Share

7. Biang Rusuh.

"M–maksud anda?" Alice berbalik memberanikan diri untuk melihat pria bertopi.

Diam bahkan senyum meremehkan tercetak jelas di sana. Alice menghela napas hal biasa jika harus di remehkan.

"Ck! Pantas mereka memperlakukan hal ini padamu. Ternyata kamu biang rusuh." Ejek pria bertopi.

"Selain biang rusuh, ternyata kamu wanita yang sangat bodoh. Lihat dirimu, pantas mereka memperlakukan kamu seperti ini. Karena kamu sangat pantas untuk ditindas, dan tentunya di jual." Ejeknya, beralih meninggalkan Alice yang terpaku dengan ucapan pria bertopi.

"Tunggu, tuan. Katakan siapa yang sudah menjual 'ku pada anda? Lalu untuk apa Anda membeli saya?" lirih Alice. Tubuhnya tidak di pungkiri merasakan hawa mencekam. Pria di depan yang begitu dingin dan sulit untuk di lihat wajahnya.

"Jika kamu sudah tahu siapa orangnya, lantas apa yang akan kamu lakukan?" ujarnya, sebelah bibirnya tertarik ke atas.

"A–Aku,"

Melihat Alice terbata saat mengatakan, bibir Alaric semakin tertarik keatas.

"Tuan, saya belum selesai bertanya pada anda tolong tetap di tempat. Ada beberapa hal yang saya tanya pada Anda, salah satunya tentang siapa yang sudah menjual saya?" Alice berusaha untuk menahan Alaric pergi. Memperbaiki ucapannya yang kini berganti dengan kata saya.

"Ck! Kau bertanya itu, itu terus."

Tanpa menoleh lagi ke arah Alice, pria bertopi hilang di balik pintu lift di rumahnya.

Tubuh Alice luruh ke lantai, menundukkan kepalanya kenyataan untuk kesekian kalinya yang ia dengar namun kali ini begitu menyakitkan.

Kesalahan apa yang telah di pembuatnya sehingga keluarganya sendiri ingin menyingkirkan dirinya. Kekasih yang amat ia cintai telah menduakan dirinya dan kini orang tuanya menyingkirkan dengan cara yang lebih kotor.

Tubuhnya melayang membuat Alice mendongak dan benar saja dua pria berbadan kekar mengangkatnya membawanya ke dalam kamar yang kini menjadi tempat tinggalnya.

"Tunggu,"

"Ada apa nona?"

"Bisakah kalian katakan pada tuan kalian, aku ingin keluar. Aku tidak bisa di tempat seperti ini, aku harus bekerja." Ujarnya bernegosiasi.

Berharap yang ia inginkan terwujud, meski hal itu kecil kemungkinannya.

"Jangan meminta sesuatu yang membuat tuan marah. Anda akan tau akibatnya nona, mintalah yang lain, maka tuan akan menyetujuinya."

"Setidaknya katakan hal itu pada tuan kalian. Di tolak atau tidak itu urusan nanti."

"Hei, kenapa kalian pergi."

Lelah memanggil dua bodyguard yang mengacuhkannya, Alice kembali duduk. Entah sampai kapan ia tetap di sana mengingat apa yang terjadi di rumah membuatnya kembali sakit, rumah di mana ia di besarkan kini hanya tinggal kenangan.

Alice membutuhkan sesuatu yang bisa membuatnya terlihat memiliki kesibukan. Ya, hanya itu yang bisa menyadarkan dirinya yang entah sampai kapan berada dalam rumah mewah bak istana itu.

Di salah satu ruangan seorang pria tersenyum melihat Alice yang mengelilingi kamar mencari cela untuk kabur, namun sayangnya hal itu tidak akan terjadi. Sebab pria yang tidak lain adalah Alaric menutup semua akses keluar sehingga menyulitkan gerak Alice.

"Wanita ceroboh. Nasibmu tak secantik wajahmu." Gumamnya.

Menyambar jas meninggalkan ruangannya, kali ini bertemu dengan seseorang yang begitu di segani.

"Tuan, wanita itu—"

"Kau tidak bisa mengurusnya?"

"T–Tidak, tuan tapi,"

"Sepertinya kau ingin aku kirim ke sungai A****n! Atau kau mau bermain dengan joki?" Alaric menutup pintu mobil dengan kencang menimbulkan suara yang cukup memekikkan telinga.

"T–Tuan, maafkan saya. Saya akan mengurusnya," lirihnya meski Alaric tidak mendengar ucapannya.

"Bos, apa kita akan melakukannya?"

"Seret wanita itu ke sini." Ucapnya dingin. Ekspresi wajahnya seketika berubah mengerikan.

Dari sudut ruangan wanita berpenampilan tak karuan mendekatinya dengan langkah terseret. Wajah cantiknya telah hilang berganti dengan bintik merah dan tubuh yang sebelumnya indah kini terlihat begitu kurus tak terawat.

"T–Tolong bebaskan saya, saya janji tidak akan membantunya untuk kabur. Maafkan saya," ucapnya lirih. Matanya yang sembab tidak membuat dua pria itu iba padanya.

"Kau harus menerima konsekuensinya."

"Saya minta maaf, sampaikan pada tuan. Setidaknya pikirkan, bagaimana saya begitu setia pada tuan selama ini. Apa kesetiaan ini tidak ada gunanya? Apa hatinya begitu keras hanya kesalahan kecil ini?"

"Kau adalah wanita yang paling bodoh yang pernah aku temui. Kau yang tahu bagaimana tuan selama ini dengan mangsanya, begitu bringas dan mematikan. Tapi dengan wanita itu? Kau lihat, sedikit pun kulitnya tak tersentuh oleh tuan. Dan bodohnya kau tak berfikir ke sana." Tegas bodyguard Alaric.

"Cepat singkirkan wanita itu!" lanjutnya, memberikan perintah pada bawahannya untuk menyeret pelayan wanita itu.

"Tidak lepaskan aku!! Jangan siksa aku, aku mohon!! Tuan tolong aku, bebaskan aku!!! Aku minta maaf!" Serunya, hingga suaranya hilang seiring tubuhnya yang tak terlihat.

"Argh!" Alice menutup mulutnya melihat pemandangan di depannya. Tanpa sengaja Alice yang tengah mencari cara untuk membuka jendela di kejutkan dengan kejadian yang berlangsung begitu cepat di depannya. Entah apa yang di katakan oleh mereka yang pasti Alice melihat bagaimana wanita itu ingin melepaskan diri.

"Bukankah wanita itu yang—" Alice tercekat, mengingat seorang pelayan yang menolongnya untuk melarikan diri dan hari ini dia melihat bagaimana tubuhnya yang begitu berbeda dengan berapa hari yang lalu.

"Aku harus melakukan sesuatu. Aku tidak ingin mati di sini. Tidak, tidak, aku mau bebas dari sini." Tangisnya pecah kondisinya yang tidak bisa berbuat apapun dan jika terbebas maka ia akan mencari tempat yang tidak sekali pun orang mengenalnya, meski hal itu sulit terjadi.

Gelisah dengan keadaan dirinya tanpa mengenal hari. "Alice, berfikir gunakan otakmu untuk bisa lepas dari sini. Cepat berfikir, tenang kamu harus tenang pikirkan dengan matang sebelum hidupmu yang tidak berguna akan sia-sia di sini," ujarnya, memberikan semangat untuk dirinya.

Alice menarik rambutnya hingga matanya lelah tidak ada satu pun cara terlintas dalam benaknya. Tidak salah yang di katakan pria aneh itu jika dirinya hanyalah pembuat onar. Ya pria itu memberikan julukan biang rusuh padanya dan itu di benarkan olehnya.

Lelah berfikir Alice tertidur pulas, entah sampai berapa jam yang pasti saat ia terbangun dua orang pria berbadan besar ada di depannya. Dengan gerakan spontan Alice duduk memperhatikan tubuhnya, "syukurlah mereka tidak melakukan apapun padaku," ucapnya dalam hati.

"Nona tuan menunggu anda di meja makan. Cepatlah bersihkan diri anda, saya tunggu Selama lima belas menit untuk bersiap."

Alice mencari suara yang begitu dekat, tubuhnya hampir terjerembab jika tidak segera di tahan. Wanita dengan pakaian seragam hitam seperti dua pria yang kini berbalik arah.

"K–kau siapa?"

"Nona bekerja sama dengan saya, jika tidak tuan sendiri yang akan datang ke sini. Itu artinya anda akan merasakan sakit di tubuh, sebab tuan tidak segan-segan melakukan kekerasan pada anda," ujarnya lembut namun penuh dengan penekanan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status