Share

5. Mencoba Melarikan Diri.

Alice menelan ludahnya kasar. Ditatapnya penuh kecurigaan kepada pembantu wanita di depannya itu. “A-apa maksud kamu bilang seperti itu?”

Pelayan wanita itu menegakkan tubuhnya dan berkacak pinggang seraya tetap menatap pada Alice. “Saya rasa Nona tahu pasti apa yang saya katakan. Saya akan membantu Nona keluar dari rumah ini, tapi nantinya Nona jangan pernah datang ke sini lagi. Bagaimana?”

Alice mengernyitkan keningnya. Selama dia dikurung di dalam rumah besar ini, tidak ada satu pun orang yang menawarkan bantuan untuk dirinya kabur. Hanya pelayan wanita ini saja yang berani menawarkan bantuan kepadanya.

Namun entah kenapa Alice merasa tidak nyaman dengan sorot mata pelayan wanita itu yang entah kenapa menatapnya dengan penuh kebencian.

“K-kenapa kamu mau membantuku?” tanya Alice lagi, dia tidak ingin mempercayai seseorang dengan mudahnya.

Sudah cukup Alice ditipu oleh orang yang dia percayai selama ini. Karena itulah Alice tidak mau terjatuh pada lubang yang sama untuk kedua kalinya jika dia menaruh rasa percaya pada seseorang.

“Hahh, banyak sekali pertanyaannya,” geram pelayan wanita itu. “Sudah baik saya menawarkan bantuan. Tinggal diterima saja, apa susahnya sih. Atau Nona ingin tetap dalam tahanan tuan?" ucap pelayan wanita, kini tidak hanya tatapannya yang tajam. Tetapi setiap kata yang keluar dari bibirnya bagaikan belati yang sama tajamnya dengan tatapannya.

Alice memperhatikan baik-baik penampilan pelayan wanita itu. Jujur saja Alice mengakui kalau wajah pelayan itu memang cantik, namun raut wajahnya kurang Alice sukai karena memperlihatkan ketidaksukaannya kentara sekali di sana.

“Cepat, mau atau tidak? Kamu betah di sini? Nona tahu jika tuan bertemu dengan anda? Dia tidak akan segan membunuh nona. Terlebih nona adalah wanita —” ujar pelayan wanita itu sambil mengulurkan tangannya kepada Alice. Tidak ada waktu lagi untuk berlama-lama. Baginya membebaskan wanita di depannya adalah keharusan.

Alice kesal tetapi, tidak menampiknya. Benar meski ucapannya terhenti tetapi Alice tahu maksud dari ucapan pelayan di depannya yang tak menurunkan tangannya.

Rasa ragu kembali menghampiri Alice. Namun memang Alice ingin sekali kabur dari tempat yang telah mengurungnya selama ini.

“Lebih cepat ambil keputusan. Kenapa otakmu lama sekali bekerjanya, hem? Aku tidak ingin bermasalah saat membantumu, nona. Jadi sebelum kita ketahuan oleh bodyguard itu, maka secepatnya nona jawab." Ucap pelayan wanita itu lagi. Kali ini tatapannya semakin tajam pada Alice.

Sesekali pelayan wanita itu menoleh ke belakang, untuk memastikan bahwa bodyguard yang menjaga Alice belum menangkap basah perbuatannya itu. Jika hal itu terjadi maka tamat riwayatnya.

Pelayan wanita itu tahu bagaimana perangai tuannya yang tanpa ampun. Terlebih pada barang pribadinya, entah kenapa pelayan itu berfikir jiwa wanita yang akan ia bebaskan adakah wanita yang memiliki kedudukan penting bagi tuannya.

Tak seperti wanita sebelumya yang akan bertahan hanya berapa jam saja, bahkan ada yang hanya satu jam bertahan di samping tuannya.

“Cepat!” geram pelayan itu, karena Alice tidak kunjung menyambut uluran tangannya.

Alice masih takut namun, dia merasa tidak ada salahnya jika memang pelayan wanita itu ingin membawanya keluar dari rumah ini.

Meskipun dia masih ragu akan kebenaran bantuan yang ditawarkan oleh pelayan itu padanya, namun hanya ini satu-satunya cara yang mungkin bisa memberikan Alice kebebasan yang selama ini di impikan olehnya.

“B-bantu aku keluar dari sini, secepatnya,” ucap Alice, pada akhirnya menerima uluran tangan wanita itu.

Pelayan yang tidak ia ketahui namanya tersebut pun menarik kasar tubuh kurus Alice hingga Alice mau tidak mau bangkit berdiri dari duduknya itu.

Tarikan kasar membuat erangan Alice terlebih untuk cengkraman tangan pelayan itu semakin kencang sehingga menimbulkan luka yang di sebabkan kuku pelayan itu mengenai kulitnya.

"Bisa cepat? Kamu tahu kita tidak memiliki banyak waktu?"

"A–aku,"

"Entah apa untungnya tuan membelimu, melihat caramu berfikir mu yang lambat seperti itu," lirihnya, berhasil menghentikan langkahnya.

"Kenapa?" tanya pelayan itu, me kkhe ke arah Alice yang berdiri.

"Bisa kamu jelaskan padaku?"

"Tidak ada waktu untuk menjelaskan, lagi pula itu bukan urusan 'ku. Aku hanya ingin membantumu terbebas dari tuan," ujarnya Kemabli menarik pergelangan tangan Alice.

“Kita lewat saja pintu belakang. Di sana jarang dijaga oleh bodyguard karena kebanyakan dari mereka menjaga area depan,” ujar pelayan tersebut, sambil mengendap-endap keluar dari kamar Alice itu. “Lagian Nona pasti selama ini tidak tahu menahu tentang pintu belakang rumah ini, kan? Makanya itu selalu kabur dari pintu depan, bodoh sekali.” Dengus pelayan wanita, tatapan mengejek tercetak di bibirnya.

Alice mengernyit tidak suka mendengar kata hinaan dari pembantu wanita itu. Namun apa boleh buat, dia sudah bisa menebak kalau pelayan itu memang membenci dirinya. Tapi yang membuat Alice heran adalah kenapa pembantu wanita itu mau membantu dirinya, terlebih pelayan itu jelas-jelas tidak menyukainya.

Pertanyaan semakin memenuhi kepala Alice, tetapi semua hanya bisa tersimpan. Kebebasan yang kini di inginkan Alice dan menjauh dari semua yang telah memberikan luka yang begitu dalam pada dirinya.

“Kenapa kamu membantuku?” tanya Alice pelan. Satu pertanyaan dari semua yang ingin di ucapkan oleh Alice pada wanita di depannya.

“Ck, berhenti bertanya,” sahut pelayan itu.

"Kenapa?"

"Aku tidak ingin menjawab pertanyaan konyol dari mu, nona. Jika ingin bebas maka diam, dan ikuti semua kata-kata 'ku." Geram pelayan itu. Kata yang keluar dari bibirnya lirih namun sarat akan penekanan.

Alice akhirnya berhenti bertanya dan hanya mengikuti langkah kaki pelayan cantik di depannya itu, hingga akhirnya mereka tiba di bagian dapur.

Alice untuk pertama kalinya melihat dapur di rumah itu, karena memang selama ini dia hanya makan di dalam kamarnya saja.

‘Apa kali ini aku akan berhasil kabur?’ batin Alice, sedikit berharap bahwa kaburnya kali ini akan berhasil.

Tak ingin kejadian kabur dan tertangkap lagi terulang. Sehingga Alice harap cemas dengan kaburnya kali ini, meski di bantu oleh salah satu pelayan tang tengah tahu benar seluk beluk kediaman seseorang yang misterius baginya.

"Apa yang nona lihat? Cepat sebelum mereka menyadari kepergian kita." Pelayan itu mulai geram melihat tingkah Alice, yang tidak hentinya menatap sekitarnya.

"A–aku,"

"Apa kau tidak pernah melihat rumah sewewah ini? Miris sekali hidupmu, nona. Tapi sayangnya tempat ini tidak cocok untuk anda, itulah kenapa aku membantu anda untuk kabur." Sentak pelayan itu lagi. Mendengus kesal melihat sikap Alice yang terlihat kampungan.

Bibut Alice tersenyum melihat pintu gerbang kecil yang di depannya. Kali ini dia akan berhasil untuk kabur.

“Mau kemana?”

Degh!

Jantung Alice seperti akan lepas dari tempatnya, ketika mendengar suara bariton dari belakang tubuhnya. Entah kenapa dia menjadi dejavu sama kejadian di depan gerbang rumah itu.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dina0505
pelayannya galak banget gimana tuannya tuch. pasti lebih arogan ni
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status