Nafkah Yang Salah

Nafkah Yang Salah

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-07-10
Oleh:  Ummatul KhoirohTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
74Bab
702Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Maria tetap sabar meski hanya diinafkahi lima puluh ribu seminggu. Namun, baktinya itu malah dibalas dengan pengkhianatan oleh Dani, suaminya. Mengira bahwa hidupnya lebih baik, Dani malah merasa hidupnya sulit setelah menceraikan Maria.

Lihat lebih banyak

Bab 1

Satu

"Mas, aku minta uang buat beli telur buat Bilqis. Kasihan Bilqis, Mas. Selalu saja cuma makan tempe sama tahu saja. Apalagi Bilqis kemarin dapat nilai seratus waktu ulangan matematika." 

Maria, perempuan sederhana dengan daster panjang yang warnanya sudah pudar itu berusaha meminta pada suaminya– Dani yang sedang bersiap untuk berangkat bekerja.

"Jangan pemborosan, Maria. Kamu tau sendiri kan kalau kita ini harus menabung biar bisa punya rumah sendiri? Kamu sendiri yang bilang mau punya rumah sendiri biar nggak ngontrak." Dani menoleh sekilas ke arah Maria, wanita yang sudah mendampinginya selama sembilan tahun lamanya.

Wanita bernama Maria itu menghela napas berat. "Mas, berapa, sih, harga telur? Gajimu gak akan habis kok kalau cuma beli lauk sederhana itu untuk anakmu! Lagian masa kamu tega ngebiarin Bilqis tiap hari makan sama tempe terus. Apa kamu gak pengen sesekali beliin dia lauk enak?" cecarnya pada sang suami.

Dani menatap Maria dengan pandangan tajam. "Tempe itu banya gizinya. Buktinya meski cuma makan tempe Bilqis jadi pintar dan berprestasi. Ya pintar- pintar kamu dong ngolahnya. Kalau kamu memang pintar masak kan bisa divariasikan. Jangan cuma tempe goreng saja biar Bilqis gak bosen," sahutnya.

"Ya Allah, Mas. Aku selalu mengolah tempe itu dengan berbagai macam variasi. Tapi, namanya tempe ya tetep aja tempe, Mas. Aku cuma pengen Bilqis seselali makan telur."

Maria tak meminta lebih. Ia baru saja meminta telur sudah diceramahi panjang lebar. Apalagi minta daging ayam atau daging sapi. Bisa- bisa ceramah tujuh hari tujuh malam tak kunjung usai.

"Enggak. Enggak usah! Makan tempe sama tahu saja. Jangan boros kalau memang pengen segera punya rumah!" Dani menjawab tegas. Pria itu lantas berdiri dan memberikan uang sebesar lima puluh ribu untuk Maria.

"Ini pegang! Itu cukup untuk membeli lauk selama seminggu. Tempe kan harganya cuma dua ribu. Tahu juga sama. Sedangkan beras masih ada, kan?"

Maria menatap selembar uang yang ada di tangannya dengan nanar. Hatinya nelangsa karena harus hidup dalam kesusahan. Padahal, suaminya mampu untuk menafkahi lebih dari pada itu. Seorang manager perusahaan hanya memberimya nafkah sebesar lima puluh ribu saja untuk lauk seminggu.

"Jangan sedih gitu. Bersyukurlah karena kita masih bisa makan. Di luaran sana, banyak orang yang harus panas- panasan banting tulang untuk bisa beli beras buat makan. Kamu cuma tinggal ongkang- ongkang kaki aja, kok, nggak bersyukur!"

Dani bicara panjang lebar sambil merapikan kerah kemeja yang ia pakai. Setelahnya, ia pun mengayunkan kaki, meninggalkan rumah tanpa memedulikan keluhan istrinya.

Maria duduk di kursi meja makan dengan lesu. Ia menatap meja makan yang hanya tersaji lauk tempe goreng yang sudah dingin, sambal terasi beserta sewakul kecil nasi putih. Apa benar kalau dirinya kurang bersyukur? Selama sembilan tahun menikah dengan Dani, ia tidak pernah memanjakan lidah dengan masakan yang enak. Ia juga tak pernah diajak berlibur. Hanya kasur, dapur, dan sumur yang menjadi makanannya sehari- hari.

"Apa aku salah jika hanya meminta tambahan uang belanja sedikit saja?" ucapnya lirih.

Ia sudah lelah. Seringkali, terbesit dalam benaknya untuk bekerja. Akan tetapi, Dani selalu saja melarang. Dengan alasan, bahwa gaji Dani sudah lebih dari cukup untuk kebutuhan keluarga. Meski padahal, uang yang diberikan jauh dari kata cukup.

"Mama? Apa hari ini kita jadi makan telur?"

Lamunan Maria seketika buyar. Ia menoleh ke samping, tepat di mana Bilqis– putrinya menatap dengan binar penuh harap.

Maria tersenyum dan mengangguk. "Tentu saja jadi, Nak. Mama bakalan masakin telur buat kamu. Sabar, ya," sahutnya sambil mengusap kepala Bilqis dengan lembut.

"Makasih, Ma." Bilqis memeluk Maria. Setelahnya ia salim dan berangkat ke sekolah tanpa sarapan. Gadis kecil itu berkata bahwa dirinya sudah bosan makan tempe goreng.

"Sama- sama, Sayang. Hati- hati di jalan, ya," pesan Maria. Untungnya, jarak rumah ke sekolah dekat. Hanya berjalan kaki saja sehingga tak butuh tambahan pengeluaran untuk ongkos.

***

Dani yang tengah berkutat dengan pekerjaan, berhenti seketika saat ponselnya berdering. Saat dilihat, ternyata nama Risa, sang adik tertera di sana.

"Halo, Ris? Kenapa telpon siang- siang begini? Apa kamu tidak tau kalau Kakak sekarang lagi kerja?" Dani mengeluh, tapi tak sanggup juga jika harus menolak panggilan dari adik kesayangannya.

"Ya maaf, Kak. Aku ada perlu soalnya sama kamu, Kak. Aku pikir kamu udah lodang kerjaannya," sahut Risa.

"Pegawai kantor kayak Kakak gini mana bisa lodang, Ris. Semakin tinggi jabatan, maka semakin banyak kerjaannya. Maklum, Bos percaya banget sama aku, Ris."

"Wah, senangnya ... bangga banget aku punya Kakak kayak Kak Dani. Pasti banyak banget dong bonus yang bakalan Kak Dani dapetin."

Dani terkekeh. "Jelas dong!" jawabnya dengan jumawa.

"Kalau gitu, mau dong aku dibeliin i- phone, Kak. Semua temenku udah punya. Aku aja yang belum. Apa Kak Dani gak kasihan sama aku?"

Dani bergeming sejenak. "Memang berapa harga i- phone itu?"

"Gak mahal, sih, kalau untuk ukuran Kak Dani. Cuma lima belas juta saja, Kak. Gimana? Kakak mau beliin, kan?"

"Lima belas juta?" Dani sedikit berpikir. Namun, setelahnya ia menyetujui. Lagi pula kebahagiaan adiknya adalah tanggung jawabnya.

"Wah, makasih, Kak!" seru Risa.

"Dani! Dani! Ibu juga mau, Dan!" Suara sang Ibu juga ikut terdengar memanggil- manggil namanya.

"Ibu mau apa?" Dani bertanya.

"Ibu mau gamis kayak punya Bu RT, Dan. Dia beli harga tujuh ratus ribu. Sama sepatunya juga harganya tiga ratus ribu. Gak banyak, kok, yang ibu minta. Cuma itu saja," kata Mayang, ibu Dani.

Dani terkekeh. "Ibu jangan begitu lah. Uang Dani kan uang Ibu juga. Aku kerja buat bahagiain kalian. Kalau Risa minta lima belas juta aku kasih, maka Ibu juga harus dapat setara atau lebih," utasnya.

"Benarkah, Nak? Alhamdulillah. Beruntung sekali ibu punya anak berbakti seperti kamu, Dan. Kalau begitu, ibu tunggu kamu pulang ke sini, ya."

"Iya, Bu. Kalau gitu aku balik kerja dulu, ya. Jaga diri Ibu. Assalamu' alaikum."

"Wa' alaikum salam."

Dani meletakkan kembali ponselnya. Ia tersenyum senang membayangkan raut kebahagiaan di wajah ibu dan adiknya. Melihat keluarganya bahagia, adalah suatu kebahagiaan untuk dirinya juga.

Ting!

Ponsel Dani kembali berbunyi. Namun, bukan panggilan telepon melainkan pesan dari aplikasi hijau dari istrinya.

[Mas, maaf. Uang yang kamu kasih tadi udah habis. Tadi aku belikan telur sama ayam untuk Bilqis. Kasihan dia, Mas selalu berharap bisa makan enak.]

Dani mendelik membaca pesan dari Maria. Telur saja dia larang beli. Tapi, Maria malah dengan gampangnya membeli telur sekaligus ayamnya! 

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
74 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status