Share

4. Pria Asing

“Ini makanannya.”

Alice menolehkan kepalanya, ke arah makanan yang diantar oleh seorang pria berjas hitam yang berprofesi sebagai bodyguard yang menjaganya selama berapa minggu ini, tidak. Bukan minggu bahkan kini sudah satu bulan lamanya ini.

Alice membuang wajahnya ke arah lain, enggan sekali menatap makanan yang tidak membuatnya merasa berminat itu.

Blam!

Suara pintu yang tertutup pun tidak membuat Alice beranjak dari tempatnya. Tatapannya juga hanya menatap pada jendela kamar yang memperlihatkan langit cerah di luar sana.

“Sampai kapan aku di sini?” lirih Alice, menyatukan kedua lututnya lalu dipeluknya dengan erat.

Sejak malam dirinya ditangkap oleh dua pria berjas hitam itu, Alice pun berakhir di rumah mewah yang tidak dia ketahui pasti di mana letaknya.

Beberapa kali juga sejak malam itu dia berusaha kabur dari rumah ini, namun hasil yang didapatnya selalu sama karena cukup banyak bodyguard yang menjaga dirinya. Padahal Alice tidak merasa dirinya sespesial itu sampai mendapatkan bodyguard sebanyak itu menjaga dirinya.

“Sebenarnya apa tujuan aku dibawa kemari?”

Alice menatap ke samping, tepat pada sepiring steak yang telah tersaji sebagai makan siangnya itu. “Mereka memberiku makan, tapi tidak membiarkanku keluar.”

Alice meremas erat selimut yang didudukinya. Kepalanya kembali tertunduk, meratapi nasib menyedihkan yang terjadi kepadanya sekarang.

‘Apa aku coba kabur lagi?’ batin Alice, selalu berpikiran untuk kabur dari rumah besar itu.

Meskipun diperlakukan dengan baik, namun ketika Alice ditangkap maka saat itu juga Alice pasti akan mendapatkan sedikit luka. Karena memang Alice selalu nekat mencoba banyak cara agar terbebas dari penjara yang bernamakan rumah itu.

“Benar, aku tidak bisa hanya diam di sini. Meskipun gagal, aku harus mencobanya kembali,” ujar Alice, dengan penuh tekad. “Agar aku tidak perlu merasa takut dipantau oleh pria misterius itu lagi.”

Seketika tubuh Alice bergetar. Setiap malam, dia merasakan tatapan seseorang dari balik pintu kamarnya saat dia ingin tertidur.

Bayangan pria tinggi, tegap, dan karismatik itu sangat mengganggu dirinya setiap malamnya. Namun di pagi hingga sore, Alice sama sekali tidak pernah melihat sosok pria yang sama dari para bodyguard yang menjaganya itu.

‘Siapa dia sebenarnya?’ batin Alice, takut dan juga resah.

Karena itulah setiap malamnya Alice merasa takut sekali. Rutinitasnya setiap malam hanyalah menangis dan akan mulai tertidur jika dia kelelahan. Dan di saat itulah, pria bersosok tegap dan karismatik itu, memantaunya dari luar pintu kamarnya yang sedikit terbuka.

“Berhenti memikirkannya. Setelah aku keluar dari sini, aku tidak perlu merasakan hal seperti ini lagi.”

Alice turun dari atas kasurnya. Dia mengendap secara perlahan-lahan menuju ke jendela kamarnya. Ditatapnya ke bawah melalui jendela tersebut, untuk memastikan ketinggian dari kamarnya.

“Lantai dua tapi tinggi sekali,” gumam Alice, menatap ngeri. “T-Tapi aku belum coba cara ini. Sebelumnya aku selalu kabur dari pintu depan karena memang kadang bodyguardnya tidak menjaga di depan kamar, seakan mereka sengaja memberi kesempatan untuk aku kabur.”

Alice menghela nafasnya. Tekadnya sudah bulat jadi meskipun dia takut, dia tetap akan melakukannya. Sebab dia tidak mau merasa tidak nyaman dan terpuruk di tempat asing yang terasa seperti penjara untuknya itu.

Bahkan beberapa hari belakangan Alice hanya minum air saja dan tidak menyentuh makanan yang dihidangkan untuknya itu. Tentu hal itu membuat tubuhnya makin hari terasa semakin lemah.

Namun hal tersebut tidak menurunkan tekad dan niat alice untuk kabur dari penjara yang mengurungnya itu.

“Aku harus cari sesuatu yang lumayan panjang,” ucap Alice, membalikkan badannya dan menatap ke sekeliling kamarnya hingga tatapannya jatuh pada selimutnya. “Aku rasa aku bisa memakai itu.”

Alice melangkahkan kakinya mendekat pada kasur berukuran king size tersebut. Dia meraih selimut dan melepaskan sprei kasur itu lalu diikatnya menjadi satu hingga menjuntai panjang.

Setelah itu, dibawanya kain panjang itu menuju jendela kamarnya. Diturunkannya secara perlahan kain tersebut hingga sedikit menggantung dari atas rumput hijau di luar sana.

“Masih kurang, tapi segini harusnya sudah cukup.”

Alice pun mengikat ujung kain yang dipegangnya pada tepian jendela dengan erat sekali agar nantinya kain tersebut tidak lepas.

Seusai melakukannya, Alice langsung saja menggunakan kain tersebut untuk turun dari dalam kamarnya melalui jendela itu.

‘Pelan-pelan,’ batin Alice, sambil memeluk erat kain dan menurunkan tubuhnya sedikit demi sedikit.

Sampai akhirnya kedua kaki polosnya Alice berhasil menyentuh dinginnya rumput hijau di bawahnya itu. Senyuman lega terukir di wajah cantiknya.

“A-Aku berhasil,” ucapnya merasa senang.

Tanpa membuang waktu, Alice berlari pergi dari tempat tersebut menuju ke depan rumah karena memang hanya itu saja gerbang keluar dari wilayah rumah besar itu.

Namun belum sempat dia melewati gerbang rumah itu, kedua tangannya sudah ditarik dari belakang.

“Akh!” pekik Alice terkejut.

“Lagi-lagi mau mencoba kabur,” ucap bodyguard di belakangnya.

Alice mencoba melawan dengan menggerakan tangannya agar pegangan dari bodyguard itu terlepas.

“Lepaskan aku! Jangan bawa aku ke dalam sana lagi!” pekik Alice, enggan dibawa masuk ke dalam rumah yang sudah mengurung dirinya selama berbulan-bulan lamanya itu.

Namun bodyguard itu tidak mengatakan apapun dan hanya menyeret Alice masuk ke dalam rumah megah nan besar itu.

Alice menggigit bibir bawahnya, menahan air matanya saat merasakan genggaman tangan erat pada pergelangan tangannya itu.

Sakit, tentu saja karena tenaga bodyguard itu jauh lebih besar dibandingkan Alice. Namun yang lebih sakit adalah hati Alice, karena untuk kesekian kalinya dia gagal kabur dari penjaranya itu.

“Masuk,” ucap bodyguard itu, yang lalu mendorong tubuh Alice masuk ke dalam kamarnya lagi.

“Aku mohon biarkan aku pergi! Aku tidak mau berada di sini! Aku mohon!” seru Alice pilu.

Dia sudah sangat terpuruk terkurung di tempat yang asing dan tidak nyaman untuknya. Dia hanya ingin kembali ke kamar miliknya yang nyaman untuk dirinya itu.

Blam!

Pintu tertutup dengan keras di depan wajahnya Alice. Bahkan suara kunci yang diputar dari gagang pintu itu, terdengar jelas oleh Alice.

Bruk!

Tubuh Alice rasanya lelah sekali. Setiap harinya dia harus menjalani hari dan pemandangan yang sama. Bahkan dipantau oleh orang yang bahkan tidak Alice tahu apa niatnya.

“A-Aku lelah, aku ingin pulang,” lirih Alice, menutupi wajahnya dengan kedua tangannya itu.

Namun setiap Alice memikirkan kata pulang, sebenarnya dia tidak tahu kemana dia harus berpulang. Ke rumahnya? Ke keluarganya?

Semua itu membuat Alice teringat akan acara pertunangannya yang gagal total itu. Dirinya yang dipermainkan sampai akhirnya Alice yang dijual seperti ini.

Klik!

Suara kunci yang dibuka membuat Alice mendongakkan kepalanya dengan cepat. Dia menatap bingung pada pintu di depannya itu.

‘Siapa?’ batin Alice.

Ceklek!

Pintu terbuka dan terlihatlah seorang perempuan cantik berpakaian seragam pembantu di rumah itu.

Perempuan itu tersenyum sinis dan menatap Alice dengan tatapan tidak sukanya. Namun dia menghampiri Alice dengan pelan.

“S-Siapa kamu? M-Mau apa kamu masuk ke kamar ini?” tanya Alice, memundurkan sedikit tubuhnya ke belakang.

Perempuan pembantu itu menundukkan wajahnya, menatap lekat pada Alice. “Saya bisa membantu Nona kabur dari sini.”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dina0505
kasian ni Alice lagi2 tertangkap
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status