berkuda.

Sesaat lelaki itu menyadari sesuatu dan terkejut, bayangan Feng Guang di saat dirinya masih berumur sembilan tahun sama sekali tidak berubah berubah dengan sosok yang ada di hadapannya sekarang.

“Kau bahkan sama sekali tidak menua!” seru Rong Yin.

“Dan kau baru menyadarinya di umur yang ke-26, anak muda,” sahut Feng Guang. Rong Yin kembali dibakar amarah. Seluruh prajurit mengambil ancang-ancang untuk menangkap Feng Guang.

Selama 50 tahun mengabdikan dirinya menjadi kepercayaan para manusia dan menjadi satu dari Tujuh Pilar Langit, identitas asli Feng Guang akhirnya terungkap hingga menggemparkan seluruh dunia persilatan.

Rong Yin memaki sembari menunjuknya. "Kau adalah Monster! Kau bahkan tidak layak berdiri di hadapanku!"

Senyum Feng Guang yang tadinya tertarik lebar perlahan mengendur. Sementara Rong Yin yang semakin terbawa suasana menambahkan hinaan dan caciannya kepada lelaki itu. "Kau Monster! Siluman rendahan, kurang ajar, menjijikkan!" Masih banyak lagi umpatan yang ingin dilayangkannya tetapi semua itu tertahan saat dia menatap ekspresi Feng Guang yang tidak pernah dia lihat seumur hidupnya.

Feng Guang mulai berubah menjadi sosok yang berbeda. Tanduk merah tumbuh di kepalanya dan kedua bola mata lelaki itu bersinar merah terang, kulitnya terlihat bersisik disertai hembusan angin panas menyebar ke seluruh penjuru istana. Seluruh pendekar dengan jubah putih yang merupakan penjaga istana jatuh pingsan saat hempasan kekuatan yang begitu dahsyat menggetarkan langit dan bumi.

Energi kekuatan yang besar mengelilingi di bawah telapak kakinya dan menciptakan tekanan berkekuatan tinggi yang bahkan bisa membuat tempat itu jatuh ke Dunia Bawah.

"Apakah siluman terlihat sebegitu menjijikkannya di mata kalian walaupun aku telah berlutut untuk mengabdikan kehidupanku untuk melindungi kalian selama puluhan tahun... "

"Siluman tetaplah siluman! Kau adalah mahkluk penuh dosa. Tanah ini tidak sudi menerima keberadaanmu!" seru salah seorang dari Sembilan Jenderal Perang sekaligus seorang biksu terhebat, Guru Besar Qiu Bei.

Feng Guang melihat sekitarnya dan menyadari semua orang yang dulu menghormatinya berubah jijik padanya. Dia mengangkat sebuah kitab yang memiliki energi spiritual tidak biasa, satu-satunya tujuannya turun ke bumi adalah mendapatkan kitab yang selama ratusan tahun ini telah disembunyikan oleh leluhur Klan Rong. "Sampai akhir dunia pun, keturunan klan Rong tidak akan pernah menguasai kitab ini. Hanya seorang keturunan asli klan Shan yang dapat menguasainya."

Rong Yin semakin panas.

Di tengah situasi yang semakin memburuk, seorang sahabat Feng Guang akhirnya memunculkan diri, wibawa besarnya membuat para pasukan yang masih bertahan semakin tegang. Mereka menunduk saat lelaki itu lewat. Entah bagaimana situasi ini akan berakhir, kemungkinan terburuknya, dia dan Feng Guang akan saling membunuh.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status