Danurdara menjadi sangat bingung. Winarto meminta ia beserta anak-anaknya pindah dari kota ini. Danurdara pun menjawab. "Aku tidak bisa. Buat pindah tidak mudah bagi keluargaku. Selain anak-anakku belum tentu mau, pindah rumah juga membutuhkan uang mengingat kondisi finansial keluargaku yang serba kurang juga menjadi alasannya." Untuk makan sehari-hari saja, Pelangi harus bekerja keras sampai pergi ke luar kota. Kalau Danurdara mengikuti kata-kata Winarto, Danurdara sama saja menambah beban bagi putri sulungnya. "Danurdara, tolong dengarkan aku baik-baik! Semua ini demi keselamatan Pelangi." Winarto menarik napas panjang. "Kalau Nyonya Marien menemukan anak Josefina, Pelangi bisa dalam bahaya! Kamu ingin Pelangi berada di posisi itu?" Giliran Danurdara yang diam. Winarto mengatakannya tanpa kebohongan. Danurdara menatap wajah Winarto. Mereka sempat saling berdebat. Namun, saat Winarto mengatakan Pelangi dalam bahaya kalau sampai ketahuan Marien, Danurdara pun bimbang. Ia harus meng
"Tolong dengarkan saran dariku, Danurdara. Aku mengatakan ini jauh-jauh datang kemari untuk menyelamatkan Pelangi. Sebelum Nyonya Marien menemukan Pelangi sendiri lebih baik kamu bawa dia pergi sejauh mungkin sampai Nyonya Marien tidak bisa menemukan kalian." Danurdara menghela napas berat. Sedari tadi ia memikirkan kata-kata Winarto. Entah Danurdara belum bisa mengambil keputusan. Apalagi secara satu pihak tanpa memberitahu Pelangi lebih dulu, tapi Danurdara mulai ragu untuk mengatakan asal-usul Pelangi setelah kedatangan Winarto. Malang sekali nasib Pelangi. Walau Pelangi sebenarnya berasal dari keluarga kaya raya, terpandang, Pelangi harus mengalami nasib yang malang. Ia disingkirkan oleh nenek tirinya sejak bayi. Begitu Pelangi beranjak dewasa, Nyonya Marien masih saja ingin menyingkirkan Pelangi. Cuma karena wanita itu tidak menyukai Pelangi. Apa salahnya? Danurdara bingung dengan isi kepala Nyonya Marien sampai sekarang. Danurdara juga tidak menyalahkan Winarto juga mau-mau s
"Aku tidak bisa pergi dari sini." "Tapi bagaimana dengan Pelangi?" Danurdara menghembuskan napas. "Aku akan memikirkannya sendiri. Kamu tidak perlu khawatir," gumamnya. Winarto berada di ambang kebimbangan. Antara melaporkan Danurdara yang berhasil ia temukan atau menolong Danurdara dan Pelangi dari Nyonya Marien? Jujur saja Winarto tidak tega melihat kondisi teman lamanya. Lelaki itu bersama ketiga anaknya harus tinggal di sebuah rumah susun sederhana. Ditambah tidak bisa bekerja karena sakit dan Pelangi-lah yang harus banting tulang untuk menafkahi Ayah dan kedua adiknya. Tidak Winarto sangka, anak Josefina harus menjalani hidup susah seperti ini. Pelangi adalah cucu Tuan Ardiyanto, berasal dari keluarga kaya raya. Andai saja Marien tidak menukar bayi Josefina dulu mungkin Pelangi tidak perlu bekerja keras seperti ini. Pelangi akan hidup mewah, bergelimang harta, tidak perlu sampai menjual bunga di sekitaran lampu merah. Winarto berdiri dengan gelisah. Ia harus mengambil
"Tolong sampaikan pesan saya kepada saudara Bu Prita, ya. Saya coba hubungi ke nomornya, tapi tidak pernah mendapat respon, Bu. Maka dari itu saya menghubunginya kemari." "Baik, saya akan sampaikan kepada Prita." Lidah Kayla sedikit kelu. Kepalanya sedang mencerna apa yang ia dengar baru saja. Kayla tidak salah mendengar, kan? Sampai telepon itu ditutup, Kayla masih terkejut mendengar penuturan yang disampaikan oleh teman arisan Prita. Bagaimana bisa Prita melakukan hal seperti ini? Kayla sudah mengatakan supaya Prita tidak perlu mengikuti teman-temannya membeli ini dan itu. Hiduplah sesuai kemampuan saja, tapi Prita memiliki gengsi setinggi langit. Kasihan sekali Akarsana memiliki Ibu seperti Prita. Tanpa sadar Akarsana telah dijadikan boneka oleh ibunya sendiri. Uang Akarsana dihabiskan cuma untuk foya-foya. Kayla menahan geram. Ia sangat kesal dengan kelakuan Prita yang seenaknya sendiri. Seharusnya Prita memikirkan Akarsana. Anak sulungnya baru saja melakukan operasi. Kal
Suasana rumah sangat sepi. Pelangi tidak kunjung pulang dari luar kota. Cuma Diana dan Hadyan saja yang tinggal di rumah sekarang. Tiba-tiba Diana memikirkan sesuatu. Sekelebat pikiran yang membuat Diana ingin mencobanya. Siapa tahu salah satu anggota keluarganya ada yang menyimpan barang berharga yang bisa Diana jual? Mampung Hadyan sedang sekolah juga. Diana lebih leluasa mengacak-acak isi kamar Kakak dan ayahnya. Jika bocah itu sampai tahu, Hadyan pasti akan mengadu kepada Pelangi saat pulang nanti. Diana beranjak dari kursi di ruang tamu. Ia menjejalkan ponselnya ke dalam saku celana, lantas berjalan ke kamarnya Pelangi. Iya, kamar Pelangi tujuan utama Diana saat ini. Mengingat kakaknya selalu bekerja keras tidak kenal lelah pasti Pelangi mempunyai uang tabungan di kamarnya. Pintu kamar Pelangi tidak pernah dikunci memang. Maka dari itu Diana bisa leluasa mencari sesuatu di kamarnya. Diana membuka satu per satu pintu lemari kakaknya. Membongkar setiap susunan baju di dalam
"Jangan diam saja, dong! Jawab!" bentak Anne di telepon. Lamunan Prita buyar seketika. "Iya, Jeng! Pasti akan saya benar segera, kok!" Prita mendudukkan dirinya ke tepi ranjang. Seketika badannya lemas akibat ditagih oleh Anne. Prita menggigit ujung kukunya berusaha memutar otak agar ia bisa mendapatkan uang untuk membayar cicilan berlian yang telah menunggak selama empat bulan. Dapat dari mana Prita uang sebanyak itu? Ditambah lagi Akarsana baru saja melakukan operasi! Prita tidak mungkin meminta uang pada Akarsana. "Apa aku pinjam saja pada Kayla, ya?" gumam Prita pada dirinya sendiri. "Tapi apa dia mau meminjamiku uang? Dia saja sangat pelit padaku selama ini!" Prita menggelengkan kepalanya. Benar mustahil Kayla akan meminjami dirinya uang yang ada Kayla akan menggerutu, mengomel, tidak lupa menceramahinya kalau sampai tahu uang itu akan ia gunakan untuk apa. "Tapi aku tidak punya pilihan lain!" Prita menggaruk kulit kepalanya. "Aku pergi ke kamarnya dulu saja," katanya
Dengan cepat Prita menuruni anak tangga untuk melihat kondisi Kayla yang kini tidak sadarkan diri. Prita menepuk pipi Kayla berulang kali berharap Kayla bangun dan membuka matanya. Ia memanggil Kayla lebih keras seiring tepukan di pipi wanita itu. "Bangun, Kayla! Kayla!" seru Prita menjadi sangat panik. Prita menggerakkan tubuh Kayla yang terbaring di dekat kaki tangga. Prita terus memanggil saudara kembarnya. Prita menangis sejadi-jadinya, karena takut disalahkan atas kecelakaan yang menimpa Kayla. Tidak, Prita tidak merasa ia adalah dalang Kayla jatuh dari tangga! Ia tidak sengaja! Kayla berusaha merampas uang di tangannya. Prita hanya berusaha menyelamatkan uang itu dari Kayla, tapi Kayla tetap tidak mau mengalah sama sekali. Maka dari itu Prita yang geram tidak sengaja mendorongnya. Mana tahu kejadiannya akan seperti ini. "Kayla, kamu mendengar suaraku? Kayla?" panggil Prita. Ia membungkuk dan memeriksa detak jantung Kayla. Kayla masih bernapas walau sangat lemah. Pr
Masuk ke dalam rumah, Renjana langsung mencari keberadaan sang Mama. Tadi Prita menelepon dengan suara gemetar dan seperti tengah menangis membuat Renjana buru-buru pergi dari Kafe. Sepanjang perjalanan tadi, Renjana khawatir dengan mamanya, karena tidak biasa sekali mamanya menelepon sampai menangis seperti tadi. Sekarang sampai di rumah, kondisi rumah begitu sepi sekali. Tidak terlihat asisten rumah tangganya ataupun Kayla, tantenya yang biasa ada di sekitar ruangan tengah atau dapur. Renjana segera menaiki undakan tangga menuju kamar Prita, berpikir kalau mamanya ada di dalam kamar sekarang. Tangannya membuka pintu kamar Prita dan melihat sang Mama sedang duduk di tepi ranjang dengan penuh kegelisahan. Prita yang menyadari seseorang baru saja masuk ke kamar yang ternyata adalah Renjana langsung saja berdiri dan menghampiri anaknya. Sejak tadi Prita sudah sangat ketakutan, karena melihat Kayla yang tergeletak tak sadarkan diri apalagi Sofia sampai marah kepadanya tadi dan bertany