Share

8. Kau Adalah Jalang

"Jika aku menurut, apa dia akan membebaskan aku?" Alice, berdiri bagaikan patung membiarkan pelayanan wanita menanggalkan pakaiannya mengguyur tubuhnya dengan air hangat.

Aroma terapi dan wangi bunga tercium menenangkan. Alice merindukan rumahnya, kamar yang begitu nyaman untuknya. Semua hanya kenangan sebelum mereka menikam dirinya dari belakang.

Terbesit untuk balas dendam, walau hal itu tidak akan mudah mengingat untuk bisa menyelamatkan diri saja itu hanya dalam mimpi.

"Hal itu bisa terjadi, asal nona menjadi penurut. Semua kembali –"

"Jika tidak, akan mati seperti wanita itu? Jangan terkejut, aku tahu semua." Ujar Alice, menyela perkataan pelayan wanita.

"Nona sudah selesai, silahkan ikut dengan saya. Tuan sudah menunggu di ruang makan."

"Ck, kau menghancurkan mood ku. Singkirkan dia dari sini!" Alaric mendorong kursi yang di duduki ke belakang, mengejutkan Alice yang baru tiba.

"Maafkan saya tuan,"

Melihat pelayanan yang bergetar Alice merasa iba. Hukuman pria tak berkemanusiaan akan terjadi lagi mungkin kali ini ia pun akan mengalaminya.

"Tunggu,"

"Nona–"

"Diam lah," lirih Alice.

"Seorang tahanan berani menghentikan langkah 'ku?" ejek Alaric.

"Mari bekerja sama. Tawaran ini hanya ada satu kali dan itu berlaku saat ini."

Prok! Prok!

"Wah! Luar biasa, hari ini aku melihat sesuatu yang berbeda. Kau hanyalah sampah yang sebentar lagi akan aku buang. Dan kau berani menawarkan sebuah kerja sama?" sinis Alaric.

"Aku serius. Aku menawarkan sebuah tawaran, seperti yang aku katakan tadi. Ini hanya berlaku untuk saat ini."

Alaric tergelitik mendengar ucapan Alice, untuk pertama kalinya Alaric melihat wanita pembuat onar berbicara dengan tegas.

"Apa yang kau tawarkan padaku? Tubuhmu? Atau nyawamu? Perlu aku ingatkan lagi, tubuhmu bahkan nyawamu itu milikku. Aku sudah membeli mu dengan harga tinggi, jadi? Apa lagi yang bisa kamu tawarkan?" Alaric menarik kursinya kembali, menaikkan kaki kanannya ke atas kaki kirinya.

Alice menelan ludah sendiri dengan susah payah. Tidak ada yang bisa ia tawarkan pada pria di depannya. Tetapi ia ingin membuktikan jika apa yang di katakan olehnya adalah salah. Alice Ayuningtyas Ravindra adalah wanita yang pintar dan kuat.

"Kau memilih, bungkam? Itu artinya tidak ada yang bisa kau gunakan untuk—"

"Perusahaan, ya, perusahaan yang aku miliki. Kau bisa mengambilnya jika kau mau bekerja sama denganku." Alice menggigit bibir bawahnya.

"Perusahaan?" Alaric mengerutkan keningnya. Di tatapnya wanita di depannya cantik? Benar-benar cantik kulitnya begitu putih mulus. Ada sesuatu yang tiba-tiba mengusiknya. Alaric mengeram kesal dalam hatinya.

Di balik celana bahannya telah terjadi yang menegangkan. "Sial, kenapa di kondisi seperti ini." Gumamnya, semakin sesak di bagian bawah.

"Ya, perusahaan milik ibuku. Kau bisa memilikinya." Alice menelisik pria di depannya. Gelisah? Tentu dan itu tidak lepas dari pandangannya.

"Bagaimana tuan? Anda setuju?" lanjut Alice, bibirnya tertarik ke atas melihat sikap pria yang tak terlihat wajahnya, hanya bagian bibir dan dagu yang jelas terlihat. Sedikit hidung mancung itu hanya berapa senti, sungguh pria aneh nan misterius.

"Kau lancang, lupa jika kau hanyalah tawanan 'ku? Tapi kau banyak bicara."

"Yang aku katakan itu benar. Bekerja sama denganku, jika tidak kau bisa menjadikan aku sebagai pelayan di rumahmu."

"Pelayan? Kau lihat berapa banyak pelayan di rumah ini?" Alaric tersenyum sinis.

Menggoyangkan kakinya melihat pemandangan yang begitu indah yang sayang untuk di lewatkan.

"K–kalau begitu jadikan aku istrimu. Istri kedua maksudku," lirih Alice.

Menjatuhkan harga diri hanya untuk bisa bebas. Alice mengira pria angkuh itu memiliki istri dan banyak simpanan, menawarkan diri untuk menjadi istri kedua adalah opsi lainnya.

"Haha, istriku? Bahkan aku tidak sudi menyentuhmu. Bagaimana bisa aku menjadikan kamu sebagai istriku, hum?" ejeknya, segaris senyum hinaan terukir di bibir Alaric.

"Baiklah inilah tawaran terakhir. Bebaskan aku dari sini, maka aku akan bersedia melakukan apapun untukmu jika kau tidak ingin menyentuhku itu lebih baik setidaknya aku masih bisa mencegah diriku untuk tidak melakukan hal yang sama padamu. Maksudku aku tidak ingin berpura-pura untuk melayani mu meskipun harga diriku jatuh di hadapanmu. Aku akan melakukan semua perintahmu tapi dengan bebaskan aku dari sini, biarkan aku hidup seperti sebelumnya."

"Hahaha! Kamu, akan melakukan apa pun semua perintahku? Baiklah, puaskan aku. Maka kau akan aku bebaskan!"

"Apa! Tidak, aku tidak mau."

"Kau yang menawarkan dirimu? Aku sudah membeli mu dan kau memberikan tawaran itu padaku? Tanpa kau mengajak kerjasama denganku, kau tahanan 'ku untuk apa kau mengajukan kerjasama denganku? Perusahaan yang kau janjikan padaku sebagai jaminan kebebasanmu tidak akan tersentuh olehku, kau tidak memiliki perusahaan apa pun. Kenapa? Kau lupa posisimu, saat ini? Dan kau tidak ingin memuaskan aku? Kamu adalah jalang 'ku. Sudah seharusnya kau puaskan aku. Satu lagi suka tidak suka kau harus melayani 'ku. Tidak perlu berpura-pura, karena aku sebenarnya jijik padamu."Cecar Alaric, puas membuat wanita di depannya terdiam seketika.

Alice mundur kata yang terucap dari bibir pria misterius membuatnya shock. Tidak salah yang di katakan pria itu, benar dirinya adalah jalang yang sudah di beli olehnya. Semua karena ulah keluarganya.

"Kenapa? Kaget? Sudah waktunya kamu memuaskan aku, jalang." Lanjutnya penuh intimidasi.

Alaric meninggalkannya dengan langkah panjang. Merasakan tidak ada yang mengikutinya ia pun berbalik.

"Jangan sampai mereka menyeret mu!" sambungnya dengan suara tajam.

Langkah tertatih Alice mengimbangi pria di depannya. Tubuhnya tanpa ada kekuatan untuk melawan atau pun menolak semua sudah suratan dirinya harus menjadi pemuas nafsu pria yang membelinya.

Pintu kamar terbuka, dua pria penjaga kamar menundukkan tubuhnya saat Alice masuk ke dalam.

Elegan dan maskulin aroma yang di sukai oleh Alice, aroma menenangkan membawanya ke dalam kenangan bersama sang ayah.

Rasa telah mati menyadari jika harga diri telah hancur tak ada yang bisa menyelamatkan dirinya, selamanya akan menjadi tahanan. Tawaran yang ia tawarkan berakhir dengan sesuatu yang ia jaga akan hilang.

Satu persatu Alice menanggalkan pakaiannya air matanya kini telah hilang, tak ada penyesalan namun, rasa bersalah pada orang tuanya yang tak mampu menjaga miliknya yang berharga.

Kulit putih mulus tanpa ada sehelai benang pun rambutnya yang panjang luruh tergerai indah matanya yang teduh kini kosong, senyum yang selalu terukir di bibirnya hilang begitu saja. Keceriaannya berganti dengan tatapan dingin tak bersahabat. Di mana Alice si gadis periang itu? Alice telah hilang kini hanya ada Alice si wanita dingin.

"Apa yang harus aku lakukan untuk memuaskanmu?" lirih Alice, tanpa melihat lawan bicaranya.

Alaric yang tengah fokus dengan gawai nya tersentak melihat Alice berdiri tanpa pakaian. Tubuhnya menegang sorot mata gadis di depannya begitu kosong.

"Kau...!" Alaric menarik selimut melempar kasar ke arah Alice.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status