Hal terburuk yang tidak ingin Aleeta rasakan di pagi ini adalah, ia harus menerima kenyataan bahwa Nicholas benar-benar tidak pulang semalaman. Ia harus terbangun seorang diri tanpa ada Nicholas di sampingnya.
Aleeta menatap layar ponselnya dengan matanya yang masih terasa perih. Bahkan puluhan panggilannya yang sejak kemarin pun juga masih tak kunjung juga di balas oleh Nicholas. Tanpa berpikir panjang, Aleeta segera menekan nomor Nicholas. Berharap pagi ini Nicholas mau mengangkat panggilannya. Tapi lagi-lagi Aleeta harus menerima kenyataan pahit saat Nicholas tak kunjung menjawab panggilannya juga. Mendesah putus asa. Aleeta segera beranjak turun dari atas tempat tidur. Berjalan dengan langkah gontai menuju kamar mandinya. Jika biasanya di pagi hari seperti ini Aleeta akan bersemangat pergi ke dapur untuk membantu Mary memasak. Tapi kali ini ia sama sekali tidak bersemangat untuk melakukannya. Salah satu alasan Aleeta bersemangat menginjakkan kakiBohong jika Aleeta tidak terkejut saat melihat kepulangan Nicholas yang bisa di bilang secara tiba-tiba tersebut. Aleeta tahu betul beberapa hari belakangan ini Nicholas sibuk di kantor sampai selalu pulang larut malam. Jadi ia tidak menyangka kalau hari ini suaminya itu akan pulang lebih awal. Apalagi Nicholas tadi juga tidak mengabarinya kalau akan pulang. “Nicho, kamu—“ “Sedang apa kamu di sini?” Nicholas bertanya. Bukan kepada Aleeta melainkan kepada Lukas. Lukas yang tadinya masih duduk seketika langsung ikut berdiri di sebelah Aleeta. “Hanya mampir. Kebetulan aku tadi baru saja pulang dari rumah Mama. Jadi sekalian mampir ke sini,” ujarnya tenang. “Apa yang menjadi alasanmu sampai harus mampir ke rumahku segala?” Nicholas kembali bertanya. Kali ini dengan nada yang sedikit sinis. Lukas yang mendengarnya langsung tersenyum. “Kenapa juga aku harus memiliki alasan untuk mampir ke rumahm
Hari ini Nicholas sengaja ingin pulang lebih awal supaya ia bisa menemani Aleeta yang sedang berada di rumah. Tidak peduli meski pekerjaan Nicholas masih menumpuk. Toh, ia masih bisa mengerjakannya besok atau nanti saat ia memiliki waktu luang di rumah. Selain itu, Nicholas juga memiliki Ella yang bisa membantunya menyelesaikan semua pekerjaan tersebut. Sedangkan untuk menemani Aleeta, Nicholas tidak tahu harus mengandalkan siapa. Nicholas merasa satu-satunya orang yang bisa ia andalkan untuk menemani istrinya hanyalah dirinya sendiri. Selain itu, saat ini kan Nicholas juga masih harus berusaha memperbaiki hubungannya dengan Aleeta. Jadi tidak ada salahnya jika ia memutuskan pulang lebih awal, setelah beberapa hari lamanya ia selalu sibuk dengan pekerjaannya di kantor. “Ella, tolong kamu selesaikan laporan yang sudah aku kirim ke emailmu hari ini.” Kata Nicholas saat ia keluar dari ruangannya. Ella langsung mengangguk. “Baik,
“Apa yang kamu lakukan di sini?” Lukas hanya menaikkan sebelah alisnya saat ia melihat Aleeta yang sedang berdiri di hadapannya. “Seharusnya aku yang bertanya, apa yang sedang kamu lakukan?” Lukas balik bertanya kepada Aleeta. Aleeta mengernyit. “Tentu saja aku sedang membukakan pintu untukmu. Memangnya apa lagi?” Sahutnya seraya melipat kedua tangan. Lukas tersenyum tipis. “Aku kira kamu sedang cosplay menjadi badut.” “Apa maksudmu? Kenapa kamu menuduhku seperti itu?” Tanya Aleeta bingung. Lukas menatap Aleeta. “Wajahmu.” “Ada apa dengan wajahku?” Aleeta langsung berjalan menuju kaca yang ada di ruang tamunya. “Astaga,” gumamnya seraya memejamkan mata. Bagaimana bisa Aleeta sampai tidak sadar kalau wajahnya saat ini sedang kotor karena terkena adonan kue? Dan kenapa juga Mary hanya diam saja saat melihat wajahnya yang kotor seperti
Sudah tiga hari ini Aleeta terus saja merasakan mual setiap kali ia bangun dari tidur. Tidak hanya itu. Bahkan setiap kali Aleeta selesai muntah, Aleeta pasti akan merasa lemas, dan pusing seperti yang pernah ia rasakan beberapa waktu yang lalu. Tentu saja hal itu membuat Nicholas panik dan khawatir. Tetapi setiap kali Nicholas hendak membawa Aleeta pergi ke dokter, wanita itu pasti akan menolaknya. “Kita ke dokter, ya,” bujuk Nicholas yang saat ini sedang duduk di sebelah Aleeta. Aleeta yang sedang duduk di atas tempat tidur itu langsung menggeleng. “Nggak, Nicho. Aku sudah bilang berkali-kali kalau aku nggak mau pergi ke dokter. Kenapa kamu nggak mengerti juga?” Aleeta menatap sebal pada Nicholas. “Tapi kamu sakit, Aleeta.” “Aku yang lebih tahu keadaan diriku sendiri. Dan aku merasa, aku sedang nggak sakit.” “Aleeta, kamu—“ “Jangan pernah paksa aku lagi untuk pergi ke
Aleeta terbangun saat merasakan mual yang tiba-tiba saja terasa mengaduk perutnya. Awalnya Aleeta ingin mengabaikan rasa mual tersebut. Namun, semakin lama mual itu semakin terasa mendesak dan naik ke tenggorokannya. Ia pun segera beranjak duduk seraya membekap mulut. Aneh. Tidak biasanya Aleeta merasa mual di pagi hari seperti ini. Apa jangan-jangan mual itu karena efek obat yang sedang ia konsumsi? Saat Aleeta sedang sibuk menerka-nerka tiba-tiba saja mual itu datang lagi. Kali ini Aleeta sudah tidak bisa menahannya. Ia segera turun dari atas tempat tidur, kemudian berlari cepat menuju kamar mandi. Begitu sampai di depan toilet, Aleeta pun langsung menumpahkan semua isi perutnya di sana. “Hooeeek!” Aleeta tidak hanya muntah sekali. Tetapi berkali-kali hingga rasanya tubuhnya menjadi lemas dan mulutnya terasa begitu pahit. Sementara itu, Nicholas yang masih terlelap ti
Saat ini Nicholas sedang membantu Aleeta untuk mengemas barang-barangnya. Karena malam ini juga Aleeta sudah di perbolehkan untuk pulang ke rumah. “Apa sudah semuanya?” Tanya Nicholas memastikan. Aleeta yang sedang duduk di hadapannya hanya bisa mengangguk pelan. “Sudah,” jawabnya singkat. Nicholas menatap Aleeta lekat. Ada sesuatu yang terasa menusuk dadanya setiap kali Aleeta bersikap seperti itu. Nicholas merindukan Aleeta yang seperti biasanya. Ia merindukan perhatian Aleeta, senyum Aleeta dan semuanya tentang Aleeta. Tapi, Nicholas juga cukup sadar dengan apa yang sedang terjadi di antara mereka. Jadi Nicholas juga tidak bisa berharap lebih. Tapi meskipun begitu. Ia tidak akan menyerah. Ia akan tetap berusaha membuat Aleeta percaya padanya, agar istrinya itu bisa kembali lagi seperti biasanya. Saat Nicholas hendak memindahkan tas Aleeta ke atas meja. Tiba-tiba saja ia mendengar ponselnya berdering. Ia s